Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Peradilan    
Tipikor
Mantan Ketua DPR Perbaiki Permohonan Uji KUHP dan UU TIPIKOR
2016-03-11 17:11:31
 

Kuasa Hukum Pemohon Muhammad Ainul Syamsu (tengah) saat menyampaikan perbaikan permohonan perkara uji materi UU Tipikor, Selasa (8/3) di Ruang Sidang Panel Gedung MK.(Foto: Humas/Ganie)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Sidang uji materiil Undang-Undang No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP) dan UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang perkara Nomor 21/PUU-XIV/2016 yang diajukan oleh Mantan Ketua DPR Setya Novanto tersebut digelar pada Rabu (8/3) di ruang sidang MK.

Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Patrialis Akbar, Pemohon yang diwakili Muhammad Ainul Syamsu telah memperbaiki permohonan terutama terkait kedudukan hukum dan alasan permohonan. Terkait kedudukan hukum, lanjut Ainul, pemohon mengubahnya menjadi perseorangan warga negara yang dirugikan dengan penetapan dirinya sebagai terperiksa dalam kasus dengan PT Freeport.

"Kemudian secara potensial ada kerugian karena jikalau pemeriksaan itu berlanjut maka sangat potensial Pemohon itu akan terus diikutsertakan dalam pemeriksaan, yaitu karena pemeriksaan itu bermula dari pertemuan dan pembicaraan yang menurut pemeriksa pertemuan dan pembicaraan itu dihadiri oleh Pemohon dan dua orang lainnya," paparnya.

Lebih lanjut, Pemohon yang sebelumnya meminta adanya penambahan frasa "kualitas dan kapasitas" dalam Pasal 88 KUHP dan Pasal 15 UU Tipikor, menghapus kata "kapasitas" dalam perbaikan permohonannya.

"Kami menghilangkan 'kapasitas', jadi hanya menggunakan kata 'kualitas' karena memang kata 'kapasitas' kadangkala dalam hukum pidana digunakan untuk menjelaskan tentang kemampuan bertanggung jawab supaya tidak terjadi bias, kemudian sumir, atau hal-hal yang tidak jelas. Kami hanya menggunakan 'kualitas' untuk menggambarkan delik kualitatif," terangnya.

Pada sidang perdana, Pemohon mendalilkan hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 88 KUHP dan Pasal 15 UU Tipikor. Pemohon menilai bahwa pengertian tentang "pemufakatan jahat" dalam Pasal 88 KUHP yang juga menjadi acuan bagi beberapa UU, termasuk oleh UU Tipikor, tidak jelas dan berpotensi menyebabkan terjadinya pelanggaran hak asasi akibat penegakan hukum yang keliru.

Pengertian pemufakatan jahat dalam pasal 88 KUHP, menurut Pemohon, hanya sesuai untuk diterapkan terhadap tindak pidana umum sebab jika dipergunakan pula dalam tindak pidana khusus seperti pada UU Tipikor yang mensyaratkan kualitas tertentu akan berpotensi memunculkan kesewenang-wenangan sebagaimana yang saat ini secara nyata dialami Pemohon.

Sebagai contoh penerapan Pasal 88 KUHP terhadap tindak pidana umum yang tidak mensyaratkan kualitas tertentu adalah Pasal 110 ayat (1) KUHP. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa pemufakatan jahat untuk melakukan kejahatan menurut Pasal 104, 106, 107 dan 108 UU KUHP diancam berdasarkan ancaman pidana dalam pasal-pasal tersebut.

Terkait dengan status hukum Pemohon sebagai terperiksa kasus dugaan tipikor, sejumlah pemberitaan di media memuat pemberitaan yang menyatakan bahwa Direktur Penyelidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus memandang pemohon terlibat dalam permufakatan jahat untuk memperpanjang izin divestasi saham PT. Freeport Indonesia. Sementara, menurut pemohon, hal tersebut mustahil dilakukan karena dirinya tidak pada posisi yang memiliki kewenangan untuk melakukan hal tersebut. Dalam kasus pemohon, Pasal 88 KUHP diterapkan terhadap delik-delik kualitatif seperti Pasal 3 UU Tipikor yang mencantumkan penyalahgunaan wewenang sebagai unsur delik. Padahal dalam Pasal 3, pembuat deliknya haruslah pejabat yang mempunyai kewenangan tertentu.(LuluAnjarsari/lul/mk/bh/sya)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
5 dari 6 Orang Terjaring OTT KPK Ditetapkan Tersangka Kasus Proyek Jalan di Sumatera Utara

Pengurus Partai Ummat Yogyakarta Buang Kartu Anggota ke Tong Sampah

Kreditur Kondotel D'Luxor Bali Merasa Ditipu Developer PT MAS, Tuntut Kembalikan Uang

Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

 

ads2

  Berita Terkini
 
Psikiater Mintarsih Ungkap Kalau Pulau Dijual, Masyarakat akan Tambah Miskin

5 dari 6 Orang Terjaring OTT KPK Ditetapkan Tersangka Kasus Proyek Jalan di Sumatera Utara

Psikiater Mintarsih: Masyarakat Pertanyakan Sanksi Akibat Gaduh Soal 4 Pulau

Terbukti Bersalah, Mantan Pejabat MA Zarof Ricar Divonis 16 Tahun Penjara

Alexandre Rottie Buron 8 Tahun Terpidana Kasus Pencabulan Anak Ditangkap

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2