JAKARTA, Berita HUKUM - Setelah mengalami pro kontra di masyarakat, Rancangan Undang-Undang Pilkada yang disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (UU Pilkada) pada 26 September 2014 lalu, akhirnya diajukan untuk diuji materiil oleh beberapa pemohon pada Senin (13/10). Perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK teregistrasi dengan nomor 97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105/PUU-XII/2014 ini dimohonkan oleh Partai Nasional Demokrat, Indo Survey dan Strategi, Tim Relawan Pro Jokowi, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), dan beberapa pemohon perseorangan.
Di awal permohonannya, Pimpinan Sidang yakni Wakil Ketua MK Arief Hidayat mengingatkan kepada para Pemohon bahwa objek permohonan hangus karena adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Perppu Pilkada) yang dikeluarkan oleh Presiden pada 2 Oktober 2014. Untuk itulah, lanjut Arief, sidang perdana yang seharusnya merupakan sidang pendahuluan dan pemeriksaan permohonan, akan dipercepat karena ketiadaan objek tersebut. “Saya kira bisa ada dua kemungkinan. Setelah persidangan ini, para Pemohon itu yang pertama, mencabut kembali permohonannya untuk ditetapkan kalau dicabut. Atau masih diteruskan dengan konsekuensi objek permohonannya sudah tidak ada, begitu. Jadi tidak perlu ada nasihat lagi,” terangnya di Ruang Sidang Pleno MK.
Terkait penjelasan Arief tersebut, beberapa pemohon memutuskan untuk mencabut permohonannya, di antaranya Indo Survey dan Strategi, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) dan beberapa pemohon perseorangan. Andi M. Asrun selaku kuasa hukum Indo Survei dan Strategi mengungkapkan terkait dengan dibatalkannya UU Pilkada karena diterbitkannya Perppu Pilkada, maka kliennya merasa tidak perlu lagi melanjutkan permohonan. Hal serupa juga diungkapkan para pemohon 103/PUU-XII/2014 dan 104/PUU-XII/2014. Akan tetapi, Asrun menyerukan imbauan kepada masyarakat untuk mengajukan uji materiil terhadap Perppu Pilkada. “Demi kepastian dan perkembangan demokrasi melalui forum ini kami menghimbau kepada masyarakat yang memang menilai perpu ini layak dijadikan undang-undang, maka marilah sama-sama kita nyatakan perpu ini atau dengan perubahan-perubahannya itu mari kita uji di MK agar MK menyatakan perpu ini adalah konstitusional,” imbaunya.
Namun Partai Nasdem memilih untuk tetap melanjutkan permohonan dengan alasan ingin mengetahui pandangan MK tentang UU Pilkada tersebut meski sudah dibatalkan. “Kami ingin mengetahui pendapat dari Yang Mulia dan Majelis, siapa tahu ada dissenting opinion dan dissenting opinion itu lebih besar untuk menguji perpu ini,” ujarnya.
Partai NasDem selaku Pemohon perkara nomor 98/PUU-XII/2014 memohonkan pengujian konstitusionalitas Pasal 2 UU Pilkada yang mengatur bahwa gubernur dipilih oleh anggota DPRD Provinsi. Partai NasDem selaku Pemohon dalam perkara ini menilai peraturan tersebut telah memberikan keistimewaan bagi Partai Politik tertentu karena gubernur terpilih dapat diprediksi secara riil melalui sistem mayoritas partai politik yang ada di DPRD Provinsi di masing-masing wilayah. Akibatnya, pemilihan kepala daerah akan terlaksana tanpa melalui proses demokratisasi, bahkan cenderung bersifat transaksional di tingkat elit partai politik.
Sementara Relawan Pro Jokowi masih akan mempertimbangkan untuk melanjutkan permohonan. Ketua Umum Relawan Pro-Jokowi Budi Arie Setiadi selaku Para Pemohon perkara nomor 99/PUU-XII/2014 menggugat Pasal 1 angka 5 yang mengatur bahwa pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara demokratis melalui lembaga perwakilan rakyat dan Pasal 3 UU Pilkada yang mengatur lebih lanjut mengenai hal tersebut. Pemohon mendalilkan, kedua ketentuan tersebut berbenturan dengan Pasal 30 ayat (5) juncto Pasal 34 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat serta Pasal 317 ayat (1) dan Pasal 366 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 yang merinci tentang kewenangan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Perbenturan peraturan tersebut dinilai telah mengakibatkan ketidakpastian hukum dan oleh karenanya harus dinyatakan tidak mengikat. “Kami memikirkan secara lebih lanjut bahwa ada kemungkinan UU Pilkada itu dimajukan kembali sebagai undang-undang. Kami berpikir apakah boleh kami semacam kayak berjaga-jaga memasukkan juga bahwa agar kalau diputuskan ada pendapat dissenting opinion dari Yang Mulia bahwa nanti undang-undang ini atau muatan materi pilkada tidak langsung itu tidak akan dihidupkan kembali,” tegas Fatahillah selaku kuasa hukum.
Dari kesembilan permohonan tersebut, terdapat dua pihak yang memohonkan pengujian formil UU tersebut, yaitu Direktur Indo Survey dan Strategi atas nama I. Hendrasmo dkk dengan A. Muhammad Asrun sebagai kuasa hukumnya (perkara nomor 100/PUU-XII/2014), serta mantan Calon Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono dan mantan anggota DPRD Surakarta Boyamin dengan Kurniawan Adi Nugroho selaku kuasa hukumnya (perkara nomor 101/PUU-XII/2014). Kesemuanya bertindak sebagai perseorangan warga negara yang merasa dirugikan dan/atau berpotensi dirugikan dengan berlakunya UU Pilkada yang para Pemohon nilai mengandung cacat hukum dalam proses penyusunannya.(Lulu Anjarsari/mh/mk/bhc/sya) |