JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Kejaksaan Agung (Kejagung) diam-diam meningkatkan status pemeriksaan kasus dugaan korupsi pelaksanaan bioremediasi yang dilakukan PT.Chevron Pasific Indonesia dari penyelidikan ke tahap penyidikan. Bahkan, tujuh yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang diduga merugikan negara lebih dari Rp 200 milar dari nilai total proyek sebesar 270 juta dolar AS atau sekitar Rp 2,5 triliun.
"Dari tujuh tersangka itu, lima di antaranya dari perusahaan itu dan dua lagi dari swasta. Tim penyidik masih terus mendalami kasus ini, karena masih akan berkembang,” kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi Nirwanto kepada wartawan di gedung Kejagung, Jakarta, Jumat (16/3).
Para tersangka tersebut, yakni Manajer Lingkungan PT Sumatera Light North (SLN) dan PT Sumatera Light South (SLS), Endah Rumbiyanti, Team Leader SLN – Kabupaten Duri Propinsi Riau, Widodo, Team Leader SLS Migas, Kukuh, Direktur pada Perusahaan Kontraktor PT. Green Planet Indonesia (GPI) Herlan, Direktur PT. GPI Ricksy Prematuri, General Manager Operation PT SLN Alexiat Tirtawidjaja, dan General Manager Operation PT SLS Bachtiar Abdul Fatah.
Menurut dia, tim penyidik sendiri telah memeriksa dua dari tiga orang yang dipanggil sebagai saksi. Mereka adalah Kadiv Pertimbangan Hukum BP Migas, Drs. Sampe L Purba dan Kepala Dinas Konsolidasi dan Pelaporan BP Migas, Medi Apriadi. “Masih terus kami kembangkan,” jelas mantan Kajati DKI Jakarta ini.
Kasus ini bermula dari proyek lingkungan bernama bioremediasi pada 2003 yang berlangsung hingga 2011 di PT Chevron. Proyek bioremediasi merupakan upaya menormalkan kembali tanah yang terkena limbah akibat kegiatan penambangan minyak. Atas proyek tersebut, PT Chevron menganggarkan 270 juta dolar AS untuk proyek tersebut. Namun, diduga ada pelanggaran dalam pelaksanaan proyek tersebut, yang mengakibatkan kerugian negara.
Saat melakukan kegiatan pengadaan proyek Bioremediasi, PT. Green Planet Indonesia dan PT. Sumigita Jaya sebagai pihak ketiga tidak memiliki atau memenuhi klasifikasi teknis dan sertifikasi dari pejabat berwenang sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan limbah. Ternyata kedua perusahaan tersebut hanya perusahaan atau kontraktor umum saja, sehingga dalam pelaksanaannya proyek tersebut adalah fiktif alias tidak dikerjakan.(dbs/bie)
|