KOREA UTARA, Berita HUKUM - Korea Utara (Korut) hari ini telah memotong saluran terakhir komunikasi dengan Korea Selatan (Korsel) dengan alasan perang bisa pecah di "setiap saat", beberapa hari setelah peringatan Amerika Serikat dan Korsel dari serangan nuklir.
Langkah terbaru ini merupakan serangkaian ancaman kesiapan perang dari Korea Utara dalam menanggapi sanksi-sanksi baru PBB yang diberlakukan setelah uji coba nuklir Korut ketiga pada bulan Februari dan "bermusuhan" menanggapi latihan militer bersama antara Amerika Serikat dan Korsel.
Korut telah berhenti menanggapi panggilan pada hotline militer AS yang mengawasi Demilitarized Zone (DMZ) dan garis Palang Merah yang telah digunakan oleh pemerintah dari kedua belah pihak.
"Dalam situasi di mana perang dapat pecah setiap saat, tidak ada kebutuhan untuk menjaga utara - selatan, komunikasi militer yang di tempatkan antara militer dari kedua belah pihak," kata seorang Juru Bicara Militer Korut, seperti dikutip Korean Central News Agency (KCNA). “Tidak ada lagi saluran dialog dan komunikasi antara Democratic People's Republic of Korea (DPRK) dan AS dan antara utara dan selatan," ujar Jubir, Rabu (26/3).
Meskipun tak sedikit yang meragukan, namun beberapa kalangan percaya bahwa Korut, yang dikenal sebagai DPRK, akan memulai perang yang penuh resiko tersebut, dimana Korut dan Kosel secara teknis masih berperang pasca konflik sipil yang bergejolak tahun 1950-1953 dan berakhir dengan gencatan senjata, yang bukan perjanjian.
Perlu diketahui diantara dua negara yang tengah bersitegang tersebut berdiri proyek industri di Kaesong di mana terdapat 123 perusahaan Korsel yang mempekerjakan lebih dari 50.000 warga Korut untuk membuat barang rumah tangga, dan sekitar 120 warga Korsel yang ditempatkan di Kaesong pada waktu tertentu, seperti dilansir Reuters.com.
Proyek bersama tersebut adalah peninggalan terakhir kedua Korea setelah Korsel menghentikan bantuan dan perdagangan, setelah penembakan Pyongyang pada seorang turis Korsel dan tenggelamnya sebuah kapal angkatan laut Korsel dan menyalahkan Korut sebagai biang keladinya.
Kaesong adalah wilayah hasil kerjasama antara 2 Korea yang setiap tahunnya menghasilkan omset sebesar 2 miliar dollar dalam perdagangan dengan Korsel, dan Pyongyang tidak mungkin menutupnya kecuali sebagai pilihan terakhir.
Namun Juru bicara militer Korut yang mewakili "komando tertinggi" tidak menyinggung tentang Kaesong, yang telah menderita dan Korsel mengatakan akan mengambil langkah-langkah untuk menjamin keselamatan para pekerja di Kaesong, namun belum merinci sejauh mana langkah tersebut akan dilakukan.(rts/bhc/mdb)
|