JAKARTA, Berita HUKUM - Perkembangan kasus tindak kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur yang terjadi di Kediri, Jawa Timur dilakukan seorang pengusaha asal Tionghoa Sandi 'koko'Sandra dengan jumlah 58 anak korban pencabulan dibawah umur berdasarkan data yang dimiliki oleh Yayasan Cinta Indonesia - Kediri dan Lembaga Perlindungan Anak dan Perempuan BRANTAS yang diungkap saat konferensi pers oleh Perwakilan elemen masyarakat, aktivis, pemerhati sosial yang mengatasnamakan 'Masyarakat Peduli Kediri' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (16/5).
Perlu diketahui, jumlah korban yang teridentifikasi dan berani melaporkan kepihak kepolisian sebanyak 16 korban, sedang korban lain ditengarai takut dan trauma, karena diduga berada dalam intimidasi pelaku atau orang suruhan pelaku.
Bethania Thenu, Pendiri Yayasan Kekuatan Cinta Indonesia menyampaikan bahwa, "korban terdata sebanyak 58 anak, namun yang berani melaporkan kepihak kepolisian baru 16 korban. Kami sudah memberikan laporan kepada PPAI, Komisi Yudisial dan beberapa lembaga terkait," jelasnya, serta turut mengapresiasi pada Kapolres Kediri hingga kasus ini bisa di P21 kan.
Soalnya, menurut Bethania bahwa terdakwa yang bernama Soni 'Koko' Sandra alias SS dengan orang-orangnya, dimana cukup disegani dan ditakuti di Kediri, Jawa Timur. "hinggga memperoleh perlakuan khusus, dan Terdakwa SS sesumbar mengatakan apapun bisa dibeli," tuturnya lagi.
Kondisinya, ada kejanggalan dalam penanganan kasus ini, selain itu cukup mencengangkan di Republik Indonesia yang sebesar ini masih ada kasus cukup besar, namun nampak ada penyimpangan. "Terlebih lagi pada penanganan SS terdapat semacam pembelaan. Harapannya, Pengadilan bisa meneruskan keputusan hukum dan memutuskan hukum seberat-beratnya nanti," tegas Pendiri Yayasan Kekuatan Cinta Indonesia.
Modusnya tindak kejahatan ini dengan melakukan perkosaan anak dibawah Umur, kelas 6 SD hingga kelas 2 SMP atau berada dalam kisaran usia 11 tahun hingga 14 tahun. Pelaku SS (63) melakukannya dengan menggunakan temannya sendiri. Korban dulunya teman korban, kemudian bawa yang lain, karena merasa dirinya tercemar, namun karena butuh uang lalu ditawari dan meneruskan ke yang lain.
Sementara itu, Korban yang masih terhitung berusia belia, sebutlah nama AK (pelajar SMP) yang dicabuli oleh Pelaku SS kisaran tahun 2012, menuturkan, "Inggid (16) temen main saya. Bilangnya minta nemenin Inggid. Ternyata disana ketemu koko. Sesampai ketemu Koko disuruh naik mobil dan jalan ke hotel," ujar AK, yang terbata-bata menceritakan, Senin (16/5).
"Kami disuruh minum obat, supaya minum obat katanya supaya gak bisa hamil. Di dalam ruangan ada 3 orang, Koko, saya, dan VD. Dikasih minum sampai 3 kali obat itu setelah minum obat kemudian tidak sadarkan diri," sambungnya lebih lanjut.
Ketika para korban tidak sadarkan diri itulah pelaku SS (63) mencabuli anak-anak tersebut. "Para korban, dicabuli saat tak sadarkan diri di dalam hotel bernama Bukit Daun itu. Korban AK hanya sekali, namun Korban satunya lagi VD sudah berkali-kali diperkosa. Karena sudah diancam dengan foto-foto bugil," sambung Ferdinand Hutahean, Direktur EWI Jakarta yang turut hadir menjelaskan.
"Korban VD diintimidasi habis, bahkan sempat ada yang mengaku anggota dewan mendatangi keluarganya, dimana minta agar mencabut laporan Polisi. Ada lagi 2 korban yang didampingi, karena satu korban dijebak untuk foto bugil dan diajukan ke pengadilan," paparnya.
Korban yang teridentifikasi dan berani melaporkan kepihak Kepolisian sebanyak 16 korban, sedang korban lain ditengarai takut dan trauma. Karena diduga berada dalam intimidasi pelaku atau orang suruhan pelaku.
Saat ini tindak kejahatan terdakwa di hadapan Pengadilan Negeri kota Kediri dengan tuntutan 13 tahun penjara dan denda seratus juta rupiah (Rp.100.000.000,-) sesuai tuntutan JPU pasal 81 ayat (2) UU RI no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo pasal 65 ayat (1) KUHP. Berdasarkan proses hukum yang disampaikan oleh 3 (tiga) orang korban yang perkaranya di dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri kabupaten Kediri.
"Banyaknya intimidasi terhadap korban dan keluarga korban. Apalagi diimingi memberikan uang sebesar 50 juta dan sebuah motor. Hal seperti inilah yang tidak boleh terjadi di Republik ini, dan perlu meneliti serta mengembangkan kasus ini," ungkap Direktur EWI lagi, yang merasa miris mengapa bisa berlangsung demikian.
"Di Kediri ada perbuatan yg dilakukan oleh satu orang bernama SS, Beliay dituntut 12 tahun penjara, namun hanya dituntut sebesar 100 juta. Harusnya dihukum mati saja," pungkasnya.
Selanjutnya, pantauan pewarta BeritaHUKUM.com di lokasi acara konferensi pers dihadapan awak media cetak, televisi dan online, 'Masyarakat Peduli Kediri' membacakan Petisi yang mewakili masyarakat Indonesia peduli kasus pemerkosaan anak dibawah umur di kota Kediri dengan tersangka Sonni Sandra pada, Senin (16/5). Yang juga tampak turut hadir Jeane Latumahina - Yayasan Kekuatan Cinta Indonesia - Kediri, Habib, SH. MHum - Ketua Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak Brantas - Kediri, M Hatta Taliwang - Direktur IEPSH, Ferdinand Hutahean - Direktur EWI, Sofyano Zakaria - Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik, Satya W Yudha, Anggota DPRRI FPG, Ahmad Bambang - Tokoh Kediri. yang nantinya, Petisi ini akan dikirim ke Presiden Republik Indonesia, Pimpinan DPR RI, Ketua MA, Kejakgung, Kapolri, KPAI, KOMNAS HAM dll.
Berikut isi Petisinya yang menuntut agar :
1. Agar Bapak Presiden Republik Indonesia memberikan perhatian serius dalam skala darurat kekerasan seksualitas kepada anak-anak dan segera menerbitkan Peraturan pengganti Undang - Undang (PERPU) dengan ancaman HUKUMAN MATI atau HUKUMAN SEUMUR HIDUP bagi pelaku pemerkosaan.
2. Meminta kepada Presiden untuk memberikan perlindungan kepada para korban dan memerintahkan menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk memberikan bimbingan psikologis kepada para korban untuk memulihkan trauma yang diderita para korban
3. Meminta kepada Ketua Mahkamah Agung agar melakukan terobosan hukum atas kasus pemerkosaan di Kediri, dengan menghukum terdakwa dengan hukuman mati atau hukuman seumur hidup untuk menimbulkan efek jera.
4. Meminta kepada semua pihak, KAPOLRI dan KEJAKSAAN AGUNG agar melakukan pengawasan melekat dan bimbingan kepada petugas dilapangan terkait penanganan kasus pemerkosaan tersebut.
5. Meminta kepada Komisi Perlindungan Anak agar lebih pro aktif melakukan perlindungan terhadap anak - anak.
6. Meminta kepada Komnas HAM RI agar turut serta memantau dan memberikan perlindungan atas Hak Azasi Manusia terhadap para korban dan pihak - pihak yang memberikan bantuan pendampingan para korban.(bh/mnd) |