JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Pengacara mantan Direktur TVRI Sumita Tobing, Erick S Paat akan menolak eksekusi terhadap kliennya yang akan dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada Jum’at 27 April besok. Selain dinilai putusan yang dijadikan dasar cacat hukum, ia juga menyatakan upaya eksekusi itu melanggar HAM.
“Tentunya akan berjuang habis-habisan dengan rencana eksekusi terhadap klien kami. Karena dasar eksekusi yang menggunakan perkara 856 itu cacat dan melanggar hukum,” tegas Erick kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Rabu (25/4).
Ia juga menduga adanya mafia hukum yang dilakukan oleh Hakim Agung Kasasi Mahkamah Agung (MA) atas nama kliennya yang saling bertolak belakang.
“Dalam putusan sebelumnya, klien kami divonis bebas. Tetapi sebaliknya dalam putusan yang lain justru divonis hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan penjara. Inikan aneh. Bagaimana satu perkara yang sama, tapi divonis berbeda,” tegasnya.
Dalam amar putusan perkara Kasasi bernomor 857K/PIDSUS/2009, tertanggal 23 April 2009, Majelis Hakim Agung membebaskan Sumita Tobing dari semua tuduhan. Dua tahun kemudian dalam amar putusan 856 yang dikeluarkan MA, justru terdakwa kasus korupsi ini divonis 1 tahun 6 bulan penjara.
“Bagaimana mungkin, tiba-tiba setelah dua tahun terjadi perubahan tanpa ada pemberitahuan lebih dahulu. Bahkan yang lebih aneh lagi, MA baru mengatakan nomor perkara Sumita adalah 856. Jelas fakta ini ada yang tidak beres dan rekayasa,” tegas Erick geram.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sumita Tobing dituduh telah melakukan Korupsi terkait penunjukan langsung proyek pengadaan suku cadang di TVRI senilai Rp 12,4 miliar. Jaksa mendakwa dengan ketentuan Pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU 31/99 sebagaimana diubah UU 20/2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP tentang tindak pidana korupsi. (bhc/man) |