JAKARTA, Berita HUKUM - Pada awal bulan Oktober 2018, tepatnya bertepatan memperingati Hari Kesaktian Pancasila, sejumlah ulama, Kyai, Habaib, Santri, Tokoh Aktivis serta para Purnawirawan Jenderal TNI pada, Selasa (2/10) melangsungkan Haul akbar untuk mendoakan jasa-jasa para pahlawan revolusi dan para Syuhada yang tewas atas pengkhiatan dan kekejaman Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30SPKI) yang tidak akan pernah dilupakan oleh bangsa Indonesia di Monumen Lubang Buaya, Jakarta Timur..
Habib Muhsin A.Alattas, selaku ketua panitia pelaksana dari Ormas Majelis Bangsa Indonesia (MBI) mengatakan seraya berikan himbauan agar lintas generasi, khususnya generasi muda mengerti dan memahami tentang ideologi komunis yang sangat kejam, berbahaya bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Kita semua mesti bersyukur masih diberikan nikmat hidup, bernapas, berkat perjuangan para sesepuh kita, baik alim ulama, pejuang- pejuang dan diberikan dasar-dasar way of life, baik pula alat dasar konstitusi kita UUD'45," ucapnya, Selasa (2/10).
Hingga bangsa kita menjadi besar dan bermartabat di tengah bangsa lain, akan tetapi yang dihadapi kini ditengah ujian, dimana adanya ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD'45. Sejatinya, Pancasila ialah kristalisasi nilai-nilai luhur yang ada di Indonesia, sementara ideologi Komunis yang mana anti agama dan anti Tuhan, menjadi ancaman yang pernah ada.
"Maka itu kita tidak boleh diam, baik juga pemberontakan PKI, pembantaian terhadap Ulama, dan TNI mesti kita ingat kembali," jelasnya.
"Peristiwa makar PKI pada September 1948 dan tahun 1965, serta atas dasar peristiwa tersebut ditetapkan tanggal 1 Oktober sebagai hari Kesaktian Pancasila, yang saat ini sudah mulai dilupakan," demikian ungkap Myhsin Alattas, saat berikan kata sambutan.
"Kita harus berpegang pada Undang-Undang 1945 asli, khususnya undang-undang dasar 1945 sesuai dengan dekrit presiden 5 Juli 1959, setiap ideologi bertentangan dengan Ketuhanan Yang Maha Esa tidak boleh hadir atau berada di NKRI," tegasnya.
Oleh karena itu Haul Akbar ini, menurutnya dalam rangka mengenang korban dari PKI mengedukasi tiap tahunnya, "ditambah lagi kurikulum sejarah PKI mesti dimasukan kembali. Kemudian TAP MPRS mengenai pelarangan ajaran Komunis mesti dipertahankan, soalnya, kalau tidak berjuang atau antisipasi kita akan dijajah kembal," ucapnya.
Selanjutnya, mengenai wacana rekonsiliasi, Habib Muhsin mengatakan jika hal tersebut tidak perlu dilakukan.
"Wacana rekonsiliasi tidak perlu dilakukan karena secara alami anak keturunan PKI sudah memasuki atau berada dalam berbagai kehidupan masyarakat, seperti pengusaha, pegawai negeri, dan anggota legislatif," terangnya.
"Permintaan maaf pemerintah Indonesia, lanjut Habib Muhsin, kepada keluarga PKI tidak bisa diterima dan harus ditolak karena penyebab peristiwa tersebut adalah PKI sendiri," cetusnya.
Sebagai bentuk antisipasi terhadap munculnya kembali gerakan PKI, Habib Muhsin mengatakan perlunya jihad konstitusi untuk selalu membela dan menegakkan kedaulatan negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) berdasarkan undang-undang 1945 asli dan pancasila.
Nampak hadir pantauan pewarta BeritaHUKUM.com di lokasi Monumen Lubang Buaya, selain Habib Muhsin, hadir juga Habib Ali, Mayjend TNI (Purn) Kizlan Zen, Brigjend TNI (Purn) Adityawarman, Mayjend TNI (Purn) Tatang Zaenudin, Dr. Toha Abas dan sejumlah tokoh lain, ditambah pula perwakilan Ormas yang mendukung giat Haul Akbar tersebut seperti; PP, PRASA, FPM, PA 212, DDII, FPI, STII, KB PII, RAMPAS, GEMPUR, UPI.
Dilanjutkan Mayjen TNI (purn) Kivlan Zen, dalam sambutannya juga dengan panjang lebar menceritakan sejarah kekejaman PKI dan mengajak bersama menolak kebangkitan PKI, yang kemudian diteruskan pemberian semangat serta pesan pesan oleh Mayjend TNI (Purn) Tatang Zaenudin, agar bangsa Indonesia tidak lengah mempertahankan kedaulatan Bangsa Indonesia dan NKRI.(bh/mnd) |