JAKARTA, Berita HUKUM - Kenaikan listrik untuk kelompok pengguna 900 volt ampere (watt) oleh pemerintah telah mengorbankan sekitar 18,7 juta konsumen. Kelompok ini tergolong rumah tangga miskin. Pemerintah harus memberi perhatian khusus atas kenaikan ini.
"Terus terang saya sangat tidak setuju dengan kenaikan itu, karena mengorbankan 18,7 juta pengguna. Kebanyakan mereka adalah pengguna rumah tangga. Ini bukan golongan orang mampu." demikian ditegaskan Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo Soekartono, Rabu (14/6), di ruang kerjanya.
Bila jumlah 18,7 juta itu dikalikan 5, berarti ada sekitar 100 juta masyarakat yang dirugikan.
Saat ini, ucap Anggota F-Gerindra itu, untuk mendapatkan listrik 450 watt saja sulit, apalagi yang 900 watt. Akhirnya, masyarakat miskin seperti dipaksa untuk mendapatkan listrik 1300 watt yang jauh lebih mahal.
Kategori miskin adalah mereka yang belum bisa makan empat sehat lima sempurna, belum punya rumah, atau sering berutang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. "Jangan karena punya motor lalu disebut kaya," imbuh Bambang politisi Partai Gerindra dari Dapil Jawa Timur 1, Surabaya.
Ditambahkan Bambang, dampak kenaikan listrik bisa sangat luas. Kualitas SDM di dunia pendidikan dan dunia usaha ikut menurun. Listrik sebagai sumber penerangan bisa berkurang, sehingga anak-anak sekolah sulit membaca.
Begitu pula para para karyawan di berbagai perusahaan bisa kehilangan pasokan listrik, sehingga produktivitasnya menurun. "Ini bisa mengancam kebodohan bagi anak-anak sekolah dan produktivitas karyawan," kilah Bambang.(mh,mp/DPR/bh/sya) |