JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat langsung bereaksi atas hasil keputusan Rapat Pimpinan Komisi II, Selasa (6/9), tentang revisi atas UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Keputusan yang berniat membuka peluang bagi parpol untuk masuk ke dalam Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan lembaga pengawasnya yaitu Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dianggap sebagai pencederaan terhadap demokrasi.
Sikap partai politik bahwa kader-kadernya sebagai warga negara punya hak yang sama dengan LSM untuk masuk ke KPU adalah pemikiran yang sesat. “Partai politik harus tahu bahwa warga yang memegang posisi tertentu otomatis dibatasi haknya. Apakah boleh seorang anggota partai politik tertentu, juga masuk menjadi anggota partai politik lain?” kata peneliti senior Center for Electoral Reform (Cetro) Refly Harus dalam jumnpa pers di Jakarta, Rabu (7/9).
Menurutnya, keputusan menghapus pasal 11 huruf I dalam UU 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu adalah akal-akalan partai politik saja, bila anggota partai politik mundur ketika akan mendaftar DKPP atau KPU. "Kami akan daftar judicial review atas penghapusan pasal itu kepada Mahkamah Konstitusi," tegas Refly.
Parpol itu, jelas dia, adalah partisan. Sedangkan KPU adalah nonpartisan, independen dan netral. Jika anggota parpol diperbolehkan masuk dalam KPU merupakan penghianatan terhadap demokrasi dan hal itu harus ditolak. “Dari sisi konstitusional saja disebut bahwa anggota KPU harus bersifat nasional tetap dan mandiri. Bagaimana mau mandiri kalau (unsur) pemerintah ada di situ kemudian parpol juga ada di situ?" kata Refly.
Sedangkan mantan anggota KPU periode 2002–2007 Ramlan Surbakti mengatakan, hakikat partai yang sebenarnya adalah partisan karena mereka berdiri di atas konstituen dan berpartisipasi dalam pemilu dengan konsep yang mengakomodasi kepentingan konstutuen. Sementara KPU harus nonpartisan, netral, dan independen. “Lalu ke mana institusi itu akan di bawa kalau partisan masuk ke nonpartisan?” ujarnya.
Sementara koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Yuris Oloan mengatakan, masih ada waktu satu pekan bagi Komisi II untuk meninjau keputusan mereka sebelum RUU itu dibawa ke DPR.
Kesimpulan umum yang disampaikan oleh jaringan LSM yang ikut serta dalam konferensi pers tadi adalah mereka akan terus memperjuangkan independensi KPU dan akan berjuang melalui jalur lain bila imbauan mereka ini tidak ditanggapi.(jpc/rob)
|