JAKARTA, Berita HUKUM - Seperti diketahui, Novel Baswedan (NB) sebagai penyidik KPK saat ini menjadi tersangka atas dugaan penganiayaan berat terhadap pelaku pencurian sarang burung walet di Bengkulu tahun 2004 lalu. Dimana sebelumnya tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kejaksaan Negeri (Kejari), Bengkulu telah menyerahkan berkas perkara Novel Baswedan ke PN Klas I A Bengkulu, Jumat, (29/1) yang lalu.
Rivai Kusumanegara sebagai Ketua Pusat Bantuan Hukum PERADI mengutarakan pandangannya, "Kalau soal benar atau tidak nya perkara itu, kita ikuti dan amatilah proses hukum yang sedang berlangsung," katanya, menyikapi terkait persoalan tersebut diatas, saat diwawancarai oleh pewarta BeritaHUKUM.com selepas sesi dalam diskusi 'Menimbang Ulang Pasal 27 ayat (3) UU ITE' di kafe Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (13/2).
"Namun, yang menarik, kenapa peristiwa yang sudah bertahun-tahun yang lalu dan kemungkinan diketahui oleh pihak kepolisian kenapa baru diangkat ? Itu yang menjadi pertanyaan inti sebenarnya. Kalau memang fakta ini ada, kenapa tidak disidangkan bertahun-tahun yang lalu ?," ungkapnya sambil bertanya.
Kasus yang kembali dibuka dalam kasus pencurian burung walet yang pernah terjadi pada tahun 2004, dengan tiga (3) orang korban penganiayaan, diantaranya; Dedy Nuryadi, Donny dan Irwansyah Siregar,
Selanjutnya, Rivai Kusumanegara mengungkapkan pandangannya, saat peristiwa itu terjadi, yang kita lihat tidak sungguh-sungguh dalam Penegakan Hukum. "Ini terlihat seakan-akan ada persoalan lain, apa karena dia (NB) adalah penyidik KPK ? " tuturnya berasumsi.
Lalu kemudian, Ia juga merasa khawatir jika peristiwa ini akan berdampak 'demotivasi' para pegawai KPK saat melakukan penegakan pemberantasan korupsi. Sejatinya, "Memberantas korupsi ini soal kait-mengkait, dan yang punya power. Jadi bukan persoalan biasa ini. Ini kejahatan extra ordinary crime loh. Saya khawatir Demotivasinya bagi penyidik kpk lainnya," jelasnya khawatir.
"Seolah-olah selagi dia (penyidik) lagi giat melakukan memberantas Korupsi. Bisa ada serangan balik, Ini bukan soal NB sendiri, namun soal ratusan penyidik KPK yang lain, " jelasnya lagi.
Mereka membutuhkan dukungan moril dan mental karena pemberantasan korupsi ini membutuhkan power, mental, membutuhkan extra ad hoc. "Kalau mental penyidik kpk dilemahkan dengan kasus Novel ini itu efeknya. Ini yang saya khawatirkan," ungkapnya.
"Tindak pidana 8 tahun yang lalu alat buktinya masih ada ga? Memang belum kadaluwarsa yah, soalnya batas waktu kadaluwarsa kalau sudah 13 tahun," ujarnya lagi.
Soalnya ciri negara miskin adalah tingkat korupsinya tinggi, kalau negara maju korupsinya rendah. Kalau mau go untuk menjadi negara maju. Kemudian di sisi yang lain, pewarta juga memperoleh komentar pandangan dari Pengamat Kepolisian, Neta S.Pane terkait ada tidaknya peristiwa, terkait yang hampir menyerupai di atas, dimana dari pihak korban yang mengalami intimidasi dan penganiayaan dan ditindak lanjuti proses hukumnya. Beliau, Neta S.Pane mengatakan, "Pernah ada beberapa kali, misalnya kasus salah tangkap di Sumbar, kasus salah tangkap di Bekasi atau kasus salah tangkap Kemat cs di Jatim," ungkapnya.
"Para penyidik dilaporkan keluarga korban dan sempat diproses. Tapi kelanjutannya kita tidak tahu persis, apakah diproses di pengadilan atau tidak," pungkasnya.(bh/mnd) |