JAKARTA, Berita HUKUM - Kementerian Pertanian yang diwakili Badan Penelitian Pengembangan Pertanian mengadakan sinergi guna mengembangkan dan mengoptimalkan hasil riset inovasi. Sinergi dilakukan bersama Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) yang diwakili oleh sejumlah lembaga dibawah naungan Kemenristek Dikti, yaitu Ristek, BPPT, LIPI dan Batan.
Sebagaimana diamanatkan Presiden Joko Widodo, Kepala Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian Dr. M. Syakir mengatakan, dilakukan sinergi ditujukan mempercepat perwujudan kedaulatan pangan sesuai potensi yang dimiliki masing-masing lembaga guna mempercepat terwujudnya kedaulatan pangan dan kesejahteran petani.
"Kami telah menyepakati tiga poin, yaitu riset strategis kedaulatan pangan guna ketahanan energi, kami pun menyepakati untuk menggunakan teknologi yang sudah ada untuk mengoptimalkan produksi Jagung, Kedelai, Kakao serta gula. Pun termasuk mengoptimalkan teknologi pendukung. Sedangkan poin terakhir yang akan kami kerjakan adalah melakukan pemetaan diwilayah perbatasan," papar M. Syakir, Rabu (1/6) dalam jumpa pers di Kantor Badan Penelitian Pengembangan Pertanian di Jakarta.
Dalam kesempatan jumpa pers, Kepala Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian Dr. M. Syakir didampingi Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr. Bambang Sunarko, Deputi Sains dan Aplikasi Teknologi Nuklir BATAN, Dr. Ferhat Aziz, Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi Dr. Muhammad Dimyati, serta Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kemenristekdikti, dan Dr. Jumain Appe dan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian Prof, Dr. Muladno yang diwakili Sekretaris Jenderal PKH.
Sementara, menurut Muhammad Dimyati, banyak teknologi yang dihasilkan dari hasil riset di sejumlah lembaga litbang, tapi ada faktor x yang menghambat produk riset pertanian itu, sehingga belum bisa menembus pasar dan kemudian dipakai petani. Akibatnya produktivitas petani pun menjadi rendah karena teknologi itu kurang dimanfaatkan.
"Ya, sangat disayangkan tidak tersedianya teknologi untuk kalangan petani di pasaran. Saya belum dapat memastikan faktor apa yang menyebabkan teknologi yang diciptakan para peneliti Indonesia itu kalah bersaing karena katanya, faktor penghambat tersebut masih diteliti dan dicari solusinya," paparnya, dalam temu media bertajuk 'Membumikan Riset Strategis untuk Kesejahteraan Petani', di Gedung Balitbang Kementerian Pertanian.
Balitbang Pertanian sendiri telah mengembangkan hasil riset dan teknologi pertanian untuk mencapai swasembada pangan. Untuk itu, pihaknya, tengah mengkaji agar keberadaan teknologi hasil riset Balitbang dapat langsung dirasakan petani.
"Kami dalam skala besar akan mengembangkan dan menerapkan inovasi teknologi pertanian di daerah perbatasan," ujar Syakir.
Untuk mencapai visi tersebut, Balitbang bersama lembaga pemerintah lainnya telah melakukan pemetaan ekosistem, aksebilitas lahan di sejumlah wilayah pertanian mengingat teknologi hasil riset Balitang harus sesuai dengan kondisi lahan pertanian di masing-masing wilayah. Ia berharap teknologi hasil riset Balitbang dapat menjawab berbagai keterbatasan pada sumberdaya yang ada.
"Saya optimistis, sinergi dan kerjasama dapat memperkuat pertanian sehingga mampu meningkatkan produktivitas pertanian petani dan mendorong pembangunan di industri pertanian. Dan diharapkan Indonesia dapat menuju swasembada pangan," tandasnya.(bh/mat) |