JAKARTA (BeritaHUKUM.com) - Pihak Kejaksaan Agung mengaku, tidak bisa menarik peredaran buku pelajaran tingkat SD yang diduga bermuatan pornografi di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Menurut Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung Edwin P Situmorang, hal itu dikarenakan UU No.4/PNPS tahun 1963 sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK). "Sekarang sudah tidak boleh lagi. Kalau kami melihat ada unsur pidana di sana, kita koordinasikan hasilnya kepada Polisi untuk dilakukan penyidikan. Nah, ini permasalahannya," katanya saat ditemui di Gedung Kejagung, Jakarta, Rabu (4/7).
Edwin menuturkan sebelumnya ada dua pendekatan berbeda. MK mengatakan setiap tindakan harus melalui proses Yustisi, Pengadilan. Karena tindakan pengamanan atau penarikan barang cetakan itu bersifat represif. Padahal, dalam UU No.4/PNPS itu bersifat mencegah.
"Sebelum terjadi suatu kasus, kita cegah dulu, karena itu diberikan kewenangan bagi kejaksaan untuk melarang beredarnya buku-buku. Yang kedua, dilakukan penelitian dulu, yang mewajibkan setiap pengusaha percetakan untuk menyerahkan kepada kejaksaan. Itu dalam rangka preventif," terangnya.
Saat ini, Kejaksaan Negeri Kudus tengah menyelidiki sejumlah buku bantuan dari Pemerintah yang diterima sejumlah sekolah di Kabupaten Kudus karena dianggap berbau pornografi dan tidak layak dibaca oleh siswa SMP. Namun demikian, Kejagung menyatakan belum mendapat laporan terkait hal itu.
Seperti diketahui, ada empat judul buku yang diduga berbau pornografi. Empat judul itu yakni "Ada Duka di Wibeng " dengan penulis Jazimah Al Muhyi, "Tidak Hilang Sebuah Nama" karya Galang Lufiyanto, serta Ý"Tambelo Kembalinya Si Burung Camar" dan "Tambelo Meniti Hari di Ottakwa" sama-sama hasil karya R Adhite K. (vnc/biz) |