JAKARTA, Berita HUKUM - Mahfud MD dalam wawancara khusus di Posko 135 bilangan Matraman Jakarta Timur, Jumat (10/5) mengungkapkan bahwa penegakkan hukum di Indonesia masih lemah, dalam artian, katanya, pada sisi penegakkanya.
Memang kata Mahfud, kalau diperdebatkan hukum ada saja salahnya, namun setiap konsep itu mempunyai kebenaran menurut perspektifnya sendiri, perspektif itu sudah bagus dan menjangkau apapun yang kita inginkan.
Selain itu, selama di MK, ia mengungkapkan bahwa sejak tahun 2003 sampai 2012 sekurang-kurangnya 177 atau 180 kita membatalkan/mengabulkan yurisdiksi review, dalam artian membatalkan sebuah undang-undang.
Bagaimana menurut pandangan bapak tentang hukum di Indonesia dan pemberantasannya?
"Ya, problem kita di Indonesia ini adalah pembangunan hukum pada sisi penegakkannya, dan kalau pembangunan hukum itu kan ada 3 sisi: 1. materi hukumnya/Roh Isi hukumnya, 2. penegak hukumnya, 3. budaya hukum. Dan menurut saya materi hukum di negeri kita ini sudah bagus, dan kalau diperdebatkan hukum ada saja salahnya, kalau diperdebatkan meteri hukum itu. Tetapi setiap konsep itu mempunyai kebenaran menurut perspektifnya sendiri, perspektif itu menurut saya sudah bagus, sudah lengkap dan juga menjangkau apapun yang kita inginkan, tetapi penegakkan hukum kita ini memang masih lemah, dan disitu titik lemahnya, disisi penegakkannya, bukan disisi hukumnya, bukan disisi aturannya, dan bukan disisi budayanya," ujar Mahfud.
Selama di MK bisa dikatakan sebagai benteng terakhir, mungkin ada berapa proses hukum yang diciptakan?
"Banyak ya, nggak hafal saya, tapi lebih dari 500 sudah pasti sejak tahun 2003, dan tahun 2003 itu lebih dari 500 review, dengan sekurang-kurangnya 177 atau 180 kita membatalkan/mengabulkan yurisdiksi review, dalam artian membatalkan sebuah undang-undang, berarti sudah banyak. Kalau zaman dulu kan dari tahun 2003 sampai mundur ke tahun 45 tidak ada satupun, dan ini dari tahun 2003 sampai 2012 sekurang-kurangnya 500 lebih dengan 180 lah yang kita batalkan, dan itu sudah cukup banyak," katanya.
Artinya prestasi levelnya sudah tinggi?
"Ya, bisa diusut prestasi, bisa juga itu biasa-biasa saja, bukan prestasi, dan memang tugasnya ya. Maksud saya, ternyata ada 180 kali misalnya DPR dan pemerintah keliru membuat UU dan dibatalkan oleh MK," pungkasnya.(bhc/opn)
|