JAKARTA, Berita HUKUM - Menjelang persiapan liburan Natal dan Tahun Baru 2015, untuk pendapatan negara dari struktur Pariwisata merupakan pendapatan yang terhitung jumlah cukup lumayan. Namun, Johnnie Sugiarto selaku Ketua Komite Tetap Pengembangan Pariwisata dan Olahraga pada Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sebagai organisasi yang menjadi payung bagi dunia usaha Indonesia mengatakan, sub sektoral Pariwisata di Indonesia interesnya memang masih menarik, hanya saja tingkat untuk pengiklanan yang dilakukan pihak pemerintah daerah belum begitu mendukung, hingga objek-objek wisata Indonesia yang menarik seakan tidak begitu laris untuk dikunjungi, oleh wisatawan asing bahkan lokal sendiri.
"Faktor yang menyebabkan itu ialah, harusnya semua terlibat, pemerintah itu mempunyai politik the win kah? untuk mendorong kemajuan pariwisata. Jadi intinya pemerintah itu harus betul-betul turun tangan untuk melakukan pengiklanan lebih matang. Kalau pemerintah tidak gencar berkecimpung, repot jadinya untuk bersaing dengan objek wisata luar negeri," ujarnya pada pewarta, saat dikantornya di APL Tower Central Park, Jl. Letjen S.Parman, Jakarta, (10/12).
Karena menurutnya, yang mengiklankan objek wisata di Indonesia, itu yang banyak gencar mempublikasikannya dari pihak swasta, karena alasannya sebagai pemilik hotel, restoran, cotage dan sebagainya. Seperti contoh pihak yang memiliki saham tersebut.
"Kadangkala mengadakan acara-acara ditempatnya seperti hotel dan restoran milik sipengusaha untuk mempromosikan secara langsung, namun hal itu tidak terlalu mendukung pesat untuk perkembangan pengunjung wisatawan," jelasnya.
Johnnie yang juga Vice President, Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) ini juga mengatakan, meskipun Jogjakarta menjadi kota kedua pariwisata Indonesia dan yang sudah mendapatkan gelar penghargaan 'The Best Perfomance' kategori Gold, karena dinilai konsisten dalam pembangunan, pengembangan dan pembinaan sektor pariwisata dan sudah diakui pihak institusi GIPI sendiri. "Namun dukungan pihak pemerintah untuk mengiklankannya belum begitu membahana. Sebenarnya harus ada payung besar pemprov hingga Pemda kerjasama yang baik untuk mempublikasikan pariwisata daerah-daerah di Indonesia," ujarnya.
"Seperti di kalimantan timur, dengan daerah wisata 'Brau'-nya, yang terkenal dengan daerah tata keramahannya, terkadang sampai saat ini belum dikenal, karena mengenai tempat wisata tersebut hilang timbul namanya kepermukaan, itu juga karena Pemda seakan tidak melakukan apa-apa. Karena mereka sendiri (Pemda) seakan tidak tahu apa yang akan, mau mereka lakukan (dalam hal promosi objek wisata)," ucapnya.
Analisa Johnnie ini juga mengatakan bahwa, rata-rata objek wisata Indonesia kalah bersaing dengan wisata luar negeri, karena kurangnya kepedulian pihak pemerintah pusat hingga daerah untuk memasarkannya.
Padahalkan untuk pendapatan negara sendiri bisa banyak dapat dari pembayaran pajak itu sendiri, dan pembayaran pajak sekarang sudah sistem online. Seperti di Jakarta, potongan pajak 10% ke pemerintah untuk pemakaian fasilitas seperti hotel dan restoran. Coba saja pemerintah daerah Indonesia juga melakukan program-program seperti orang luar negeri. "Contoh seperti pada hari perayaan besar diadakan parade-parade meriah seperti melakukan acara kembang api akbar dan sebagainya, dan dilakukan secara diskon besar-besaran, maka dengan sendirinya sudah mengimplentasikan dari sudut konsep iklan secara besar-besaran, dan hal itu sudah menghasilkan pendapatan pada Pemda, karena adanya potongan pajak 10% seperti yang berlaku di Jakarta." ujar Johnnie.
"Jadi simple tidak terlalu susah sebenarnya," jelas Johnnie menambahkan.
Karena itu juga, maka banyak wisatawan Indonesia sendiri ke luar negeri untuk berwisata, padahal sebenarnya objek wisata di Indonesia tidak kalah bersaing dari segi panorama dan kemegahan fasilitas bangunan hotel-hotel yang menarik.
"Maka dari itu, perputaran uang jadi lebih kencang diluar sana, karena dampak wisatawan kita juga yang lebih tertarik ke luar negeri sana," pingkas Johnnie.(bhc/bar)
|