JAKARTA, Berita HUKUM - Pasca sesi acara kampanye meriah Parade Nelayan dan Senam ala Anies-Sandi yang dihadiri oleh Cagub Anies Baswedan sebagai calon Gubernur DKI Jakarta dengan hiburan musik OM Soneta Group, Rabu (8/2) di Dermaga TPI Cilincing Jakarta Utara, Pengamat Sosial, Mr. Kan yang turut hadir, menyampaikan bahwa yang dibahas Cagub Anies adalah permasalahan kisruh yang sudah berlangsung semenjak Gubernur DKI di masa Fauzi Bowo dahulu.
Menurutnya, sejauh ini hampir semua melanggar UU nomor 20 tahun 2011, tentang Rumah Susun (Rusun). Dimana ternyata Rusunawa, seperti Tambora itupun ia menduga hampir sama dengan yang terjadi di DKI lainnya, yaitu Rusunami. "Cukup banyak Apartemen yang terlambat menerbitkan sertifikat meskipun pembeli yang telah lunas. Itupun kalau terbit, terlambat dan tidak sesuai dengan UU yang berlaku," ungkap Mr Khan.
Bahkan, di apartemen itu sendiri, pada umumnya tidak ada pembentukan RT/RW. Oleh karena itu lanjut Mr. Khan, ini berpotensi masuknya imigran gelap, jaringan narkoba, teroris, perilaku menyimpang (seks bebas), dan berpotensi jaringan kejahatan lainnya, yang tidak bisa disebutkan satu persatu. "Soalnya, saya melihat penghuni tidak terdata yang sebenarnya. Saya bukan bicara pemilik ya, namun penghuni." ungkap Mr. Khan.
Sedangkan, dimana di list PLN, Supply listrik mestinya kalau menunjuk dari Menteri ESDM, itu harus supply langsung ke customer, sedangkan di Apartemen supply listrik harus lewat developer rata-rata. cetusnya lagi.
Lalu lebih lanjut, menurut Mr. Khan bahwa, "surat dimana mereka mesti menjadi Supply Listrik, Itu golongan C pas saya coba konfirmasi ke PLN, itu golongan Curah," ujarnya yang juga menghuni di rumah susun apartemen itu.
"Itu listrik dari PLN tagih ke Apartemen "Golongan Curah" atau golongan C. Itu saya memperoleh jawaban seperti itu pas telpon 707/KW, sedangkan kami ditagih 1452/kwh pas kami ditagih. Kami merasa seharusnya dugaan kuat ini melanggar UU, dimana terjadi 'mark up', dimana apartemen sudah terbangun, kita gak punya meteran sendiri. Namun yang memiliki adalah Developer." jelasnya.
"Sekarang voucher, masa harus beli dengan developer. Ini sangat lucu, air juga sama hampir dengan listrik. Air belum tahu, dimana kita belum coba kontak ke perusahaan yang berhubungan dengan air seperti PAM, dsb." tukasnya.
Mengenai problematika tersebut, bahkan dirinya sempat mengkonfirmasi dan kontak ke developer, selain itu juga lahan parkiran yang "Dirasa itu juga jadi 'lahan bisnis', padahal iuran keamanan, itu sudah kita bayar semua. Kan harusnya itu sudah masukan hitungan." terang Mr. Khan.
Sementara, masalah lainnya itu umumnya, menurut Mr. Kan bahwa tidak adanya pembentukan PPPSRS (Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun), padahal menurut UU nomor 20 tahun 2011, tentang Rusun pasal 74 ayat 1. "Dimana menyebutkan bahwa pemilik atau penghuni Rusun wajib mendirikan PPPSRS, pasal 59 ayat 1, pembentukan PPPSRS, ada dimana ada masa transisi, penyerahan kunci pertama pada satu tahun, harus mesti ada pembentukan PPPSRS," tegasnya lagi.
Menurut pandangannya, terbentuk PPPSRS namun tidak sesuai dengan pedomannya. "Saya menduga ciri-ciri dari PPPRS boneka Developer Nakal itu pembukuannya tidak transparan / tidak terbuka dan ciri lainnya yang nampak adapun warga kadang bertanya tentang PPPSRS, biasanya jawabannya ditunda-tunda dan diputar-putar," ungkapnya.
Padahal, Permen 15 /M/2007 itu pedomannya disitu. "Telah terjadi kami menduga ketua PPPSRS terbentuk itu adalah 'boneka'nya developer yang nakal. Itu akal-akalan mereka yang kelola. Gitu loh," tudingnya.
"Tanggapan Bang Anies tadi akan menyelesaikan, merealisasikan. Maka itulah, DKI ini 2017 pada Februari tanggal 15, kami merasa butuh pemimpin yang baru, maka saya tentukan memilih Anies Baswedan nomor 3." tandasnya.(bh/mnd) |