JAKARTA, Berita HUKUM - Ombak tinggi kerap menerjang kapal yang ditumpangi Yuvon (45) dan kawan-kawannya saat perjalanan menuju Kepulauan Raja Ampat, Papua. Kehabisan bahan bakar juga kerap menghambat ketika perjalanan darat ditempuh. Di Pulau Waigeo, lokasi satu desa dengan desa lainnya berjauhan. Namun, hal itu tak menyurutkan semangat bagi perempuan yang berprofesi sebagai pemandu wisata ini untuk mendatangi para penduduk di pulau-pulau itu.
Apa yang sejatinya ia lakukan?
"Saya bolak-balik dari Kota Sorong ke Pulau Waigeo dengan kapal. Saya mendatangi mereka, mengajarkan nilai-nilai antikorupsi. Masyarakat masih awam dengan hal seperti ini," kisah Yuvon, saat bertandang ke Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, pada Senin (21/3).
Kegiatan Yuvon ini bermula dari kepesertaannya dalam Training of Trainers Program Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) yang diikutinya beberapa waktu lalu di Sorong. SPAK adalah sebuah gerakan yang mendorong peran perempuan untuk aktif terlibat dalam menyebarkan nilai-nilai antikorupsi. Hal ini tak lepas dari peran sentralnya sebagai istri dan ibu. Dari gerakan ini, KPK berharap bisa melahirkan sosok perempuan tangguh sebagai penggerak perubahan.
Karena itu pula, Yuvon merasa terpanggil untuk turut berjuang untuk melakukan perubahan bagi masyarakat Papua. "Saya termotivasi, karena ingin masyarakat Papua khususnya di Raja Ampat dan generasi mudanya, bisa hidup lebih jujur, disiplin dan sederhana," ujar Yuvon.
Yuvon bukan perempuan Papua satu-satunya yang berjuang mengampanyekan kejujuran dan pentingnya peran perempuan dalam perubahan sosial. Ada pula kisah lain, seorang guru di Jayapura, Regina Mumbuai (54), yang bertekad sama.
Ia mengaku, kepesertaannya sebagai agen SPAK, didorong oleh kondisi 'serbaduit' yang telah mewabah di daerahnya. "Setiap hari apa-apa urusannya duit. Ketemu apa, duit. Apa-apa duit. Saya mikir duit darimana? Sejak ikut SPAK, saya jadi lebih berhati-hati," katanya.
Kini, ia mulai mengajarkan nilai-nilai antikorupsi dari lingkungan terdekat, yakni anak-anaknya. Kemudian, tugas ini juga ia sematkan tatkala mengajar kepada para muridnya. Ia berkeinginan kuat untuk mengubah cara berpikir dan kebiasaan yang selama ini salah tapi dianggap wajar.
"Saya baru mulai mengajarkan nilai-nilai antikorupsi dalam lingkup keluarga dan lingkungan tempat saya bekerja. Nantinya, saya akan menyebarkan ke lingkup yang lebih luas," ujar Regina.
Selain Yuvon dan Regina, masih ada perempuan Papua lainnya yang turut serta bergabung sebagai agen SPAK yang digelar pada 24-27 Februari 2016 di sejumlah daerah Papua, antara lain Sorong, Raja Ampat, Waropen, Biak, Timika, Jayapura dan Yapen.
Gerakan SPAK yang diluncurkan pada 22 April 2014 kini telah memiliki 500 orang agen yang tersebar di 16 kota di Indonesia. Tahun 2016 ini diharapkan seluruh provinsi di Indonesia sudah memiliki agen SPAK dan menargetkan sekitar satu juta orang yang bisa mendapatkan sosialisasi antikorupsi.(kpk/bh/sya) |