JAKARTA, Berita HUKUM - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mengatakan kasus pemerasan yang kembali mencoreng citra Korps Bhayangkara adalah tindak pidana.
"Itu tindak pidana, oleh karena itu jika benar oknum tersebut melakukan pemerasan, maka yang bersangkutan harus diproses pidana," ujar Poengky saat dihubungi wartawan di Jakarta, Kamis (8/10).
Menurut Poengky, sudah menjadi tugas dan kewajiban Propam untuk segera melakukan pemeriksaan.
"Propam Polri (harus) sudah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan oknum yang dilaporkan. Saya berharap prosesnya dapat dilakukan secara profesional dan transparan," tuturnya.
"Saya sangat prihatin ada oknum AKBP yang diduga melakukan pemerasan terhadap para penjual jamu hingga akumulasinya mencapai 7 miliar rupiah," terang Poengky.
Sebelumnua sejumlah pengrajin jamu di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, menggelar aksi demo di lapangan Desa Gentansari. Mereka berunjuk rasa terkait dugaan pemerasan seorang oknum polisi.
“Tuntutan kami segera hentikan perilaku atau kelakuan AKBP Agus Wardi dalam melakukan pemerasan kepada kami. Kami juga memohon dan meminta terutama kepada Bapak Presiden, Bapak Kapolri, Bareskrim,” kata salah seorang pengrajin jamu di Kabupaten Cilacap, Mulyono, kepada wartawan usai melakukan aksi di lapangan Desa Gentasari, Senin (5/10/2020).
Mulyono mengaku diperas oknum polisi tersebut dengan nilai yang berbeda-beda. Mulai ratusan hingga miliaran rupiah. Dia juga menjelaskan pemerasan itu dilakukan oknum polisi dengan proses penahanan.
Lanjut Mulyono, mengungkapkan bahwa aksi tersebut sudah berlangsung selama beberapa tahun. “Pemerasannya ini, tiba-tiba kami didatangi oleh oknum Mabes Polri, yang dipimpin bapak Agus Wardi dan pasukannya, kemudian kita dibawa ke sana (Bareskrim Mabes Polri). Setelah di sana ditahan satu dua sampai enam hari kemudian dilepas dan disuruh cari uang dan ada juri tagihannya. Uang via transfer. Pak Agusnya minta seperti itu, kalau juru tagihannya cuma suruh transfer-transfer. Jadi kita dikasih waktu sekian hari sampai lunas, nominalnya sana yang menentukan,” paparnya.
“Tuduhannya melakukan produksi yang melanggar aturan undang-undang. Korbannya sangat banyak sekali, tidak terhitung. Per orang ada yang Rp 350 juta, Rp 500 juta, Rp 1,7 miliar, Rp 2,5 miliar dan ada yang Rp 3,5 miliar,” beber Mulyono.(bh/mdb) |