JAKARTA-Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin Andi Tumpa membantah adanya keterlibatan hakim agung dalam kasus suap hakim ad hoc pengadilan hubungan industrial yang melibatkan Imas Dianasari. Pasalnya, perkara antara buruh melawan PT Onamba Indonesia sama sekali belum terdaftar di MA.
"Bagaimana mau dihubungkan. Perkaranya saja belum ada nomor dan majelis belum terbentuk," kata Harifin Andi Tumpa kepada wartawan, di gedung MA, Jakarta, Jum’at (15/7).
Seperti diketahui Imas Dianasari adalah hakim ad hoc PHI pada Pengadilan Negeri Bandung. Dia tertangkap KPK karena diduga menerima suap dari PT Onamba Indonesia. Hakim perempuan ini disangka memberikan iming-iming akan memenangkan kasus sengketa PT Osamba dengan serikat pekerjanya di tingkat kasasi yang ditangani MA.
Walau demikian, Harifin tetap mempersilakan KPK untuk mengusut dugaan suap terhadap hakin yang diduga terlibat dalam perkara suap tersebut. Bahkan, MA tak kan segan membantu KPK untuk melakukan pengusutan terhadap kasus ini. "Silahkan saja itu ditelusuri. akan kami bantu, dan kita ekspose," ujar dia.
Untuk membantu proses penyelidikan, Harifin memerintahkan hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial MA, Arif Sujito untuk memenuhi penggilan KPK. Arif diminta memberikan keterangan sebagai saksi terkait penyidikan kasus dugaan suap Hakim Imas Dianasari.
Dia juga membantah jika anak buahnya tersebut mangkir dari panggilan KPK. Harifin beralasan pihaknya baru menerima surat pemanggilan tersebut Kamis, 14 Juli 2011. "Surat permintaan panggilannya baru diterima tanggal 14. Sedangkan dipanggilnya tanggal13," pungkasnya.
Inisiatif Menyuap
Sementara itu di tempat terpisah, Manajer Administrasi PT Onamba Indonesia, Odi Juanda membantah jika pihaknya dituduh berinisiatif menyuap hakim Imas Dianasari. “Justru hakim Imas lah yang meminta agar kami memberikan sejumlah uang agar dapat memenangkan perkara,” pungkasnya di gedung KPK Jakarta.
Bahkan, ironisnya Odi mengenal hakim Imas sebagai sosok hakim penerima uang receh. Pasalnya, hakim itu selalu menerima berapapun jumlah uang yang diberikan. "Uang senilai Rp 200 ribu saja diterima dengan alasan untuk uang transpor," kata Odi.
Dia menegaskan sangat tidak masuk akal kalau Imas yang menyebut kliennya yang berinisatif memberi suap. “Kalau kita mau menyuap hakim di tingkat kasasi, suap itu mestinya diberikan kepada hakim agung. Jadi bodoh banget kita, kalau mau memang masalah begini ke kasasi, tapi kita berhubungan ke hakim tingkat PHI.,” tegas dia.(bie)
|