Oleh: Aan Andrianih, SH,MH
UNDANG-UNDANG merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Selain Undang-Undang, Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi), dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota juga termasuk jenis dalam hierarkhi peraturan perundang-undangan. menurut Bagir Manan sebagaimana dikutip oleh Maria Farida Indrati Soeprapto dalam buku Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi Materi dan Muatan (hal. 10-11), peraturan perundang-undangan adalah:
1) Setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat atau mengikat umum
2) Merupakan aturan-aturan tingkah laku yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai hak, kewajiban, fungsi, dan status atau suatu tatanan
3) Merupakan peraturan yang mempunyai ciri-ciri umum-abstrak atau abstrak-umum, artinya tidak mengatur atau tidak ditujukan pada obyek, peristiwa atau gejala konkret tertentu.
4) Dengan mengambil pemahaman dalam kepustakaan Belanda, peraturan perundang-undangan lazim disebut dengan wet in materiёle zin atau sering juga disebut dengan algemeen verbindende voorschrift.
Berdasarkan KBBI undang-undang adalah ketentuan dan peraturan negara yg dibuat oleh pemerintah (menteri, badan eksekutif, dsb), disahkan oleh parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat, badan legislatif, dsb), ditandatangani oleh kepala negara (presiden, kepala pemerintah, raja), dan mempunyai kekuatan yg mengikat; aturan yg dibuat oleh orang atau badan yg berkuasa. Sedangkan berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang no.11 tahun 2011 undang-undang merupakan Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama Presiden.
Berdasarkan uraian tersebut maka yang dimaksud dengan peraturan perundangan-undangan adalah semua peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang telah ditetapkan. Sedangkan, undang-undang merupakan salah satu jenis dari peraturan perundang-undangan.
Dalam membentuk suatu Undang-Undang maka diawali dengan pembentukan suatu rancangan undang-undang terlebih dahulu, sebuah Rancangan Undang-Undang dapat berasal dari DPR (usul inisiatif DPR) atau dari Pemerintah (Presiden), Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR dapat pula berasal dari DPD (Rancangan Undang-Undang dari DPD merupakan Rancangan Undang-undang terkait otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah).
Di dalam DPR sendiri ada beberapa komponen yang berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang, yaitu anggota, komisi, gabungan komisi, atau badan legislasi.
Suatu rancangan Undang-Undang pada dasarnya harus berisi materi muatan mengenai:
a. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945.
b. Perintah suatu Undang-Undang untuk di atur dengan undang-undang.
c. Pengesahan perjanjian internasional tertentu.
d. Tindak lanjut atas putusan mahkamah konstitusi. Dan
e. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Dalam membentuk suatu Rancangan Undang-Undang anggota, komisi, gabungan komisi, atau badan legislasi dalam proses penyiapan RUU di bantu oleh perancang peraturan perundang-undangan, Peneliti serta tenaga ahli yang berada di lingkungan sekretariat jenderal DPR RI. Dalam melaksanakan fungsinya membantu anggota, komisi, gabungan komisi, atau badan legislasi dalam menyusun RUU inisiatif DPR, Peneliti (P3DI) yang bertugas melakukan penelitian atas substansi RUU dan tim perancang sekretariat DPR yang menuangkan hasil penelitian tersebut menjadi sebuah rancangan undang-undang yang pada akhirnya menjadi rancangan Undang-Undang Inisiatif DPR.
1. PENYUSUNAN RUU DARI DPR
Penyusunan suatu rancangan undang-undang di lakukan berdasarkan pada Naskah akademik yang merupakan naskah hasil penelitan atau pengkajian hokum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat di pertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah dalam suatu rancangan undang-undang sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
Rancangan undang-undang dapat di ajukan oleh 1 (satu) orang anggota atau lebih, pengajuan RUU tersebut harus di dukung oleh anggota yang lainnya yang di tandai dengan pembubuhan tanda tangan tanda persetujuan adanya usulan RUU dari anggota, begitupula dengan penyusunan RUU dari komisi, gabungan komisi ataupun badan legislasi RUU harus di tetapkan terlebih dahulu pada rapat komisi, rapat gabungan komisi, ataupun rapat badan legislasi tentang adanya usulan penyusunan RUU.
Usul penyusunan RUU dengan memperhatikan program legislasi nasional. Dalam menyusun rancangan undang-undang anggota, komisi, gabungan komisi, atau badan legislasi dapat meminta masukkan dari masyarakat dengan cara menyebarluaskan ruu melalui media cetak dan atau elektronik, rapat dengar pendapat umum, kunjungan kerja kedaerah, yang hasilnya dapat di jadikan sebagai bahan untuk penyempurnaan konsepsi Rancangan undang-undang.
Selanjutnya rancangan undang-undang yang telah di setujui dalam rapat komisi atau rapat gabungan komisi di sampaikan kepada badan legislasi untuk dilakukan pengharmonisasian , pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang.
RUU yang telah di harmonisasi dan telah di setujui dalam rapat badan legislasi kemudian di kembalikan kepada pengusul di lengkapi dengan keterangan pengusul dan naskah akademik yang selanjutnya Usul RUU beserta keterangan pengusul disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPR untuk selanjutnya diajukan dalam rapat paripurna terdekat.
Rancangan undang-undang yang di terima oleh pimpinan DPR selanjutnya diteruskan kepada badan musyawarah untuk dilakukan penjadwalan rapat paripurna mengenai pendapat fraksi-fraksi terkait adanya rancangan undang-undang yang diajukan, dalam paripurna tersebut setiap fraksi memberikan pandangan serta pendapatnya terkait rancangan undang-undang Selanjutnya, rapat paripurna memutuskan apakah usul RUU tersebut secara prinsip dapat diterima menjadi RUU usul DPR atau tidak.
Keputusan dalam rapat paripurna tersebut dapat berupa :
a. persetujuan;
b. persetujuan dengan perubahan; atau
c. Penolakan
Dari tiga keputusan dalam rapat paripurna tentang kemungkinan keputusan penerimaan RUU usul DPR, maka langkah selanjutnyatergantung dari keputusan akhirnya dengan penjelasan sebagai berikut:
- RUU disetujui
Apabila keputusan paripurna menyetujui tanpa perubahan maka rancangan undang-undang inisiatif DPR langsung di sampaikan kepada Presiden.
- RUU Disetujui dengan Perubahan
Apabila rancangan undang-undang disetujui dengan perubahan, DPR menugaskan kepada Komisi, Badan Legislasi, atau Panitia Khusus untuk membahas dan menyempurnakan rancangan undang-undang tersebut.
Setelah disetujui menjadi rancangan undang-undang usul inisiatif dari DPR, Pimpinan DPR menyampaikan kepada Presiden dengan permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang akan mewakili Pemerintah dalam melakukan pembahasan rancangan undang-undang tersebut bersama-sama dengan DPR.
- RUU ditolak
Apabila suatu RUU berdasarkan keputusan paripurna menyatakan penolakan untuk menjadi usul inisiatif, maka rancangan undang-undang tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.
2. TAHAP PEMBAHASAN
Rancangan undang-undang yang telah di tetapkan menjadi usul inisiatif DPR dan telah disampaikan kepada pemerintah (menunjuk Menteri yang akan mewakili Pemerintah dalam melakukan pembahasan rancangan undang-undang tersebut bersama-sama dengan DPR), RUU berlanjut ke tingkat musyawarah.
Pembahasan rancangan undang-undang dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan yang terdiri dari:
A. Pembicaraan Tingkat I
Pembahasan pada tingkat I ini dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat panitia khusus, atau rapat Badan Anggaran bersama dengan menteri yang mewakili Presiden. DPD ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Pembahasan rancangan undang-undang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) kali masa sidang dan dapat diperpanjang oleh Badan Musyawarah untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) kali masa sidang.
Agenda Pembicaraan Tingkat I adalah sebagai berikut:
1) pengantar musyawarah;
Dalam pengantar musyawarah, DPR memberikan penjelasan dan Presiden menyampaikan pandangan apabila rancangan undang-undang berasal dari DPR, DPR memberikan penjelasan serta Presiden dan DPD menyampaikan pandangan apabila rancangan undang-undang berasal dari DPR yang berkaitan dengan kewenangan DPD, Presiden memberikan penjelasan dan DPR memberikan pandangan apabila rancangan undang-undang berasal dari Presiden; atau Presiden memberikan penjelasan serta DPR dan DPD menyampaikan pandangan apabila rancangan undang-undang berasal dari Presiden yang berkaitan dengan kewenangan DPD, Dalam hal DPD tidak memberikan pandangan dan pendapat dalam pengantar musyawarah, Pembicaraan Tingkat I tetap dilaksanakan.
2) pembahasan daftar inventarisasi masalah.
Daftar inventarisasi masalah diajukan oleh:
1. Presiden, apabila rancangan undang-undang berasal dari DPR;
2. DPR, apabila rancangan undang-undang berasal dari Presiden;
3. DPR dan DPD jika RUU berasal dari Presiden sepanjang terkait dengan kewenangan DPD;
4. DPR dan Presiden jika RUU berasal dari DPD sepanjang terkait dengan kewenangan DPD; atau
5. DPD dan presiden jika RUU berasal dari DPR sepanjang terkait dengan kewenangan DPD.
3) penyampaian pendapat mini sebagai sikap akhir.
Penyampaian pendapat mini disampaikan pada akhir Pembicaraan Tingkat I oleh:
1. Fraksi;
2. DPD, apabila rancangan undang-undang berkaitan dengan kewenangan DPD; dan
3. Presiden.
4) pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan pada akhir Pembicaraan Tingkat I, dilakukan dengan acara:
a. pengantar pimpinan komisi, gabungan komisi, Badan Legislasi, panitia khusus, atau Badan Anggaran;
b. laporan panita kerja;
c. pembacaan naskah RUU;
d. pendapat akhir mini sebagai sikap akhir;
e. penandatanganan naskah RUU; dan
f. pengambilan keputusan untuk melanjutkan pada Pembicaraan Tingkat II
B. Pembicaraaan Tingkat II
Hasil Pembicaraan Tingkat I atas pembahasan rancangan undang-undang yang dilakukan oleh komisi, gabungan komisi, Badan Legislasi, panitia khusus, atau Badan Anggaran dengan Pemerintah yang diwakili oleh menteri dilanjutkan pada Pembicaraan Tingkat II untuk mengambil keputusan oelh DPR dan Pemerintah dalam rapat paripurna yang didahului oleh:
1. penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil Pembicaraan Tingkat I;
2. pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan
3. pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh menteri yang mewakilinya.
Dalam hal persetujuan tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
Dalam hal rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan bersama antara DPR dan Presiden, rancangan undang-undang tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu. Rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden yang diwakili oleh menteri, disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang.
3. TAHAP PENGESAHAN
Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Penyampaian Rancangan Undang-Undang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
Rancangan Undang-Undang disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden.
Dalam hal Rancangan Undang-undang tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama, berdasarkan Pasal 20 ayat (5) UUDNRI Tahun 1945 dan Pasal 73 ayat (2) Undang-Undang No.12 Tahun 2011, maka Rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan.
4. TAHAP PENGUNDANGAN
Pengundangan adalah penempatan undang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, dan penjelasan undang-undang dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia. Pengundangan dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
Pada prinsipnya pembentukan peraturan perundang-undangan yang berdasarkan pada Pancasila. Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.(aan/bhc/sya)
*Penulis adalah Perancang peraturan Perundang-undangan bidang Kesra di Sekretariat Jenderal DPR RI.
|