JAKARTA, Berita HUKUM – Sidang pengujian Undang-Undang nomor 15 tahun 2011 tentang penyelenggara Pemilu (UU Penyelenggara Pemilu) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) dengan agenda mendengarkan keterangan Pemerintah dan DPR, serta pihak terkait (KPU, BAWASLU dan DKPP), Selasa (7/5) di ruang sidang MK.
Pemohon dalam perkara ini adalah Ramdansyah S.S, S.Sos, SH, M.KM yang sebelumnya bekerja sebagai Ketua dan Anggota Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) DKI Jakarta Bidang Hukum dan Penanganan Pelanggaran.
Ramdansyah merasa dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakunya pasal-pasal yang mengatur kewenangan DKPP untuk memutuskan pemberhentian anggota KPU, Bawaslu dan Panwaslu dalam Undang-Undang a quo.
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar bulan kemarin, Selasa (2/4), pemohon menjelaskan bahwa permohonan uji materi ini diajukan sehubungan dengan telah dicabutnya status pemohon selaku Ketua dan Anggota Panwaslu Pemilukada DKI Jakarta Bidang Hukum dan Penanganan Pelanggaran oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada tanggal 31 Oktober 2012.
Menurut pemohon, DKPP selaku lembaga pembinaan eksternal yang bukan merupakan pelaku kekuasaan Kehakiman, seharusnya tidak mengeluarkan putusan yang bersifat final yang berdasarkan pasal 112 ayat (12) UU Penyelenggara Pemilu ini berpotensi melanggar kewenangan pembinaan dan supervisi yang dimiliki oleh Bawaslu dan KPU. Bahkan dalam pelaksanaannya putusan ini melanggar asas kepastian hukum, karena pemohon tidak dapat melakukan upaya hukum apapun terhadap putusan ini.
Berdasarkan dalil-dalil tersebut, pemohon berharap agar MK menyatakan pasal-pasal yang mengatur kewenangan DKPP untuk memutuskan pemberhentian anggota KPU, Bawaslu dan Panwaslu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Menanggapi permohonan tersebut, Panel Hakim Konstitusi yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva menyarankan supaya pemohon bisa mengelaborasi lebih lanjut mengenai poin yang dicantumkan dalam dalil permohonan dan menyampaikan perbaikan permohonannya dalam 14 hari kerja sejak sidang tersebut diselenggarakan.
Sementara itu pengamat hukum G. Nyoman Rae ketika dihubungi Pewarta BeritaHUKUM.com, mengatakan bahwa selama tidak ada pesan sponsor, maka kewenangan DKPP sudah sesuai Undang-Undang, dan tidak ada yang berlebihan.
“Jika undang-undang memberikan rekomendasi berkaitan dengan komisi itu, artinya tidak berlebihan sepanjang pemberhentian itu memiliki dasar dan alasan yang cukup dan tidak terpengaruh oleh intervensi poitik atau pesan-pesan sponsor,” terang Nyoman Rae.(bhc/mdb) |