Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Legislatif    
Listrik
Legislator Pertanyakan Wacana Kenaikan TDL ke Menteri ESDM
2019-11-29 06:45:43
 

Ilustrasi. Tower Sutet PLN.(Foto: BH /sya)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto mempertanyakan kebenaran isu yang beredar di media massa terkait rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) per 1 Januari 2020 kepada Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif. Ia merasa memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan kepada masyarakat atau konstituen yang banyak menanyakan terkait rencana kenaikan tariff dasar listrik.

"Dari pemaparan Pak Menteri, belum disinggung wacana yang sering saya dengar dan lihat dari media massa, terkait rencana kenaikan tarif dasar listrik per 1 januari mendatang. Ini sejatinya memang domain dari eksekutif, kami legislatif hanya mengawasi. Di sisi lain, kami memiliki tanggung jawab yang besar terhadap konstituen kami. Berbagai pertanyaan tentang rencana kenaikan tarif listrik ini sering dipertanyakan dan dikeluhkan masyarakat di dapil," ujar Mulyanto saat Rapat kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM, Arifin Tasrif beserta jajaran di ruang rapat Komisi VII DPR RI, Senayan Jakarta, Rabu (27/11).

Oleh karena itu, Politisi dari Fraksi PKS ini meminta penjelasan atas wacana atau isu yang berkembang tersebut. Apakah kenaikan TDL tersebut hanya untuk pelanggan golongan R1 atau rumah tangga 900 VA yang termasuk kategori Rumah Tangga Mampu (RTM), atau seluruh R1-900 VA termasuk Rumah Tangga Tidak Mampu (RTTM).

"Kami ingin tahu data-data yang lebih detil terkait hal ini, termasuk berapa jumlah pelanggan RTM, dan berapa jumlah pelanggan RTTM. Dan apa benar hal tersebut disebabkan adanya rencana pencabutan subsidi listrik. Agar ketika kami bertemu dengan masyarakat, kami bisa memberi penjelasan. Namun jika perlu mendapat persetujuan kami terkait hal tersebut, tentu kami akan menolaknya. Karena masyarakat saat ini tengah dibebankan dengan kenaikan premi BPJS Kesehatan," paparnya.

Sementara sebelumnya, Pemerintah melalui Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 19 Tahun 2019 memberlakukan penyesuaian tariff dasar listrik (TDL) terhadap golongan 900 VA rumah tangga mampu mulai 1 Januari 2020. Anggota Komisi VII DPR RI Rofik Hananto menolak rencana kenaikan TDL tersebut. Menurutnya, kenaikan TDL hanya akan menambah beban rakyat kecil.

"Pemerintah jangan menambah beban ekonomi di tengah-tengah masyarakat, khususnya menengah ke bawah. Sebenarnya, meskipun terdapat penurunan alokasi subsidi listrik dalam APBN 2020, pemerintah tetap bisa menunda kenaikan tarif listrik untuk golongan non-subsidi," ungkapnya melalui rilis yang diterima Parlementaria, Senin (25/11/2019).

Menurut pengamatannya, kondisi ekonomi masyarakat saat ini belum baik, apalagi faktor yang memengaruhi penyesuaian TDL seperti Indonesian Crude Price (ICP), tingkat kurs, dan inflasi menunjukkan kondisi yang relatif lebih baik. Untuk itu, tidak seharusnya pemerintah menaikkan tarif listrik. "Naiknya tarif listrik ini justru bisa mengerek tingkat inflasi yang seharusnya tidak terjadi," kata Rofik.

Dia menambahkan, dengan keputusan pemerintah yang menggunakan mekanisme automatic adjustment dalam menentukan tarif listrik, maka tidak ada urgensi bagi pemerintah untuk menaikkan tarif listrik, malah tarif listrik berpeluang turun pada tahun depan.

Automatic adjustment sendiri merupakan mekanisme penyesuaian tarif listrik secara otomatis berdasarkan perhitungan tiga variabel pembentuk Harga Pokok Penyediaan (HPP) listrik. Ketiga variabel tersebut adalah harga minyak mentah Indonesia (ICP), inflasi, dan kurs rupiah terhadap dolar AS. Selain itu, pemerintah juga menambahkan variabel Harga Batu bara Acuan (HBA) seiring dengan meningkatnya penggunaan energi batu bara yang mencapai sekitar 57 persen.

Jika mencermati perkembangan pada tahun 2019, lanjut Rofik, rata-rata ICP sudah turun ke level 63 dolar Amerika Serikat (AS) per barel atau lebih rendah dibandingkan asumsi APBN 2019 sebesar 65 dolar. Kurs rupiah hingga Oktober 2019 tercatat Rp 14.078 per dolar AS atau lebih kuat ketimbang asumsi APBN dan RKAP PLN 2019 sebesar Rp 15.000. Inflasi Oktober 2019 pun hanya 0,02 persen atau 2,22 persen pada periode Januari-Oktober.

Selain itu, harga batu bara mandatori domestik yang dijual ke PLN tetap 70 dolar AS per ton, sementara harga gas cenderung turun. Berdasarkan kecenderungan tersebut ditambah upaya efisiensi yang telah dilakukan PLN, maka Harga Pokok Produksi (HPP) listrik seharusnya tidak mengalami kenaikan, malah justru berpeluang untuk turun.

Selain menunda kenaikan tarif listrik, politisi Fraksi PKS ini menambahkan, pemerintah harus melakukan kajian data secara menyeluruh, termasuk database pelanggan listrik. Pemerintah harus melakukan update perbaikan database terlebih dahulu, sebelum nantinya melakukan penyesuaian tarif.

"Pendaftaran pelanggan baru untuk golongan 450 VA dan 900 VA non-rumah tangga mampu harus terus dibuka untuk mereka yang tergolong miskin dan tidak mampu. Agar subsidi nantinya tepat sasaran, database harus clear dulu, sehingga setiap masyarakat yang miskin dan tidak mampu benar-benar bisamendapatkan haknya terhadap akses energi. Kerjasama Kementerian ESDM dan PLN dengan berbagai pihak terutama Kemensos dan juga BPS harus diperkuat sehingga akurasi data yang tinggi dapat dicapai," paparnya.

Dia berharap, dengan konsistensi keputusan pemerintah yang menggunakan mekanisme automatic adjustment dalam melakukan penyesuaian tarif, maka pemerintah seharusnya bisa menjaga tarif listrik tetap stabil atau malah menurunkannya. Dengan begitu, pemerintah tidak menambah beban baru untuk masyarakat.

"Pemerintah harus mengutamakan kepentingan rakyat dalam menjamin keadilan akses energi. Jika memang faktor yang memengaruhi penyesuaian tarif itu dalam kondisi baik, maka tarif listrik tidak harus naik, malah seharusnya bisa turun. Pemerintah jangan menambah beban-beban baru untuk rakyat," pungkasnya.

Diketahui, permasalahan beban keuangan negara menjadi alasan pemerintah untuk mengurangi jumlah subsidi listrik dalam APBN 2020. Tahun 2019 pemerintah harus membayar kompensasi listrik kepada PLN pada kuartal I, II, dan III berturut-turut sebesar Rp 8,4 triliun, Rp 13,71 triliun, dan Rp 20,83 triliun. Pada 3 September 2019 lalu, Pemerintah dan DPR RI menyetujui pencabutan subsidi terhadap pelanggan 900 VA kategori rumah tangga mampu sehingga menurunkan subsidi listrik secara keseluruhan menjadi Rp 54,8 triliun. Angka ini lebih rendah dari APBN 2019 yang sebesar Rp 65,3 triliun.

Selama ini pemerintah masih memberikan subsidi kepada 24,4 juta pelanggan listrik 900 VA baik kategori rumah tangga mampu dan non-rumah tangga mampu. Di awal tahun 2020 nanti akan ada sekitar 17,23 juta rumah tangga yang tidak akan menerima subsidi lagi dan mengalami penyesuaian tarif. (rnm/ayu/es/DPR/bh/sya)




 
   Berita Terkait > Listrik
 
  PLN Batalkan Program Kompor Listrik, Rudi Hartono: Sebelumnya Tidak Ada Kajian
  Penghapusan Golongan Listrik 450 VA Bakal Bebani Rakyat Kecil
  Legislator Pertanyakan Wacana Kenaikan TDL ke Menteri ESDM
  Legislator Pertanyakan 'Road Map' Program 35 Ribu MW Listrik Untuk Indonesia
  Legislator Kritisi Mahalnya Harga Listrik
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2