Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Peradilan    
Peninjauan Kembali
MK Tegaskan PK Sekali Konstitusional
2017-09-23 11:51:31
 

Ilustrasi. Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, di Jl. Merdeka Barat no 6 Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10110.(Foto: BH /mnd)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruhnya permohonan mengenai aturan Peninjauan Kembali (PK) dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman). Sidang Putusan Nomor 1/PUU-XV/2017 digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (20/9) di Ruang Sidang MK, Jakarta.

Dalam permohonannya, Pemohon yang merupakan perseorangan warga Indonesia merasa dirugikan hak-hak konstitusionalnya untuk mendapatkan putusan yang adil dari Mahkamah Agung dengan berlakunya Pasal 23 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman. Pasal 23 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman menyatakan "Terhadap Putusan Peninjauan Kembali tidak dapat dilakukan Peninjauan Kembali". Pemohon menilai ketentuan tersebut membatasi hak konstitusional Pemohon untuk melakukan upaya hukum peninjauan kembali terhadap Putusan Peninjauan Kembali Nomor 550 PK/Pdt/2000 yang merupakan peninjauan kembali atas putusan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1164 K/Pdt/1990.

Pemohon menilai, apabila pasal a quo dibatalkan, maka upaya hukum peninjauan kembali ke Mahkamah Agung dalam perkara perdata dapat diajukan lebih dari satu kali sebagaimana dalam peninjauan kembali terhadap perkara pidana.

Menanggapi permohonan tersebut, Mahkamah kembali menegaskan bahwa pembatasan PK hanya dapat dilakukan satu kali dalam perkara selain pidana, termasuk perkara perdata adalah konstitusional. Hal ini sesuai dengan Putusan MK Nomor 108/PUU-XIV/2016 yang menerangkan berbeda halnya dengan peninjauan kembali dalam perkara pidana yang tujuannya adalah untuk mencari kebenaran materiil serta perlindungan HAM dari kesewenang-wenangan negara terutama yang menyangkut hak hidup dan hak-hak fundamental lainnya.

Sehingga Mahkamah melalui Putusan a quo menegaskan bahwa untuk perkara pidana harus ada perlakuan yang berbeda dengan peninjauan kembali bagi perkara lainnya. Berdasarkan hal tersebut, Mahkamah berpendapat, pembatasan peninjauan kembali hanya satu kali dalam perkara selain pidana, termasuk perkara perdata, sebagaimana yang diatur Pasal 66 ayat (1) UU MA dan Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman adalah konstitusional.

"Oleh karena ternyata Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman yang dimohonkan pengujian dalam permohonan a quo telah pernah diputus oleh Mahkamah, dengan demikian permohonan Pemohon a quo adalah ne bis in idem," ucap Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna membacakan Pendapat Mahkamah.(LuluAnjarsari/lul/MK/bh/sya)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
5 dari 6 Orang Terjaring OTT KPK Ditetapkan Tersangka Kasus Proyek Jalan di Sumatera Utara

Pengurus Partai Ummat Yogyakarta Buang Kartu Anggota ke Tong Sampah

Kreditur Kondotel D'Luxor Bali Merasa Ditipu Developer PT MAS, Tuntut Kembalikan Uang

Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

 

ads2

  Berita Terkini
 
Psikiater Mintarsih Ungkap Kalau Pulau Dijual, Masyarakat akan Tambah Miskin

5 dari 6 Orang Terjaring OTT KPK Ditetapkan Tersangka Kasus Proyek Jalan di Sumatera Utara

Psikiater Mintarsih: Masyarakat Pertanyakan Sanksi Akibat Gaduh Soal 4 Pulau

Terbukti Bersalah, Mantan Pejabat MA Zarof Ricar Divonis 16 Tahun Penjara

Alexandre Rottie Buron 8 Tahun Terpidana Kasus Pencabulan Anak Ditangkap

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2