JAKARTA, Berita HUKUM - Sebanyak 71 konsumen (kreditur) mewakili 240 konsumen (kreditur) yang menjadi korban pembelian Kondotel Luxor/Arshika yang berada di Jalan Raya Kuta No.1 Bali menghadiri rapat mediasi perkara perdata, di pengadilan niaga Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (14/5).
Adapun rapat mediasi perdata dengan perkara nomor. 246/Pdt.Sus PKPU/2024/PN.Niaga Jkt Pst, yakni antara para kreditur dan pihak debitur PT. Merpati Abadi Sejahtera, developer Kondotel Luxor/Arshika.
Dalam rapat tersebut, terungkap kala ditanyakan oleh pihak kreditur terkait domisili atau alamat PT. Merpati Abadi Sejahtera selaku Developer Kondotel Luxor/Arshika Bali, yang ternyata belum dapat dijawab oleh Kuasa Hukum Debitur.
Diketahui sebelumnya, surat teguran telah dikirimkan tetapi Penasihat Hukum korban (kreditur) kesulitan mencari alamat Developer dan PT. Merpati Abadi Sejahtera. Diduga tidak koperatif dan terkesan melarikan diri dari tanggungjawab sehingga surat teguran tidak direspon sampai saat ini.
"Dimana alamat PT Merpati Abadi Sejahtera, mohon diberikan jawabannya?, soalnya, saya sudah ke jalan Sudirman, di Jakarta, tidak ada (diduga fiktif). Bahkan ke lokasi hotel Luxor yang kini berganti nama Hotel Arshika di Bali, juga tidak ada," beber Sumarto (52), seorang kreditur saat menanyakan domisili atau alamat PT Merpati Abadi Sejahtera (MAS) dalam rapat (mediasi).
Pertanyaan itu kemudian direspon pihak kuasa hukum debitur tanpa penjelasan yang konkrit. "Kami akan menjawab nanti, saat proposal perdamaian," jawab Kuasa Hukum Debitur.
"PT MAS ini perusahaan kepunyaan bapak Kiyanto Wijaya, yang mana PT. MAS membangun hotel di jalan Ahmad Yani Kuta Bali, pengelolanya D'Luxor, kemudian diganti ke Arshika, Kini menjadi Oyo Sunday," ujar seorang Kreditur saat diwawancarai.
Selain menghadiri rapat (sidang mediasi), pihak kreditur juga sempat membentangkan spanduk berukuran 2 meter di depan PN Jakarta Pusat, dengan tuntutan meminta pihak debitur mengembalikan uang atau hak kreditur dari pembelian Kondotel Luxor/Arshika di Bali.
Serah terima Unit Kondotel oleh PT. Merpati Abadi Sejahtera kepada para korban sampai saat ini tidak pernah dilakukan sampai akhirnya di PKPU-kan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
"Hak yang mana saya memiliki unit 189, sebanyak Rp.1,8 Miliar sudah lunas, saya berhak dong memperoleh Surat Hak Milik (SHM)," tukas seorang Kreditur yang berdomisili di Bali tersebut menambahkan.
Sebagai informasi, dalam rapat kreditur (mediasi) para korban (kreditur) didampingi penasehat hukum yakni Taufik Hidayat S SH, dan Hudson Hutapea SH. Hakim mediasi yakni Yusuf Pranowo SH, MH, dan bpk. Marco SH selaku Pengurus.
Proposal Perdamaian Pihak Debitur
Penyampaian proposal Perdamaian yang diajukan oleh Kuasa Hukum Developer/Direksi PT. Merpati Abadi Sejahtera dan Para Mitranya dihadapan Para Korban dan Pengurus PT. Merpati Abadi Sejahtera (Dalam PKPU), diberikan pada tanggal 19 Mei 2025, dengan tenggat waktu pukul 15.00 WIB.
Amar putusannya RPM (Rapat Putusan Musyawarah) Majelis Hakim pada 24 Maret 2025 pada pengadilan niaga PN Jakpus atas perkara PT. Merpati Abadi Sejahtera, mengabulkan permohonan perpanjangan masa PKPU selama 59 Hari terhitung putusan ditetapkan, sepanjang memutuskan sidang putusan Majelis Hakim pada 22 Mei 2025
Hotel ini aset PT Merpati Abadi Sejahtera dalam PKPU, sesuai putusan Perkara permohonan PKPU Nomor : 246/Pdt.Sus-PKPU/2024/PN.Niaga.Jky.Pst
Diketahui, kerjasama PT Merpati Abadi Sejahtera dengan PT Oyo Room Indonesia diduga 'TANPA PERSETUJUAN PENGURUS DAN HAKIM PENGAWAS'
Padahal, sesuai pasal 240 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU, Selama penundaan kewajiban pembayaran utang debitor tanpa persetujuan pengurus tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atas hartanya Jo. Pasal 255 ayat 1
Selanjutnya, penundaan kewajiban pembayaran utang dapat DI AKHIRI dan dinyatakan PAILIT atas permintaan Kreditor jika Debitor melakukan pelanggaran pasal 240 ayat 1 UU Kepalitan & PKPU
Sementara, pihak Kreditur (konsumen) sudah melaporkan perkara ini ke Polda Metro Jaya dengan dugaan penipuan, penggelapan, dan pencucian uang, dengan LP/B/3634/VI/2024/SPKT/Polda Metro Jaya
Lebih lanjut, Taufik Hidayat S, SH selaku kuasa hukum menjelaskan, sekarang laporan sudah masuk tahap berita acara pemeriksaan, bahkan kasus sudah dilaporkan semenjak tahun lalu, dan kami akan konfirmasi menanyakan progres ke penyidik dalam waktu dekat ini.
"Selain melaporkan masalah ini kepada kepolisian, para investor juga menempuh proses hukum perdata lewat skema persidangan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ujar Taufik.
Dalam sidang ini, pihak debitur yakni developer di bawah naungan PT Merpati Abadi Sejahtera mengajukan proposal perdamaian atas perkara yang dipermasalahkan oleh para investor, yang dijanjikan akan diserahkan berkasnya pada 19 Mei 2025.
"Permintaan para konsumen sebenarnya sederhana saja, yakni pengembalian uang. Namun, dalam proposal perdamaian yang diajukan oleh debitur, tidak ada kejelasan soal hal itu," pungkasnya.
Akan tetapi, proposal perdamaian yang diajukan sangat jauh dari keinginan investor yang meminta pengembalian uang atas pembelian unit atau investasi di Condotel D'Luxor Bali.
Yang paling dikhawatirkan saat ini adalah dugaan potensi terjadinya penggelembungan tagihan hingga Rp.1 Triliun.(bh/mnd/amp) |