JAKARTA-Menyusul telah turunnya dana tunjangan kerja (remunerasi) yang terbilang besar, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengeluarkan larangan menerima bingkisan atau parsel dari pihak mana pun bagi seluruh jaksa. Pasalnya, bingkisan lebaran atau parsel masuk dalam ketegori gratifikasi (hadiah). Demikian kata Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Marwan Effendy di Jakarta, Jumat (12/8).
Menurut dia, aturan ini merujuk dari penerapan ketetntuan yang sudah lebih duku dilaksanakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jika sampai larangan itu dilanggar, maka sanksi berupa teguran hingga disiplin sudah menanti. “Yang melanggar akan kena sanksi. Berat ringannya sanksi tergantung motif dan nilai pemberian bingkisan tersebut,” kata Marwan.
Kendati demikian, lanjut Marwan, larangan menerima parsel itu masih fleksibel. Alasannya, parsel dari kantor atau kerabat dekat masih diperbolehkan. Di luar tersebut akan diperiksa untuk mengetahui motif dari pemberian tersebut. “Kami ingatkan, jaksa hanya boleh menerima bingkisan dari kantor atau masing-masing keluarga. Di luar itu dilarang," tandas mantan Jampidsus tersebut.
Sudah Lengkap
Pada bagian lain, Jampidsus Kejagung Andhi Nuwanto mengatakan, berkas kasus korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) sudah dinyatakan lengkap atau P-21. Namun, belum juga dilimpahkan ke pengadilan, karena sedang dilakukan evaluasi terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal saksi meringankan. "Sudah lengkap. Tapi memang belum dilimpahkan tahap kedua," jelasnya.
Menurutnya, kejaksaan masih mengkajian putusan MK yang diajukan tersangka kasus tersebut, yakni Yusril Ihza Mahendra untuk memeriksa saksi meringankan. Pihaknya pun belum melakukan pemeriksaan tambahan tersebut. "Memang sedang kita lakukan evaluasi ulang. Tunggu saja sikap kami nanti,” tutur dia.
Kasus ini berawal dari pemberlakuan sistem online dalam pengurusan surat yang diajukan para notaris yang dikelola Ditjen Adminitasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumdang yang saat itu dipimping Yusril Ihza Mehendara. Saat itu departemen tersebut bermitra denga PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD). Dalam pemeriksaan ditemukan kerugian negara Rp 410 milyar yang tidak disetorkan ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB).(bie)
|