BANDAR LAMPUNG, Berita HUKUM - Densus 88 Antiteror Polri terus melakukan serangkaian operasi di pelbagai daerah usai insiden rentetan serangan bom di Surabaya, Jawa Timur. Langkah Polisi sangat agresif sehingga berhasil menangkap puluhan terduga teroris dan beberapa di antaranya tewas.
Kapolri Jenderal (Polisi) Tito Karnavian adalah sosok yang perintahkan langsung jajarannya agar tak beri jeda waktu bernafas bagi terduga teroris.
Tito bahkan berani menunjuk hidung bahwa pelaku aksi teror dalam sepekan terakhir ialah kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Kini, perlahan namun pasti aksi teror mulai reda. Keadaan mulai pulih meski penindakan terhadap terduga teroris masih berlanjut. Situasi ini diapresiasi oleh KH. Prof. Dr. Muhammad Mukri, Ketua PWNU Provinsi Lampung yang juga Rektor UIN Lampung.
"Kita perlu apresiasi Polri yang sangat profesional menangani kasus ini. Dan saya kira kita puas ya dengan kinerja Kapolri sebagai ahli di bidang Antiterorisme," katanya saat dihubungi, Minggu (20/5).
Ia menyatakan, dilihat dari cara Polisi melakukan penindakan, rupanya Polisi sudah paham betul sel-sel jaringan terorisme di Indonesia. Polisi bahkan mampu mengidentifikasi titik keberadaan terduga teroris sehingga tidak terlihat gamang mengatasi situasi.
"Bahwa sempat menimbulkan kepanikan itu hanya sesaat saja. Yang penting rasa takut itu tidak sampai membuat kekacauan dan ketidakpastian," tegasnya.
Belajar dari kasus ini, lanjut Mukri, ia yakin Polisi mampu menumpas teroris sampai ke akarnya jika diberi kewenangan yang lebih luas oleh undang-undang seperti dalam RUU Antiterorisme yang sedang dibahas Pansus DPR. Selama ini penindakan Densus terhambat dengan UU Terorisme lama.
Rektor UIN Jakarta ini menegaskan dukungan Densus untuk membabat habis teroris karena sudah menjadi ancaman bagi negara. Aksi yang dilakukan teroris sudah tidak main-main lagi karena mengganggu keamanan negara.
"Tidak ada cara lain, polisi harus sikat habis teroris dan jaringannya. Kita dukung penuh polisi," kata Mukri.
Dalam pengamatannya, rentetan aksi teror dalam sepekan terakhir merupakan aksi yang sangat dramatis sekaligus menggemparkan.
Dimulai dari kerusuhan di Mako Brimob, teroris menjalankan aksinya di Surabaya dan Riau dengan pola transparan, yaitu dengan membawa atau menyertakan penanda atau identitas yang mebuat pelaku dapat dikenal.
Pola semacam itu, ujar Mukri, bisa dibaca sebagai upaya keberanian teroris menunjukkan eksistensi diri sekaligus panggilan jihad kepada anggota dalam kelompoknya untuk lakukan aksi serupa. Hanya saja, ujarnya, beruntung Polisi bertindak cepat langsung menutup ruang gerak kelompok tersebut.
"Jika tidak, aksi teror bisa meluas lagi," pungkasnya.(bh/as) |