JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua Umum (Ketum) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir berpesan agar masyarakat yang turut serta dalam demo yang direncanakan pada Jumat 4 November 2016 di Jakarta, untuk tetap menjaga marwah dan tidak membawa kerugian dalam kehidupan bangsa.
"Tentunya kita semua berharap bahwa keadaan kehidupan kebangsaan kita berjalan dalam suasana damai, demokratis, dan tidak menimbulkan kerugian buat seluruh kehidupan bangsa," pungkas Haedar saat menghadiri undangan Presiden Jokowi di Istana Negara pada Selasa (1/11) bersama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan PBNU.
Haedar juga mengatakan, sudah saatnya kehidupan politik nasional Indonesia dapat berjalan dengan elegan dan bermartabat. "Demo sebagai bagian dari hak warganegara, yang terpenting tetap damai dan bermartabat, serta mengindahkan hukum dan peraturan yang berlaku, sebagaimana kehidupan politik nasional," tambah Haedar.
"Jika ada angkatan Muhammadiyah yang ikut demo, itu merupakan hak dia sebagai warga negara, bukan membawa atribut Muhammadiyah," tegas Haedar.
Ketum Muhammadiyah tidak melarang warganya untuk turut serta dalam demonstrasi karena unjuk rasa merupakan hak yang sah dalam berdemokrasi selama dalam koridor kesantunan dan keadaban.
"Aksi demonstrasi merupakan bentuk pernyataan pendapat dan aspirasi, merupakan hak warga negara yang dijamin Undang-undang Dasar dan tidak dapat dilarang oleh siapapun termasuk pemerintah," jelas Haedar.
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto, dalam kesempatan tersebut mengatakan, masyarakat dihimbau untuk tetap tenang, dan tidak resah dalam menanggapi diduganya penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta, Ahok.
"Dengan adanya isu yang bergulir, sudah dilakukan proses oleh pihak Kepolisan, tentunya ada tahapan-tahapan, dan proses yang tidak serta merta, semuanya butuh proses," ucap Wiranto.
Wiranto juga meminta kepada seluruh lapisan masyarakat untuk menjaga keharmonisan, dan tidak mudah terprovokasi dalam melakukan tindakan anarkis.
Silaturahim antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), dan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, di Istana Merdeka, Jakarta, telah menyepakati bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah final, dan tidak akan ada toleransi terhadap siapa saja yang akan memecah belah bangsa ini..
"Kami sepakat bahwa kita memang siap untuk membela negara dan bagi kami NKRI final, dan kita tidak akan memberikan toleransi kepada siapa saja yang akan memecah-belah bangsa ini," kata Ketua Umum MUI, Ma'ruf Amin, dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta pada Selasa siang (1/11).
Menurut Ma'ruf, dalam pertemuan tersebut, sejumlah pengurus organisasi massa Islam menyampaikan ada kegaduhan yang diakibatkan pernyataan salah satu kepala daerah dengan dugaan penistaan agama.
Ma'ruf menilai, kendati masalah itu tidak berhubungan dengan politik maupun Pilkada yang akan dilaksanakan pada 2017, namun isu itu menjadi berkembang dan menimbulkan keresahan di masyarakat.
"Karena itu kita sepakat semua ini diproses secara terhormat, proporsional, melalui proses hukum. Presiden mengatakan bahwa beliau sudah memerintahkan ini untuk diproses dan beliau tidak akan intervensi terhadap masalah ini," ujar Ma'ruf.
Ketua MUI juga mengatakan sepakat untuk berdemonstrasi sesuai aturan dan akan berlangsung tertib.
Mendampingi Ketua Umum MUI saat menyampaikan konperensi pers itu adalah Menko Polhukam Wiranto, dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti.
Sebelumnya, sejumlah ormas Islam berencana melakukan unjuk rasa di Jakarta pada 4 November 2016. Jokowi sebelumnya mengimbau agar unjuk rasa tidak mengganggu ketertiban dan tetap mengutamakan perdamaian.(dzar/adam/muhammadiyah/bh/sya) |