JAKARTA, Berita HUKUM - Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani meminta Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Tito Karnavian untuk memberi atensi terhadap insiden tewasnya salah satu Taruna Tingkat II Akademi Kepolisian (Akpol) Brigadir Dua Taruna (Bripdatar) Mohammad Adam di Semarang, Jawa Tengah.
"Kami meminta Kaporli memberi atensi yang khusus terhadap insiden ini, disamping proses hukum yang telah dijalankan," jelas Arsul di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (19/5).
Arsul sangat menyesalkan insiden ini, sebab sepengetahuannya di Akademi Militer (Akml) yang notabennya sangat kental dengan kontak fisik, sudah tidak terdengar terjadi penganiayan seperti ini.
"Kalau di Akmil saja tidak pernah terdenagr terjadi hal-hal seperti itu, Seharusnya di lembaga Akpol dan lembaga lainnya tidak boleh terjadi hal seperti itu," ungkapnya.
Maka dari itu, untuk melihat dan menggali informasi secara langsung mengenai inseden tersebut, pihaknya (Komisi III) berencana meninjau Akademi Kepolisian Indoneisa (Akpol) di Semarang, Jawa Tengah, pekan depan.
"Kita akan ke Semarang untuk melihat situasinya serta kehidupan di sana seperti apa, dan juga menggali informasi secara langsung," tuturnya.
Sementara, sebelumnya Anggota Komisi III DPR RI Erma Suryani Ranik juga menyesalkan terjadinya peristiwa yang menyebabkan meninggalnya taruna Akpol Brigadir Dua Taruna Muhammad Adam, Kamis (18/5) dini hari.
"Saya ucapkan duka yang mendalam untuk keluarga korban, semoga keluarga diberi ketabahan dan kekuatan. Namun dibalik itu semua saya menyesalkan terjadinya peristiwa ini tersebut. Oleh karena itu saya mendukung langkah Kapolri untuk menyelesaikan kasus tersebut hingga tuntas agar bisa diketahui siapa saja yang terlibat di dalamnya," ujar Erma.
Dilanjutkannya, akar masalah penyiksaan terhadap taruna ini merupakan tradisi kekerasan yang diturunkan dari tahun ke tahun. Dengan kata lain sudah seperti lingkaran setan. Karena itu ia berharap tradisi turun temurun itu harus diputus atau dihentikan oleh pengasuh dan sistem di Akpol.
"Taruna Akpol saat proses seleksi merupakan orang-orang pilihan yang dinilai menonjol dari segi intelektual, psikis dan fisik. Mereka dibentuk di Akpol dengan tujuan menjadi calon pimpinan Polri yang cerdas, tanggap dalam melayani masyarakat dan mampu memberantas penjahat. Tradisi kekerasan yang terjadi antar taruna membuat tujuan ini tidak tercapai. Saya malah curiga tradisi kekerasan akan menyebabkan rusaknya fisik dan psikis ini akan dibawa hingga kelak keluar dari kampus," paparnya.
Oleh karenanya, Politisi dari Fraksi Partai Demokrat ini mendesak Kapolri untuk menghentikan tradisi kekerasan di Akpol. Disamping itu, pihaknya juga mendukung adanya audit independen dari institusi luar kepolisian untuk perbaikan sistem pendidikan secara menyeluruh. Termasuk kegiatan ekstra kulikuler yang pembinaannya dilakukan oleh taruna senior.(rnm/sc/DPR/bh/sya) |