JAKARTA, Berita HUKUM - Wasekjen PBNU Masduki Baidlowi mengatakan perkembangan media sosial (medsos) harus disikapi dengan bijaksana. Sebab jika tidak, banyak kemungkinan negatif yang ditimbulkannya. Diantaranya, isu intoleransi yang bermula dari medsos.
"Tema yang saat ini sedang menjadi pembicaraan hangat. Intoleransi menjadi tantangan kita semua. Tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga di berbagai negara baik negara berkembang maupun maju. Isu intoleransi, radikalisme dan terorisme banyak sudah gunakan smartphone dan mudah mempengaruhi orang-orang yang labil biasanya mereka yang baru lulus sekolah dan belum mendapatkan pekerjaan. Apalagi paham keagamaannya tidak dalam," ujar Masduki.
Masduki menyampaikan hal itu dalam Talkshow Peci dan Kopi bertajuk Intoleransi dan Tantangan Kebhinekaan yang diadakan Channel 164 di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (28/2).
Analis Intelijen Utama Densus 88 Polri, Brigjen Ibnu Suhendra juga berpendapat bahwa medsos memberikan pengaruh terhadap munculnya intoleransi di masyarakat. "Terkait perkembangan radikalisme dan terorisme bahwa intoleransi embrio dari radikalisme. Dan radikalisme adalah embrio dari terorisme. Medsos saat ini sangat berpengaruh. Banyak teroris yang kita tangkap dari Aceh sampai Timika melakukan aksinya didasari pada pesan-pesan di medsos yang disampaikan oleh para jihadis," kata dia.
Sekjen Ikatan Alumni Syam Indonesia (Alsyami) M. Najih Arromadloni mengungkapkan betapa pentingnya sikap untuk menangkal persoalan intoleransi. "Hal itu lebih berbahaya dari terorisme karena negara kita didirikan dari asas kebhinekaan dan paham intoleransi itu dapat menggerogoti persatuan dan kesatuan kita," jelasnya.
Sementara itu, pelaku Bom Bali 1, Ali Imron, mengungkapkan bahwa paham intoleransi merupakan dasar berkembangnya radikalisme. "Bisa dipastikan radikalisme itu berawal dari intoleransi. Awalnya mereka eksklusif, tak mau berbaur, karena hanya menganggap kelompok mereka yang benar," pungkasnya.(bh/mos) |