JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Kepercayaan masyarakat kepada Partai Demokrat menurun drastis. Semulai tingkat kepercayaan 28 persen, kini hanya menjadi 10 persen. Demikian hasil survei yang dilakukan Political Research Institute for Democracy (PRIDE) Indonesia.
Survei bertema Survei Partai Politik, Korupsi, dan Perolehan Suara Partai (kasus DKI Jakarta) itu, menunjukan bahwa penurunan itu diakibatkan keyakinan masyarakat akan dugaan keterlibaran Partai Demokrat atas kasus korupsi proyek pembangunan wisma atlet SEA Games XXVI/2011 itu.
”Masyarakat meyakini bahwa kasus korupsi yang besar melibatkan partai yang sedang berkuasa, khususnya Partai Demokrat. Dari survei longitudinal 2010-2011 ditemukan elektabilitas Partai Demokrat turun drastis dari 28 persen ke 10 persen,“ ujar peneliti Pride Indonesia, Agus Herta Sumarto dalam jumpa pers di kampus Universtitas Paramadina, Jakarta, Jumat (28/10).
Data ini didapatkan dari survei Pride terhadap 500 koresponden usia wajib pilih, 17 tahun ke atas, dengan metode multistage random sampling yang dilakukan pada bulan Agustus hingga September 2011. Data ini memang tidak menggambarkan situasi dukungan secara nasional, namun dapat menjadi barometer. Survei dilakukan melibatkan 500 sampel/responden dengan margin error 4,4persen pada derajat kepercayaan 95 persen.
Dari hasil survei itu, juga menunjukan bahwa 67 persen responden meyakini bahwa kasus dugaan suap proyek pembangunan wisma atlet ini, ada sangkut pautnya dengan partai Demokrat. Sedangkan 11 persen pemilih di DKI Jakarta meyakini kasus tersebut murni tindakan Nazarudin secara pribadi dan tidak ada sangkut pautnya dengan Partai Demokrat. Sementara 23 persen lainnya tidak tahu.
Kasus korupsi wisma atlet juga menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat meningkat, sehingga kelompok yang tidak memilih Demokrat naik dari 35 persen menjadi 56,6 persen. Bahkan, 11,4 persen secara terus terang memproklamirkan diri golongan putih (Golput). Survei juga mencatat bahwa 28 persen publik mengatakan bahwa partai Demokrat harus ikut bertanggung jawab atas korupsi itu.
Setelah kasus wisma atlet yang diduga melibatkan kader Demokrat, sebanyak 52 persen publik sudah tidak mempercayai kredebilitas partai Demokrat usai beberapa kasus yang menimpa kadernya. ”Hanya 21 persen saja yang masih mempercayai kredibilitas Partai Demokrat dan 27 persen lainnya mengatakan tidak tahu,“ jelas Agus Herta.
Sama seperti Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini juga terkait turunnya kepercayaan akibat beberapa kader PKS yang justru tidak sesuai dengan semangat partai. "Semakin partai ini mengacungkan suatu semangat seperti antikorupsi atau religius, saat ada anggotanya melanggar, maka masyarakat otomatis akan meninggalkan," kata Agus.
Sedangkan dukungan kepada beberapa partai lain nampak tidak berubah secara signifikan. Tercatat penurunan suara PDIP dari 9,3 persen menjadi 9,1 persen, PAN dari 1,5 persen menjadi 3,8 persen, PPP dari 3,3 persen menjadi 3,2 persen, dan PKB dari 1,0 persen menjadi 0,9 persen. Hal lain terjadi pada Partai Golongan Karya yang suaranya mengalami peningkatan dari 4,6 persen menjadi 7,9 persen. "Banyak suara dari Demokrat yang mungkin bergeser ke Golkar," imbuh dia.
Penurunan suara sejumlah partai ini memperbesar jumlah yang masuk ke dalam kategori masyarakat yang tidak dapat menjawab atau bingung untuk memilih. Jumlah masyarakat yang tidak bisa menjawab naik dari 35,3 persen menjadi 45,2 persen. "Ditambah lagi ada 11,4 persen yang melegitimasi sebagai golput," tegas Agus.
Sementara pakar komunikasi politik Effendi Ghazali, kasus korupsi wisma atlet yang melibatkan tersangka M Nazarudin bisa membunuh Partai Demokrat. ”Bahwa Nazaruddin pun akhirnya dengan ekspos media yang ada, ternyata bisa membunuh partai tertentu. Dalam hal ini Partai Demokrat,“ imbuhnya.(inc/irw)
|