Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
EkBis    
BPJS
KSPI: Buruh Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan dan Desak Pemerintah Sahkan RPP Jaminan Pensiun
Friday 13 Mar 2015 04:41:33
 

Presiden KSPI Said Iqbal (ketiga dari kiri) mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan RPP dan menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Hal tersebut dinyatakan KSPI saat menggelar konferensi pers di Kantor LBH Jakarta, Kamis (12/3).(Foto: BH/yun)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang jaminan pensiun. Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, hal ini sangat penting bagi nasib kaum buruh dan pekerja saat memasuki masa pensiun. Disaat yang bersamaan KSPI juga menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Hal tersebut dinyatakan KSPI saat menggelar konferensi pers di Kantor Lembaga Bantuan Hukum, Jakarta pada, Kamis (12/3).

"Kami jelas menolak kenaikan tarif tersebut, di tengah masih banyak carut-marut permasalahan dalam pelaksanaan jaminan kesehatan," ujar Ketua KSPI, Said Iqbal.

Said menilai, langkah pemerintah menaikan tarif BPJS Kesehatan, aneh. Menurutnya, BPJS Kesehatan telah mendapatkan kucuran dana Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar 5 triliun dari pemerintah.

Sikap KSPI ini adalah reaksi terhadap kebijakan Pemerintah yang ingin menaikan iuran BPJS Kesehatan. Pemerintah menaikan iuran bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI) hingga sebesar Rp 27.500,- sedangkan untuk non-PBI, iuran akan dinaikan hingga Rp 60.000,-.

Sedangkan untuk dorongan kepada Pemerintah untuk mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang jaminan pensiun. , "dengan berlakunya jaminan pensiun ini nantinya, tidak menghilangkan program dana pensiun amanah dari Undang-Undang (UU) 11/92 yang bersifat sukarela. "Juga tidak menghilangkan pesangon yang diatur dalam pasal 167 UU 13 Tahun 2003," ujarnya di Jakarta.

Said juga menjelaskan, jaminan Pensiun harus segera disahkan dengan manfaat pensiun 75 persen dari gaji terakhir dan bukan gaji rata-rata dengan formulasi iuran pengusaha sebesar 12 persen, buruh 3 persen dan pemerintaah 3 persen sebagai dana contingensi.

"Usulan iuran 18 persen sangat realistis meski angka tersebut masih jauh di bawah China sebesar 28 persen dimana pekerja 8 persen dan pengusaha 20 persen, Singapura 33 persen, dan Malaysia 23 persen," tandasnya.

Selain itu, KSPI juga menolak rencana Menteri Perindustrian Saleh Husin dan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri untuk menaikkan upah minimum 5 tahun sekali. Menurut Said, rencana tersebut hanya mengada-ada dan tidak sejalan dengan program nawa cita pemerintah yang berorientasi kerakyatan.

"Tetapi faktanya kedua menteri ini mempertahankan kebijakan upah murah dengan kenaikan upah 5 tahun tersebut ditengah ketidakberdayaan buruh menyongsong pasar bebas ASEAN, dimana upah buruh DKI hanya Rp 2,7 juta dibanding buruh Manila Rp 3,6 juta, Bangkok Rp 3,2 juta," ujarnya.

Bila pemerintah menjalankan kebijakan tersebut maka kedua menteri tersebut melanggar Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2012 yang menyatakan kenaikan upah minimum adalah setiap tahun dengan mempertimbangkan KHL, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan lain-lain.

"Dan kenaikan upah 5 tahun tersebut tidak tepat karena tingkat inflasi di Indonesia tidak stabil tiap tahun dan survei KHL harga barang, ongkos transportasi, dan sewa rumah sangat tinggi kenaikannya setiap tahun sehingga akan sulit bila diperdiksi untuk 5 tahun," lanjutnya.

Said mengungkapkan, kenaikan upah minimum 5 tahun dinilai hanya menyebabkan ketidakpastian nasib buruh. "Dengan kata lain kebijakan ini sangat neolib hanya titipan suara pengusaha khususnya dari Cina, Korea, dan domestik," kata dia.

Menurut dia, seharusnya inilah saatnya kedua menteri tersebut memperbaiki sistem pengupahan dengan merevisi KHL menjadi 84 item, membuat angka ukuran produktivitas, dan membuat struktur dan skala upah, serta membuat skema dana pensiun buruh.(bhc/yun)



 
   Berita Terkait > BPJS
 
  Legislator Minta Pemerintah Tinjau Kembali Program KRIS
  Bongkar-Pasang Regulasi Bingungkan Peserta BPJS Kesehatan
  Fadli Zon: Inpres BPJS Kesehatan Seharusnya Tidak Mengikat
  Luqman Hakim: Batalkan Kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai Syarat Pelayanan Pertanahan
  Manfaat JHT Cair di Usia 56 Tahun, Netty: Cederai Rasa Kemanusiaan
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2