JAKARTA, Berita HUKUM - Perseteruan Mantan Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamuddin dengan PT Tirto Alam Cindo (TAC) bagaikan bola salju. Pasalnya, Mantan Gubernur tersebut melaporkan balik PT TAC ke Polda Metro Jaya.
Laporan tersebut dilakukan Heru Pratama selalu salah seorang kuasa hukumnya, terkait dugaan Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik, Penipuan, Penggelapan serta Pemerasan terhadap kliennya Mantan Gubenur Bengkulu Agusrin, pada Kamis (23/12/2011).
Menurut Heru Pratama laporan tersebut telah diterima oleh Polda Metro Jaya dengan nomor : LP/B/6469/XII/2021SPKT/POLDA METRO JAYA, pada tanggal 23 Desember 2021. Walaupun selama ini kliennya diam, dikarenakan ada pememutar balikkan fakta dan mencemarkan nama baiknya.
"Klien kami selalu berpikiran baik, yaitu hanya meminta dilakukan appraisal independen terhadap mesin-mesin pabrik yang dijual guna mendapatkan nilai yang sewajarnya," ujar Heru dalam siaran persnya yang diterima awak redaksi di Jakarta pada Jumat (24/12).
Agusrin berpikir tawaran appraisal itu sesuatu yang wajar dan tidak mengada-ada, karena kliennya mendapatkan informasi dari tim yang diturunkan setelah membayar DP Rp7,5 miliar, ternyata nilai harga mesin-mesin yang dijual itu berkisar Rp6 miliar, bukan Rp33 miliar seperti yang ditawarkan oleh penjual. Bahkan ditemukan fakta ada beberapa mesin yang merupakan milik pembeli, tapi dijual kembali kepada kliennya.
Makanya, Agusrin meminta dilakukan appraisal yang independen, guna mendapatkan nilai yang sebenarnya. Tapi rupanya, tawaran appraisal ditolak. Tawaran ini dilakukan berkali-kali kepada penjual, karena ditolak, maka pembeli meminta transaksi dibatalkan, dan uang DP Rp7,5 miliar dikembalikan. Malah mereka diam-diam mencairkan cek yang menjadi jaminan transaksi yang seharusnya bisa dicairkan setelah saham pabrik yang diperjualbelikan dibaliknamakan kepada pembeli.
"Kenyatannya, saham tersebut sampai saat ini belum berpindahtangan kepada pembeli. Pihak PT. TAC malah terus memberitakan klien kami dengan memutarbalikkan fakta, ini tujuannya adalah untuk menekan dan memaksa klien kami agar membayar Rp 33 miliar, padahal barang seharga Rp 6 milyar, bahkan melaporkan klien kami ke Polda Metro Jaya dengan maksud dan tujuan memaksa klien kami membayar Rp33 milyar, kalau membayar Rp33 milyar maka laporan Polisi di Polda Metro Jaya akan dicabut," kata Heru.
Atas dasar itulah, Agusrin melaporkan balik tindak pidana pencemaran nama baik, penipuan, penggelapan serta pemerasan di Polda Metro Jaya, karena tindakan mereka sudah keterlaluan.
DP Rp.7, 5 Milyar
Heru kembali menjelaskan, meskipun belum dilakukan appraisal, klien kami sudah mengeluarkan uang Rp 7,5 milyar sebagai DP pembelian mesin-mesin pabrik tersebut, karena pihan PT TAC memberikan dua lembar cek sebagai jaminan transaksi, masing-masing satu lembar Cek Bank BCA tertanggal 9 Agustus 2019, senilai Rp 10,5 milyar dan cek Bank BCA tertanggal 9 Agustus 2019 senilai Rp 9,5 miliar.
Atas cek tersebut, Agusrin tidak mencairkan cek ini karena hanya sebagai jaminan transaksi. Sementara terlapor diam-diam mereka cairkan Cek dari Agusrin yang seharusnya baru bisa mereka cairkan kalau saham yang diperjualbelikan sudah berpindah tangan kepada kliennya.
"Mereka diam-diam mencairkan cek jaminan transaksi klien kami tersebut, bahkan ini yang dijadikan dasar melaporkan klien kami ke Polda Metro Jaya, malah makin jelas niat tidak baik mereka untuk melakukan tindak pidana pencemaran nama baik, pemerasan, penggelapan, serta penipuan kepada klien kami, apalagi mereka tidak mau dilakukan appraisal independen, makin jelas makin terang niat jahatnya," ujar Heru.
Karena secara lisan sudah disepakati, masing-masing cek yang dijadikan sebagai jaminan transaksi tidak boleh dicairkan, karena hanya untuk jaminan transaksi dan baru bisa dicairkan kalau saham pabrik yang dijual kepada pembeli sudah dibalik nama atas nama pembeli (klien kami).
Kenyataannya, sampai saat ini objek yang diperjualbelikan yaitu saham pabrik belum berpindah tangan ke tangan klien kami dan masih atas nama penjual (PT. Tirto Alam Cindo). Jelas yang dirugikan disini adalah Agusrin dan Raden Soleh Abdul Malik sebagai pembeli karena sudah mengeluarkan uang sebesar Rp 7,6 miliar, tapi saham belum berpindah tangan.
Diberitakan, Polda Metro Jaya telah menetapkan mantan Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamudin dan mantan anggota DPR RI Raden Saleh Abdul Malik sebagai tersangka. Keduanya ditetapkan tersangka atas dasar pelaporan PT Tirto Alam Cindo (TAC) terkait dugaan penipuan cek kosong.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan mengatakan keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka pada September 2021.
"Sudah tersangka, berkasnya juga sudah diserahkan ke kejaksaan," kata Zulpan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (21/12/2021).
Belum ada tanggapan dari pihak terlapor yakni PT TAC atas laporan balik Agusrin. Namun Kuasa Hukum PT Andreas sebelumnya menjelaskan awal mula pelaporan. Saat itu pelaku Agusrin M Najamudin hendak menawarkan kerja sama bisnis dengan pihak pelapor pada 2019. Terlapor ditawari menjual pabrik yang dimilikinya senilai Rp 33 miliar.
Agusrin kemudian membayar uang muka senilai Rp 2,9 miliar, sedangkan sisa pembayaran akan dilunasi dalam kurun waktu dua sampai tiga bulan.
"Sebagai iktikad baik mereka mengeluarkan dua lembar cek, nilainya masing-masing Rp 10,5 miliar dan Rp 20 miliar," ungkap Andreas.
Namun, kata Andreas, para tersangka justru tak melunasi pembayaran sesuai dengan nominal yang tertulis di dalam cek tersebut.
Korban pun akhirnya melaporkan dugaan penipuan dengan modus cek kosong tersebut ke Polda Metro Jaya. Laporan itu teregistrasi dengan nomor 1812/III/Yan 2.5/2020/SPKTPMJ tertanggal 17 Maret 2020.(bh/ams) |