JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji material (judicial review) terhadap Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, membuat pusing Kementerian Dalam negeri (Kemendagri). Sebab, instansi ini harus melakukan koordinasi dengan Mahkamah Agung (MA) untuk menindaklanjuti putusan tersebut.
Koordinasi ini untuk membahas mengenai putusan MK yang mengharuskan negara mengakui anak yang lahir di luar nikah, agar tetap diakui secara hukum. “Koordinasi ini menyangkut rumusan teknis pelaksanaan pengakuan status anak di luar nikah. Putusan MK itu mengakui hak-hak keperdataan status anak bukan akibat nikah," kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Reydonnizar Moenek kepada wartawan di Jakata, Rabu (29/2).
Pengakuan seorang anak yang lahir di luar pernikahan, menurut dia, bisa dibuktikan dengan medis melalui tes DNA, surat-surat tertulis, foto dan bukti-bukti lain yang menguatkan dan relevan. Bukti-bukti tersebut selanjutnya dikuatkan dengan putusan pengadilan negeri (PN) bagi warga nonmuslim dan atau pengadilan agama (PA) bagi warga beragama muslim.
“Tapi hal ini masih sebatas konsep dan pembahasan rumusannya tengah dilakukan Kemendagri bersama MA. Tapi pengesahannya harus melalui pengadilan agama bagi yang beragama Islam. Sedangkan nonmuslim bisa mengajukannya kepada pengadilan negeri setempat. Semuanya terkait berkas akan diperiksa. Majelis hakim yang akan mengesahkannya, kalau semuanya lengkap,” jelas Reydonnizar.
Seperti diberitakan, MK mengabulkan permohonan uji material terhadap Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam putusannya, MK menyatakan anak yang lahir diluar nikah tetap diakui secara hukum. Dengan adanya putusan tersebut, anak hasil nikah siri atau pun di luar nikah berhak mendapatkan hak-haknya dari ayahnya seperti biaya hidup, akta lahir hingga warisan.(inc/wmr)
|