JAKARTA, Berita HUKUM - Persoalan korupsi yang masih merajalela, menjadikan rakyat Indonesia semakin gerah. Dan di satu sisi masyarakat masih menaruh harapan pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk terus memberantas tindak pidana korupsi, namun KPK sendiri pada sisi lain ternyata masih kekurangan tenaga dan fikiran guna pemberantasan korupsi, khususnya di tingkat elit atau penyelenggara negara.
Mengenai persoalan yang teramat penting ini, KPK masih membutuhkan para Penyidik yang memang Sumber Daya Manusia (SDM) Penyidik KPK berasal dari Kejaksaan dan Kepolisian.
Dalam hal ini Jaksa Agung Basrief Arief mengatakan, bahwa permintaan penambahan Jaksa di KPK sementara dipersiapkan. "Nanti kita persiapkan, seperti yang lalu-lalu juga seperti itu, nanti kita persiapkan beberapa orang yang diminta, lipat tiga atau lipat dua nanti kita serahkan untuk tindak lanjutnya," kata Basrief kepada Wartawan, Jumat (11/10) di Kejaksaan Agung.
Seperti diketahui Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad membantah KPK telah melakukan tebang pilih dalam kasus korupsi di Indonesia.
Menurut Abraham persoalan munculnya isu tebang pilih karena sebenarnya KPK melakukan skala prioritas terhadap kasus korupsi yang dilaporkan kepada KPK. Dia pun mengeluhkan minimnya jumlah penyidik.
"Orang di KPK hanya 700 orang. Sementara penyidik hanya 5 sampai 60 orang. Sangat tidak mungkin memberantas korupsi dari Sabang sampai Merauke. Skala prioritas ini diartikan masyarakat KPK itu tebang pilih. Padahal KPK tidak tebang pilih, tapi melakukan skala prioritas," kata Abraham dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDI Perjuangan di Ecopark, Ancol, Jakarta, Sabtu (7/9), seperti dilansir okezone.com.
Abraham mencatat, setiap harinya ada sekitar 30 kasus yang dilaporkan ke KPK. Dari 30 kasus, kata Abraham, ada 10 persen kasus yang memiliki unsur kebenaran. "Setiap hari 10 persen dari 30 kasus dikali satu tahun. Ada ratusan kasus yang masuk ke KPK. Dengan jumlah orang di KPK, impossible KPK bisa bergerak," pungkas Abraham.(bhc/mdb) |