ACEH, Berita HUKUM - Sekretaris Jenderal PPWI, H. Fachrul Razi, MIP mengharapkan agar kasus kriminalisasi wartawan atas nama M. Reza atau sering disapa Epong Reza segera selesai. Hal tersebut dikatakan Fachrul, yang juga menjabat sebagai Wakil Pimpinan Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), saat membesuk Epong Reza (30) di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang Bireuen, Aceh.
Pada kunjungannya, Kamis (17/1), Senator asal Aceh Fachrul Razi tersebut memberikan semangat kepada Epong Reza, wartawan salah satu media online tersebut agar tetap tegar dalam menghadapi kasus yang menimpanya.
Fachrul Razi mengaku, ia pulang ke Aceh dalam rangka menjenguk dan silaturrahmi dengan Epong Reza yang tersandung kasus pencemaran nama baik di media sosial (medsos).
"Saya datang menjenguk Epong, selain untuk bersilaturrahmi, juga memberinya semangat dan dukungan moril. Kita berharap kasus ini bisa selesai secepatnya,” kata Fachrul.
Dikatakannya, sebagaimana diketahui, Epong Reza ditahan Polres Bireuen pada Jumat (21/12/2018) lalu karena diduga melakukan tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial lewat akun Facebooknya, pada 25 Agustus 2018.
Kemudian dilaporkan H Mukhlis, A.Md melalui kuasa hukumnya Guntur Rambe, SH, MH pada 4 September 2018 lalu.
Dalam kasus ini, M. Reza atau yang akrab disapa Epong Reza dianggap melanggar Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 45A Ayat (1) dan UU RI No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Epong Reza yang sebelumnya ditahan di sel Mapolres Bireuen kemudian dipindahkan ke Rutan Bireuen pada 13 Januari 2019.
Disebabkan alasan untuk kepentingan penyelidikan yang belum selesai, masa penahanannya yang telah berakhir pada 9 Januari 2019 kemudian diperpanjang selama 40 hari kedepan, mulai 10 Januari sampai 18 Februari 2019.
Berita terkait: http://m.beritahukum.com/detail_berita.php?judul=Beritakan+Dugaan+Kasus+BBM+Bersubsidi%2C+Wartawan+di+Bireuen+Ditahan+Polisi&subjudul=Kekerasan+terhadap+Wartawan
Sementara itu, Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA menyatakan sangat prihatin dengan banyaknya kasus kriminalisasi terhadap penyampaian aspirasi warga, baik wartawan, pewarta warga, maupun masyarakat umum yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Kriminalisasi wartawan di Aceh tergolong cukup sering terjadi dibandingkan dengan daerah lain.
Wilson berpendapat bahwa, semestinya segala informasi yang disampaikan oleh warga masyarakat melalui media massa, termasuk di media sosial dan jejaring sosial WhatsApp group, Line, telegram, dan segala saluran yang tersedia, hendaknya dipandang sebagai “laporan” bagi semua pihak, teristimewa kepada pihak terkait, seperti aparat Kepolisian, Kejaksaan, dan lain-lain.
“Oleh karena itu, pihak polisi semestinya memandang tulisan atau berita dari wartawan, pewarta warga, dan masyarakat yang disampaikan melalui media, sebagai informasi awal yang perlu disikapi dan ditindak-lanjuti. Seperti halnya tentang pemberitaan M. Reza yang menyoroti penggunaan BBM bersubsidi oleh perusahaan Takabeya group di Bireuen itu. Polisi seharusnya menelusuri dan menyelidiki hal tersebut dan menindak sesuai hukum yang berlaku. Bukan sebaliknya, malah menangkap wartawan yang memberitakannya,” jelas Wilson, yang merupakan alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini.
Dengan penangkapan dan proses hukum wartawan M. Reza, maka yang muncul dalam benak publik adalah bahwa Polisi kita belum berubah paradigma, masih menjadi 'centeng' para pengusaha nakal. Mereka bekerja bukan untuk rakyat, tapi untuk pihak tertentu dan kepentingan diri serta golongannya sendiri. “Padahal, rakyat yang menggaji aparat itu. Kapolri seharusnya malu melihat kerja para oknum anak-buahnya seperti itu,” imbuh Wilson dengan nada kecewa.
Sedangkan, pihak Pimpinan Redaksi media Realitas yakni H.A.Muthallib Ibr, SE, SH, M.Si, M.Kn dimana M Reza bekerja sebagai salah seorang wartawannya, menyesali penahanan M Reza oleh aparat Polisi tersebut.
"M. Reza, wartawan kami katanya kasusnya bukan media, kata pihak Polres beliau bukan kasus media, karena kasus di FB," ungkap Muthallib, beberapa waktu lalu kepada pewarta.
Lanjutnya, Muthallib merasa heran mengapa bukan medianya yang mengangkat pemberitaan terkait kasus BBM subsidi yang di share di Facebook M Reza tersebut yang di permasalahkan.
Muthallib mengaku sudah mengkonfirmasi ke Wakapolres Bireuen, "maka itulah saya ingin bergerak kesana. Kalau merasa berkeberatan, mestinya gugat Kami (Media Realitas). Jangan berdalih ke FB, soalnya ada hak bantah/ jawab," jelasnya dengan nada kecewa.
"Maka itulah saya merasa rancu, dan merasa tidak sesuai, nampaknya berkelit. Pak Waka mengatakan, Reza bukan terkait media. Padahal dia share media Realitas," pungkasnya.(SR/Red/wl/bh/sya) |