JAKARTA, Berita HUKUM - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendukung penuh pemerintah menerapkan UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) sesuai jadwal yang telah ditentukan.
“Pemerintah jangan takut menghadapi Freeport dan Newmont. UU No.4/2009 sudah bagus dan sesuai dengan konstitusi, karena membela kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia. Karena itu, Kadin sangat mendukung pemerintah menerapkannya sesuai dengan jadwal waktu yang ditentukan,” kata Ketua Umum Kadin Indonesia Dr Rizal Ramli, di Jakarta, Kamis (6/2).
UU No 4/2009 tentang mineral dan batubara (Minerba) berlaku efektif pada 12 Januari 2014. UU tersebut anatara lain mengharuskan perusahaan membangun smelter untuk mengolah dan memurnikan hasil tambangnya di dalam negeri. Artinya, mereka tidak boleh lagi melakukan ekspor bahan mentah lagi seperti selama puluhan tahun. Selanjutnya diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 6/2014 yang menyebutkan perusahaan tambang yang sudah melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, masih boleh mengekspor minerba mentah namun harus membayar bea keluar (BK) sebesar 20-60%.
Setelah menolak membangun smelter (pengolahan dan permunian), perusahaan pertambangan besar kini mempersoalkan Bea Keluar tersebut. Mereka bahkan mengancam akan membawa masalah ini ke arbitrase internasional jika pemerintah tetap ngotot memaksakannya.
Terkait soal ini, peserta Konvensi Rakyat Capres 2014 yang belakangan akrab disapa RR1 tersebut, menyatakan Kadin di bawah kepemimpinannya memang bermaksud mengambil jarak dengan pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar Kadin tetap independen dan berjuang menyuarakan kepentingan nasional supaya bisa memberi kontribusi positif bagi pembangunan ekonomi nasional.
Meski demikian, lanjut DR Rizal Ramli, Kadin juga harus tetap objektif. Selama kebijakan pemerintah sudah benar dan sesuai dengan konstitusi, Kadin tidak segan-segan mendukung dengan sepenuh hati.
Menurut Ketua Umum Kadin DR. Rizal Ramli, “UU Minerba yang antara lain mengharuskan pembangunan smelter (pemurnian) itu sangat bermanfaat. Pasalnya, smelter akan memberi nilai tambah dan keuntungan jangka panjang bagi Indonesia. Selain itu, juga membuka lapangan kerja baru yang cukup signifikan. Itulah sebabnya tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menunda pemberlakuannya, apalagi UU sudah memberi jangka waktu selama empat tahun sejak diundangkan. Pemerintah tidak perlu takut menghadapi ancaman Freeport dan Newmont kalau mereka mau membawa masalah ini ke arbitrase internasional. Seluruh rakyat Indonesia pasti akan berdiri di belakang pemerintah,” ungkapnya.
Ekonom senior yang dikenal gigih mengusung ekonomi konstitusi ini mengaku mendengar adanya pihak-pihak tertentu yang berupaya melobi dan menekan pemerintah, agar pelaksanaan UU Minerba ditunda lagi. Mereka yang menolak ini adalah para elit, yang baik langsung maupun tidak langsung, berkepentingan dengan perusahaan-perusahaan besar yang ingin menunda pembangunan smelter.
“Saya prihatin terhadap orang-orang seperti ini. Kok bisa mereka berjuang membela kepentingan asing dan melawan kepentingan bangsanya sendiri. Mereka berdalih perlu waktu untuk membangun smelter. Bukankah UU sudah memberi tenggat waktu selama empat tahun sejak diundangkan? Kemana saja dan apa saja yang mereka lakukan selama ini? Bukankah perusahaan-perusahaan tambang itu telah mengeruk kekayaan alam Indonesia dalam jumlah sangat besar selama puluhan tahun? Wajar kalau pemerintah membuat aturan agar bangsa Indonesia memperoleh nilai tambah dari hasil tambang yang digali dari bumi kita,” ungkap DR Rizal Ramli.(kdn/zb/edy/bhc/sya)
|