JAKARTA, Berita HUKUM - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA diminta menjadi keynote speaker dalam acara Diskusi dan Deklarasi Pembentukan Masyarakat Peduli Penyiaran kerja sama antara KPID Jakarta dan Universitas Al Azhar Indonesia, Senin 22 Agustus 2022.
Dalam kesempatan itu, HNW sapaan akrabnya mengapresiasi kerja sama ini karena pengawasan terhadap berita tidak lagi diperlukan hanya terhadap TV maupun Radio, tetapi seharusnya juga perlu diberikan kewenangan untuk menjamah media sosial sekaligus penguatannya. Pasalnya, saat ini berkembang fenomena dimana media sosial juga dapat dimanfatkan untuk mengkoreksi pemberitaan yang dilakukan oleh media mainstream, seperti TV dan Radio.
HNW memaparkan pentingnya media untuk mempraktekkan dengan disiplin kode etik jurnalistik, agar selalu menghadirkan siaran pemberitaan yang sehat karena rakyat Indonesia sudah semakin cerdas dalam menyikapi peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat. Apalagi di saat Bangsa sudah memasuki tahun-tahun politik yang sangat sensitif terkait dengan penyebaran berita yang benar maupun yang hoax, agar tidak terulang pembelahan Bangsa karena Pilpres sebagaimana pada Pilpres 2019 akibat dari berita yang membelah yang tidak diawasi dan diberikan sangsi yang menjerakan.
Ia menjelaskan salah satu contoh yang bisa menjadi bahan pembelajaran soal pemberitaan yang bermasalah adalah kasus kematian Brigadir J. "Kalau diikuti dari siaran pemberitaan awal, seolah-olah yang bersalah adalah Brigadir J. Ada kejahatan seksual. Lalu, ada blaming terhadap korban," ujarnya, Senin (22/8).
Namun, belakangan terbukti siaran pemberitaan tersebut salah dan berasal dari sumber yang berbohong. "Hal ini terbongkar setelah masyarakat atau netizen gaduh dan pengacaranya bersikukuh karena melihat banyaknya kejanggalan," tuturnya.
HNW menambahkan seharusnya KPID terus meluaskan pengawasannya agar jurnalis media lebih profesional tidak hanya sekedar mengutip pernyataan dari sumber yang ada, tetapi melakukan investigasi yang memadai untuk menghadirkan siaran berita yang baik dan benar kepada masyarakat. "Ini bagian penting untuk kita berhati-hati semua. Siaran yang sehat dan cerdas untuk masyarakat harus terus berupaya dihadirkan, karena Rakyat yang makin kritis dan cerdas akan menghukum media atau pemberitaan yang justru membodohi Rakyat dengan menyebarkan berita bohong atau partisan," tukasnya.
Karenanya, HNW mengapresiasi sikap masyarakat yang bisa mengkritisi informasi melalui sosial media dan mengoreksi pemberitaan media mainstream yang tidak tepat. Oleh karenanya, media juga harus terus bisa berbenah diri, apalagi di tahun-tahun politik, agar media benar-benar diawasi agar bisa menjadi pilar demokrasi dan tidak malah dibiarkan partisan condong menjadi juru kampanye bagi pihak tertentu dengan mengambil alih hak Rakyat untuk mendapat berita yang benar dan seimbang," ujarnya.
HNW berharap para pemangku kepentingan, termasuk Komisi Penyiaran Indonesia baik di tingkat pusat dan daerah agar dapat meningkatkan kinerja dan kolaborasi kampus maupun pihak-pihak lainnya guna mengawasi siaran pemberitaan yang tidak berpihak kepada kebenaran dan kemanfaatan yang diperlukan oleh masyarakat. Apalagi, ketentuan soal hal tersebut dituangkan ke dalam Pasal 28F UUD NRI 1945. Yaitu "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia."
"Dari ketentuan tersebut, kita perlu memahami bahwa memperoleh informasi yang sehat melalui siaran pemberitaan merupakan hak dasar rakyat yang dijamin oleh konstitusi dan dipenuhi oleh negara, karenanya mengawasinya menjadi kewajiban bagi pemenuhan HAM yang dijamu oleh UUDNRI 1945," pungkasnya.(MPR/bh/sya)
|