Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Opini Hukum    
Desa
Kementerian Desa dan Undang Undang tentang Desa
Monday 27 Oct 2014 23:09:51
 

Ilustrasi. Tampak suasana jalan di salah satu desa, Sumatera.(Foto: BH/coy)
 
Oleh: Laily Fitriani, SH. MH

PADA tanggal 20 Oktober 2014 lalu Presiden Jokowi telah dilantik dan telah sah menjadi Presiden RI, kemudian tanggal 26 Oktober 2014 diumumkan Kabinet Presiden Jokowi dengan memasukkan nomenklatur baru yaitu Kementerian Desa, Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi. Kementerian Daerah tertinggal dan Kementerian Transmigrasi sebenarnya bukan nomenklatur baru tetapi merupakan penggabungan dua kementerian dengan menambah desa dalam nomenklatur kementerian tersebut.

Penambahan desa dalam nomenklatur kementerian tersebut merupakan pengakuan terhadap desa yang ada di Indonesia. Hal tersebut sejalan dengan telah disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Undang-Undang tentang Desa) pada tanggal 18 Desember 2013 lalu dalam sidang paripurna DPR. Pengaturan mengenai Desa dalam undang-undang tersebut sangat penting karena keberadaan Desa telah dikenal lama dalam tatanan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka. Masyarakat di Indonesia secara turun temurun hidup dalam suatu kelompok masyarakat yang disebut dengan desa. Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


Pengertian Desa

Pengertian Desa dalam Undang-Undang tentang Desa mengatur juga mengenai Desa Adat yang selama ini masih hidup di Indonesia. Pengaturan ini didasarkan pada amanat UUD 1945 Pasal 18B Ayat (2) yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”. Dengan demikian Undang-Undang tentang Desa memberikan pengakuan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat sebagai Desa atau yang disebut dengan nama lain yang telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Yang sebelumnya telah diatur dalam Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa “Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 “Zelfbesturende landschappen” dan “Volksgemeenschappen”, seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan sebagainya.

Daerah-daerah itu mempunyai susunan Asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut”. Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetap diakui dan diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Kemudian dalam Undang-Undang tentang Desa juga mengakui keberadaan desa yang menjadi bagian dari wilayah Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang melaksanakan fungsi pemerintahan dengan mengacu pada ketentuan Pasal 18 ayat (7) melaksanakan fungsi pemerintahan, baik berdasarkan kewenangan asli yang dimiliki oleh Desa, maupun kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/kota juga.

Dalam penjelasan Umum Undang-Undang tentang Desa menyebutkan bahwa Undang-Undang ini disusun dengan semangat penerapan amanat konstitusi, yaitu pengaturan masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 18 ayat (7), dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community dengan local self government, diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini merupakan bagian dari wilayah Desa, ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa Adat. Desa dan Desa Adat pada dasarnya melakukan tugas yang hampir sama.

Sedangkan perbedaannya hanyalah dalam pelaksanaan hak asal-usul, terutama menyangkut pelestarian sosial Desa Adat, pengaturan dan pengurusan wilayah adat, sidang perdamaian adat, pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban bagi masyarakat hukum adat, serta pengaturan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli.
Kemudian Desa Adat memiliki fungsi pemerintahan, keuangan Desa, pembangunan Desa, serta mendapat fasilitasi dan pembinaan dari pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam hal ini, Desa dan Desa Adat mendapat perlakuan yang sama dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Selanjutnya pengaturan Desa dan Desa Adat diatur secara tersendiri dalam Undang-Undang tentang Desa.

Asas pengaturan

Asas pengaturan Desa, dalam Undang-Undang tentang Desa disebutkan beberapa asas pengaturan Desa, asas tersebut antara lain:

1) rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal usul;
2) subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa;
3) keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang berlaku di masyarakat Desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
4) kebersamaan, yaitu semangat untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan prinsip saling menghargai antara kelembagaan di tingkat Desa dan unsur masyarakat Desa dalam membangun Desa;
5) kegotongroyongan, yaitu kebiasaan saling tolong-menolong untuk membangun Desa;
6) kekeluargaan, yaitu kebiasaan warga masyarakat Desa sebagai bagian dari satu kesatuan keluarga besar masyarakat Desa;
7) musyawarah, yaitu proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat Desa melalui diskusi dengan berbagai pihak yang berkepentingan;
8) demokrasi, yaitu sistem pengorganisasian masyarakat Desa dalam suatu sistem pemerintahan yang dilakukan oleh masyarakat Desa atau dengan persetujuan masyarakat Desa serta keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa diakui, ditata, dan dijamin;
9) kemandirian, yaitu suatu proses yang dilakukan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat Desa untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan sendiri;
10) partisipasi, yaitu turut berperan aktif dalam suatu kegiatan;
11) kesetaraan, yaitu kesamaan dalam kedudukan dan peran;
12) pemberdayaan, yaitu upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Desa melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa; dan keberlanjutan, yaitu suatu proses yang dilakukan secara terkoordinasi, terintegrasi, dan berkesinambungan dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan Desa.

Tentu saja asas ini sangat penting dicantumkan dalam Undang-Undang karena sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-perundang-undangan menjabarkan asas yang harus tercermin dalam materi peraturan perundang-undang, kemudian dalam Pasal 6 ayat (2) juga menyatakan bahwa materi peraturan perundang-undangan dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Dalam hal ini Undang-Undang tentang Desa menjabarkan dengan rinci asas apa saja yang merupakan asas pengaturan tentang Desa.

Susunan Pemerintah Desa

Pasal 23 Undang-Undang tentang Desa menyebutkan bahwa Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa, kemudian dalam Pasal 25 menyebutkan Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang dibantu oleh perangkat Desa atau yang disebut dengan nama lain, dalam hal ini Undang-Undang tentang Desa mencantumkan penyebutan nama lain untuk Kepala Desa dan perangkat Desa dengan maksud agar dapat menggunakan penyebutan di daerah masing-masing untuk kepala Desa dan perangkat Desa.

Jadi Undang-Undang tentang Desa lebih mengakomodir adanya penyebutan nama lain untuk kepala Desa dan perangkat Desa di masing-masing daerah di Indonesia yang memang berbeda penyebutannya.

Kemudian perangkat Desa dalam Undang-Undang tentang desa juga dijabarkan dalam Pasal Pasal 48 yang terdiri atas:
a. sekretariat Desa;
b. pelaksana kewilayahan; dan
c. pelaksana teknis.

Mengenai perangkat Desa ini, pengaturan dalam Undang-Undang tentang Desa menjabarkan siapa saja perangkat Desa lainnya dan juga menjabarkan dengan jelas tugas dan wewenang serta pengangkatan perangkat Desa oleh kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan Camat atas nama Bupati/Walikota. Selain itu juga merinci persyaratan untuk menjadi perangkat Desa. Hal yang juga krusial adalah dalam UU tentang Desa tidak mencantumkan sekretaris Desa berasal dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat.

Dengan pengaturan tersebut maka untuk yang akan datang, sekretaris Desa bukan berasal dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat. Sedangkan untuk sekretaris Desa yang sebelumnya telah ada dan berstatus sebagai pegawai negeri sipil diatur dalam ketentuan peralihan, Pasal 118 ayat (5) dan ayat (6) yaitu:

(5) Perangkat Desa yang tidak berstatus pegawai negeri sipil tetap melaksanakan tugas sampai habis masa tugasnya.

(6) Perangkat Desa yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil melaksanakan tugasnya sampai ditetapkan penempatannya yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan ketentuan tersebut maka perangkat Desa dalam hal ini sekretaris Desa yang berasal dari pegawai negeri sipil dapat terus melaksanakan tugasnya sampai keluarnya Peraturan Pemerintah yang menetapkan penempatan sekretaris Desa tersebut.

Dengan ditetapkannya perangkat Desa bukan sebagai pegawai negeri sipil bukan berarti malah menurunkan kesejahteraan perangkat Desa, diharapkan malah meningkatkan kesejahteraan karena Dalam Undang-Undang tentang Desa juga mengatur mengenai penghasilan tetap setiap bulan Kepala Desa dan Perangkat Desa yang bersumber dari dana perimbangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diterima oleh kabupaten/kota dan ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. Selain memperoleh penghasilan tetap tersebut, Kepala Desa dan perangkat Desa juga memperoleh jaminan kesehatan dan dapat memperoleh penerimaan lainnya yang sah. Ketentuan mengenai pendapatan dan tunjangan Kepala Desa dan Perangkat Desa akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Jabatan kepala Desa

Pengaturan dalam Undang-Undang tentang Desa yang mengatur masa jabatan kepala Desa selama 6 (enam) tahun dan dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. Dengan adanya aturan tersebut bukan berarti kepala Desa bebas berkuasa tetapi masih ada kontrol dari masyarakat karena setiap enam tahun sekali diadakan pemilihan kepala Desa, seandainya kinerja kepala Desa buruk maka dia tidak akan dipilih lagi. Selain itu juga adanya pengawasan dari badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

BPD merupakan badan permusyawaratan di tingkat Desa yang turut membahas dan menyepakati berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Dalam upaya meningkatkan kinerja kelembagaan di tingkat Desa, memperkuat kebersamaan, serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, Pemerintah Desa dan/atau BPD memfasilitasi penyelenggaraan Musyawarah Desa (Musdes). Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah forum musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk memusyawarahkan dan menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Keuangan Desa

Pengaturan keuangan dalam Undang-Undang tentang Desa merupakan terobosan baru, sesuai dengan ketentuan Pasal 72 menyatakan bahwa Desa mempunyai sumber pendapatan yang terdiri dari :

a. pendapatan asli Desa;

b. alokasi anggaran APBN bersumber dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis Desa secara merata dan berkeadilan, yang didalam Penjelasan Pasal dijelaskan bahwa besaran alokasi anggaran yang peruntukannya langsung ke Desa ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan di luar dana Transfer Daerah (on top) secara bertahap. Anggaran tersebut dihitung berdasarkan jumlah Desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan Desa. Bagi kabupaten/kota yang tidak memberikan alokasi dana desa tersebut, pemerintah dapat melakukan penundaan dan/atau pemotongan sebesar alokasi dana perimbangan setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus yang seharusnya disalurkan ke Desa.

c. bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota;

d. alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota,

e. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota,

f. hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga, serta

g. Lain-lain pendapatan desa yang sah.

Dari pemaparan tersebut diharapkan pengaturan dalam Undang-Undang tentang Desa menjadi kebijakan dan dasar hukum kementerian tentang Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dan menjadikan tantangan bagi kementerian tersebut untuk memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat Desa di Indonesia.(lf/bhc/sya)

Penulis adalaha Perancang Undang-Undang Bidang Pohukham Setjen DPR RI sejak tahun 2002- sekarang dan sedang menjalani S3 Hukum di Universitas Indonesia.



 
   Berita Terkait > Desa
 
  Kades Cibitung Wetan Pacu Pembangunan Sarana dan Prasarana Mewujudkan Desa Maju
  Kejari Kabupaten Bekasi Berhasil Menarik Uang Negara Rp 1,1 Miliar
  Sartono Rahim: Kami akan Terus Tingkatkan Nilai Konektivitas, Aksesibilitas dan Mobilitas antar Desa
  Pentingnya Peran DPRD Provinsi untuk Dilibatkan dalam Musrembang Desa
  Lolosnya Heri Budianto Jadi Kades Santan Ulu Diduga Direkayasa dan Bisa Dibatalkan di PTUN
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2