Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Politik    
Politik
Mengungkap Sejarah Tidak Boleh Bias Politik dan Kepentingan
2021-11-29 05:29:36
 

Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir, M.Si Ketua Umum PP Muhammadiyah.(Foto: Istimewa)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Sejarah sering membicarakan peristiwa masa lampau. Sebagai disiplin ilmu yang berfungsi untuk melacak kebenaran peristiwa yang terjadi di masa lalu, sejarah harus diungkapkan secara jujur dan apa adanya. Selain itu, rekaman peristiwa sejarah yang terjadi tidak mungkin tunggal atau terpisah dengan peristiwa yang lain, melainkan tersusun berdasarkan urutan kronologis. Contohnya sejarah kebangkitan nasional.

"Dalam sejarah kebangkitan nasional ada banyak peristiwa seperti perang gerilya, di Muhammadiyah ada Askar Perang Sabil, kemudian di Surabaya ada 10 November dalam satu rangkaian yang panjang, itu dia punya hukumnya sendiri sebagai sesuatu yang objektif yang terjadi relasi aktor perannya serta konteksnya itu pasti tidak tunggal," kata Haedar Nashir dalam acara Kongres Sejarawan Muhammadiyah pada Sabtu (27/11).

Sebelum terjadi peristiwa Pertempuran Surabaya 10 November 1945, semuanya bermula dari 9 September 1945 ketika lahir gerakan revolusi kawula muda yang dipimpin Bung Tomo. Sebelum mencapai puncaknya, beberapa kalangan turut berkontribusi dalam menyalakan api revolusi dan menentang penjajahan, termasuk dari kalangan umat Islam seperti Muhammadiyah yang melibatkan Mas Mansur hingga dirinya dipenjara, Nahdlatul Ulama dengan Resolusi Jihad KH. Hasyim Asyari, dan lain-lain.

Karenanya, sejarah kebangkitan nasional tidak terjadi sebagai peristiwa tunggal melainkan banyak faktor yang terlibat langsung di dalamnya. Haedar tidak setuju bila satu peristiwa sejarah sebagai satu-satunya pemicu revolusi 10 November, padahal dalam kenyataannya sangat kompleks. Karena hal tersebut akan menafikan peran elemen-elemen pergerakan lain di Surabaya pada waktu itu.

"Sering kita ketika berbicara sejarah yang terjadi adalah simplifikasi. Hanya satu peristiwa, hanya satu aktor. Apalagi ketika masuk konstruksi politik itu tergantung siapa pemenang politik di suatu rezim, dia yang akan mengkonstruksi tunggal," kata Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.

Karenanya, sejarah harus dibuktikan dengan mengikuti kaidah-kaidah ilmu pengetahuan tanpa dilatari bias politik dan kepentingan individu atau kelompok. Sebab masyarakat yang pasif mungkin tidak pernah tahu bias tersebut, sehingga seringkali pandangan akademisi yang telah mengkaji sejarah sejalan dengan kaidah-kaidah objektif-ilmiah dikalahkan oleh keputusan penguasa.

"berebut tafsir sejarah tidak masalah sejauh bisa dipertanggungjawabkan, objektif ilmiah, dan mengikuti kaidah-kaidah ilmu pengetahuan yang selalu punya sifat dialogis dan keterbukaan. Tapi sering kita mandeg ketika dihadapkan dengan politik dan kekuasaan, sehingga di situ kita buntu karena terkunci oleh keputusan," ujar Haedar.

"Kepenting-kepentingan politik seringkali terjadi dusta akan sejarah atau pendustaan terhadap sejarah, atau mungkin bisa juga bisa dibilang konstruksi sepihak yang sebenarnya tidak boleh terjadi, karena sekali bisa dilakukan oleh otoritas manapun, itu sejarha tidak bisa dimanipulasi, suatu saat otoritas itu akan rekonstruksi oleh otoritas yang lain," tegas Pria Kelahiran Bandung, Jawa Barat, 25 Februari 1958 ini.(muhammadiyah/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Politik
 
  Moralitas dan Spiritualitas Solusi Masalah Politik Nasional Maupun Global
  Tahun Politik Segera Tiba, Jaga Kerukunan Serta Persatuan Dan Kesatuan
  Memasuki Tahun Politik, HNW Ingatkan Pentingnya Siaran Pemberitaan yang Sehat
  Syahganda Nainggolan Desak Jokowi Terbitkan Inpres Agar Menteri Tak Bicara Politik Sampai 2023
  Hadapi Tahun Politik 2024, Syarief Hasan: Pentingnya Mengedepankan Politik Yang Santun
 
ads1

  Berita Utama
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

Pakar Hukum: Berdasarkan Aturan MK, Kepala Daerah Dua Periode Tidak Boleh Maju Lagi di Pilkada

 

ads2

  Berita Terkini
 
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Hari Guru Nasional, Psikiater Mintarsih Ingatkan Pemerintah Agar Segera Sejahterakan Para Guru

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Judi Haram dan Melanggar UU, PPBR Mendesak MUI Mengeluarkan Fatwa Lawan Judi

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2