JAKARTA, Berita HUKUM - Anggota Komisi VIII Asli Chaidir mengatakan perlunya revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang diusulkan DPR dimaksudkan untuk perbaikan menejemen sehingga jemaah haji dan umrah dapat menunaikan ibadah dengan khusuk.
Menurutnya terdapat beberapa hal yang harus diperbaiki dalam pelaksaan ibadah haji salah satunya adalah pembinaan-pembinaan dan perbaikan waiting list bagi peserta haji. Pemerintah harus memberikan kesempatan kepada masyarakat agar tidak perlu menunggu hingga bertahun-tahun untuk dapat naik haji. Selain itu pemerintah harusnya dapat memberi kepastian dan kenyamanan jemaah agar dapat terlindungi dengan baik.
Ditemui di sela-sela Kunspek Jumat (7/10) di Aula Kanwil Kemenag Provinsi Sumatera Utara, Asli Chaidir mengatakan, banyaknya antrian dan jamaah yang berulang kali datang untuk menunaikan ibadah haji menjadi sorotan utama. "Salah satu yang perlu dibenahi adalah waiting list calon jamaah haji secara menyeluruh. Banyak masyarakat yang menginginkan berkali-kali naik haji namun bagi yang belum pernah merasakan naik haji dan telah lama menunggu kan kasihan juga," terangnya.
Untuk itu DPR mengusulkan nantinya bagi jamaah yang sudah pernah menunaikan ibadah haji akan boleh beribadah haji kembali setelah 10 tahun. "Nanti kita akan atur 10 tahun sekali naik hajinya, ini untuk mengurangi antrian-antrian yang cukup lama karena merupakan hal cukup krusial," jelas pria asal Dapil Sumatra Barat ini.
Revisi RUU yang ditargetkan selesai tahun 2017 ini diharapkan akan adanya pengawasan, pembinaan dan adanya aturan-aturan yang lebih memperhatikan jamaah haji karena mereka juga perlu dilindungi oleh negara.
Sementara, Achmad Mustaqim dari Komisi VIII DPR meminta Pemerintah segera mencari solusi perihal terjadinya antrian panjang calon Jamaah Haji yang kemudian memicu terjadinya kasus calon Haji berpaspor Filipina.
Sebelumnya juga, Anggota Komisi IX DPR RI Adang Sudrajat mengusulkan agar pemerintah memprioritaskan antrian pelaksanaan ibadah haji berdasarkan usia calon jemaah haji. Pasalnya, para jemaah haji yang telah berusia lanjut memiliki resiko tinggi hadapi kematian karena penyakit degeneratif yang dideritanya.
"Kami di Komisi IX DPR RI yang turut peduli terhadap masalah kesehatan jamaah haji tidak menginginkan semakin tingginya angka kematian jamaah haji Indonesia di tanah suci pada masa yang akan datang. Kinerja Kementerian kesehatan (Kemenkes) akan dipertaruhkan sebagai kementerian yang paling bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan jamaah haji," tuturnya kepada parlementaria melalui rilis yang diterima baru-baru ini.
Diketahui, dari data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), tingkat kematian jamaah haji Indonesia di tahun 2015 mengalami peningkatan dua kali lipat dibandingkan tahun 2014. Yaitu, dari 297 jamaah haji Indonesia (2014) menjadi 605 jamaah haji Indonesia (2015).
"Saya melihat semakin panjang dan lamanya antrian mengakibatkan usia jama'ah haji kedepan akan semakin lanjut sehingga menyebabkan semakin tingginya prosentase jama'ah yang beresiko tinggi menghadapi kematian," ujar Adang.
Apabila pemerintah mampu menerapkan sistem antrian berdasar usia, lanjut Adang, maka diperkirakan pada kurun waktu lima tahun mendatang, 70 persen usia jamaah haji berada pada wilayah aman akan resiko kematian akibat usia terlalu lanjut. Hal ini disebabkan, usia jamaah haji paling tua pada kisaran 60 tahun.
"Saya berharap, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama dapat melakukan simulasi bersama untuk mengukur resiko berdasar usia. Pemerintah harus sudah mulai memikirkan keberangkatan haji tidak hanya sekedar lunas ONH, namun ada porsi minimal 50 persen dari kuota haji diurut berdasar usia," pungkas Adang.(rnm/jay,mp/DPR/bh/sya) |