JAKARTA, Berita HUKUM - Menteri yang maju menjadi calon anggota legislatif (caleg), tidak berkewajiban mengundurkan diri dari jabatannya. Tidak adanya kewajiban undur diri tersebut, dinilai tidak menjamin kepastian hukum yang adil, sebagaimana dijamin dalam UUD 1945. Hal ini menjadi alasan Arif Sahudi dan Ahmad Rizal, dua orang warga Kota Surakarta, Jawa Tengah, untuk mengajukan pengujian Pasal 51 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu Legislatif) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, Kamis (20/06), kuasa hukum para Pemohon dalam Nomor Perkara 59/PUU-XI/2013, W. Agus Sudarsono, menjelaskan tidak adanya kewajiban pengunduran secara permanen bagi menteri yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang. Selain itu, tidak diaturnya jabatan menteri dalam UU Pemilu Legislatif menyebabkan para pemohon sebagai warga Negara yang membayar pajak tidak terlayani dengan baik.
Pasal 51 ayat (1) huruf k UU Pemilu Legislatif selengkapnya berbunyi, “Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan : k. mengundurkan diri sebagai Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Direksi, Komisaris, Dewan Pengawas dan Karyawan pada Badan Usaha Milik Negara dan/ atau Badan Usaha Milik Daerah atau Badan lain yang keuangannya bersumber pada keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali.”
Para pemohon meminta kepada MK agar Pasal 51 ayat (1) huruf k dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Menteri dan atau jabatan lain yang berdasarkan ketentuan UU dipersamakan dengan jabatan setingkat Menteri
Terhadap permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi memberikan nasihat kepada para Pemohon agar mencari ketentuan dalam UUD yang terkait dengan argumentasi permohonan. Sebab menurut Fadlil, keterkaitan berlakunya norma yang diuji dengan kerugian konstitusional para pemohon belum nampak.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat menasihati para Pemohon agar menguraikan mengenai tidak adanya kewajiban pengunduran diri secara permanen dari jabatannya bagi menteri yang menjadi caleg merupakan masalah konstitusionalitas yang merugikan para Pemohon.
Sementara Ketua Pleno Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva mengingatkan mengingatkan bahwa ketentuan tersebut pernah diuji dan diputus oleh MK dalam perkara Nomor 45/PUU-VIII/2010, 12/PUU-XI/2013, dan perkara Nomor 15/PUU-XI/2013. Bahkan MK saat ini juga tengah memroses pengujian Pasal 51 ayat (1) huruf k UU Pemilu Legislatif, yaitu dalam perkara Nomor 57/PUU-XI/2013 yang diajukan oleh FX Arief Poyuono. Arief Poyuono mendalilkan, kewajiban pengunduran diri bagi pejabat publik dalam mekanisme pencalegan semestinya ditafsirkan secara sama untuk seluruh pejabat publik, termasuk bagi para Menteri yang mendaftarkan diri sebagai bakal caleg. Sebelum mengakhiri persidangan, Hamdan memberi kesempatan waktu selama 14 hari kepada para Pemohon untuk memperbaiki permohonannya.(ilh/nr/bhc/opn) |