Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Opini Hukum    
Politik
Oposisi (Bukan) Barang Haram dalam Politik Indonesia
Monday 27 Oct 2014 03:31:30
 

Ilustrasi. Suasana Sidang Paripurna Dewan 2014.(Foto: BH/mnd)
 
Oleh: Akhmad Aulawi, SH., MH.

TAHUN 2014 dapat dikatakan sebagai tahun politik dan tahun pergeseran kekuasaan. Dikatakan demikian karena pada tahun 2014 ini terdapat dua perhelatan politik akbar di Indonesia, Pertama yaitu Pemilihan Calon Legislatif baik untuk DPR, DPD, maupun DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Kedua, Pemilihan Presiden yang mengusung dua calon kandidat calon Presiden-calon wakil Presiden, yaitu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Berdasarkan hasil akhir pemilihan calon legislatif dari hasil rekapitulasi suara secara nasional yang dilakukan oleh KPU pusat pada tanggal 9 Mei 2014 diperoleh hasil sebagai berikut; PDIP meraih 23.681.471 suara atau 18,95 persen dimana di DPR PDIP meraih 109 kursi. Disusul oleh Partai Golkar meraih 18.432.312 suara atau 14,75 persen dan meraih 91 kursi di DPR. Di tempat ketiga Partai Gerindra meraih 14.760.371 suara atau 11,81 persen dan meraih 73 kursi DPR. Sementara untuk Partai Demokrat yang pada Pemilu Legislatif 2004 meraih suara terbanyak, harus cukup puas diurutan ketiga dengan meraih 12.728.913 suara atau 10,19 persen dan 61 kursi di DPR. Di bawah Partai Demokrat ada PAN yang meraih 9.481.621 suara atau 7,59 persen dan 49 kursi di DPR.

Untuk partai-partai yang berbasis Islam, harus cukup puas di papan tengah urutan peroleh hasil Pemilu yaitu di urutan 6 sampai 8, dimana PKB meraih 11.298.957 suara atau 9,04 persen dan mendapat 47 kursi di DPR, disusul oleh PKS dengan 8.480.204 suara atau 6,79 persen dan 40 kursi di DPR, serta PPP sebanayak 8.157.488 suara atau 6,53 persen yang meraih 39 kursi di DPR.

Terdapat hal yang menarik dalam pemilihan umum legislatif tahun 2014 ini, dimana ada partai baru yang berhasil masuk dalam 10 besar partai yang masuk dalam parliamentary threshold yaitu Partai Nasdem yang meraih 8.402.812 suara atau 6,72 persen yang sebanding dengan 35 kursi di DPR.

Sedangkan urutan pamungkas untuk perolehan kursi di DPR adalah Partai Hanura 6.579.498 suara atau 5,26 persen dan meraih 16 kursi di DPR.

Selanjutnya berdasarkan hasil pemilihan presiden dan putusan dari Mahkamah Konstitusi, memastikan bahwa pasangan Calon Presiden-Wakil Presiden, Joko Widodo-Jusuf Kalla ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih yang mengalahkan pasangan pasangan Calon Presiden-Wakil Presiden, Prabowo-Hatta Rajasa, dengan hasil 46.85% atau setara dengan 62.576.444 suara untuk Prabowo-Hatta Rajasa, dan Jokowi–JK 53.15% atau setara dengan 70.997.833 atau selisih 8.421.389 suara.

Berdasarkan hasil Pileg dan Pilpres tersebut, dalam perkembangan politik di Indonesia terbagi menjadi dua kekuatan politik besar di parlemen yang menamakan Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

KMP yang merupakan Koalisi dari Prabowo-Hatta terdiri dari 6 (enam) partai politik, yang terdiri dari Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, PKS, PPP dengan kekuatan politik di parlemen sebesar 57,57%. Sedangkan KIH yang merupakan Koalisi dari Joko Widodo-Jusuf Kalla terdiri dari 4 (empat Partai, yaitu PDIP, Nasdem, PKB, dan Hanura dengan kekuatan politik di parlemen sebesar 39,95%.

Konfigurasi dua kekuatan politik di parlemen ini ternyata bukan semata-mata isapan jempol semata. Hal ini terbukti pada saat pemilihan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemilihan Pimpinan Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR). KMP yang secara hitungan unggul, telah membuktikannya dengan meraih kursi sebagai Pimpinan DPR dan Pimpinan MPR, walaupun untuk Pimpinan MPR tidak seratus persen dipegang oleh KMP namun dengan ditambah unsur Pimpinan dari Dewan Perwakilan Daerah.

Peta kekuatan politik di DPR yang tidak imbang inilah tentunya di kemuadian hari dikhawatirkan akan terus menyulitkan partai koalisi pemerintah. Pasca pemilihan pimpinan MPR, koalisi pemerintah yang awalnya hanya memiliki 37% dukungan, dengan masuknya PPP, jumlah dukungannya agak “relatif” meningkat menjadi 44%.

Namun demikian walau ada peningkatan, masuknya PPP belum sepenuhnya menjadi isyarat bahwa PPP akan seterusnya mendukung koalisi pemerintah. Sementara itu, kekuatan KMP minus PPP tetap saja menakutkan. Di atas kertas, KMP tetap dominan di DPR walau ditinggalkan PPP dengan dukungan suara 55%. Pascapemilihan pimpinan MPR, posisi “penyeimbang” yang awalnya diperankan oleh Partai Demokrat (PD), kini diperankan oleh PPP.

Dalam kondisi politik seperti inilah, Indonesia mulai tergambarkan menuju negara oposisi murni. Dimana dimungkinkan ke depan terdapat kekuatan politik yang kuat yang melakukan kontrol terhadap semua kebijakan pemerintah. Walaupun secara prinsip check and balances hal ini justru dapat menghasilkan suatu pemerintahan yang kredibel dan kuat, namun di sisi lain pengaruh penyeimbang atau dapat dikatakan sebagai pengontrol kebijakan pemerintah dapat menghambat program atau kebijakan pemerintah yang akan dijalankan mengingat dikhawatirkan setiap kebijakan pemerintah akan selalu mendapat kritikan dan evaluasi yang ketat dari pihak oposisi.

Tinjauan Peraturan Perundang-undangan dan Pandangan Para Ahli Terhadap Oposisi

Dalam konteks peraturan perundang-undangan, pengaturan secara jelas dan vulgar mengenai oposisi memang belum diatur, namun apabila kita melihat secara implisit dalam konstitusi dan beberapa undang-undang, pengaturan mengenai oposisi sebenarnya sudah diatur.

Dalam Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 (UUD 1945), pelaksanaan “kegiatan” oposisi lebih tercermin pada fungsi dan hak Dewan Perwakilan Rakyat RI dan juga pelaksanaan hak-hak Anggota DPR RI sebagaimana diatur dalam Pasal 20A. Dalam Pasal 20A disebutkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Selanjutnya, dalam pengaturan berikutnya dinyatakan bahwa dalam melaksanakan fungsinya, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Sedangkan untuk setiap Anggota DPR RI memiliki beberapa hak yang diantaranya adalah hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.

Setidaknya, Pasal 20A UUD 1945 ini merupakan pintu masuk bagi institusi lembaga negara DPR RI untuk melakukan kontrol atau evaluasi terhadap pelaksanaan kinerja Pemerintah dalam rangka untuk mewujudkan prinsip check and balance sebagai wujud terlaksananya negara demokrasi. Mengingat salah satu komponen untuk membedakan negara demokrasi dengan negara non demokrasi adalah eksisnya unsur oposisi. Karena oposisi dapat menjadi kekuatan pengontrol dan penyeimbang jalan pelaksanaan pemerintahan dalam suatu negara, sehingga pemerintahan dan negara dapat dicegah untuk tidak terjerumus ke dalam keadaan abuse of power (penyelewengan kekuasaan). sebab itu, oposisi adalah salah satu elemen penting untuk membangun negara demokrasi yang kuat.

Selanjutnya dalam peraturan perundang-undangan lainnya, pengaturan secara implisit mengenai oposisi juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Dalam Undang-Undang MD3 “semangat” oposisi dalam terlihat pada mekanisme pemilihan Pimpinan MPR dan Pimpinan DPR, yang terdapat dalam Pasal 15 dan Pasal 84 Undang-Undang MD3.

Dalam kedua Pasal tersebut, pemilihan Pimpinan MPR dan DPR dipilih dari dan oleh anggota MPR ataupun anggota DPR, dalam satu paket yang bersifat tetap. Pemilihan Pimpinan MPR dan Pimpinan DPR tersebut prinsipnya dilakukan dengan musyawarah untuk mufakat, namun demikian apabila musyawarah untuk mufakat tersebut tidak dicapai pemilihan pimpinan MPR dan pimpinan DPR dilakukan dengan pemungutan suara dan yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pimpinan DPR atau pimpinan MPR.

Pasal 15 dan Pasal 84 Undang-Undang MD3 ini berpotensi menciptakan oposisi dalam parlemen, karena dengan mekanisme demikian gabungan beberapa partai dalam parlemen yang membentuk koalisi tertentu yang “unggul” dalam perolehan kursi dimungkinkan akan memenangi paket pimpinan DPR atau pimpinan MPR.

ini nampaknya telah terjadi dan terbukti dengan pemilihan pimpinan DPR dan pimpinan MPR baru-baru ini, dimana Koalisi Merah Putih yang secara hitungan kertas telah memenangi kursi di parlemen, yaitu sebesar 57,57%, telah “memenangi” paket pimpinan DPR dan pimpinan MPR. Hal ini mengakibatkan partai pemenang pemilu, yaitu PDIP, justru tidak menduduki kursi pimpinan parlemen, baik itu pimpinan DPR maupun pimpinan MPR.

Selain dalam Pasal 15 dan Pasal 84 Undang-Undang MD3, “semangat” oposisi terlihat juga pada mekanisme pemilihan alat kelengkapan DPR baik itu pada pemilihan pimpinan Badan Musyawarah, Komisi, Badan Legislasi, Badan Kerjasama Antar Parlemen, Badan Anggaran, Mahkamah Kehormatan Dewan, dan Badan Urusan Rumah Tangga, yang diatur dalam Pasal 91, Pasal 97, Pasal 104, Pasal 109, Pasal 115, Pasal 121, dan Pasal 152.

Menurut pandangan para pakar politik, seperti keberadaan oposisi dapat menunjukkan apakah suatu Negara demokratis atau diktator. Bahkan ada pakar politik yang berpandangan juga bahwa oposisi politik konstitusional merupakan syarat mutlak bagi suatu rezim untuk dapat disebut sebagai sebuh negara demokrasi. Di dalam Negara yang menganut demokrasi murni, oposisi justru digerakkan sebagai kekuatan yang mendorong dan memaksa pemerintah untuk bekerja secara sungguh-sungguh untuk menepati janji politiknya yang telah diutarakan pada saat kampanye.

Selanjutnya dalam pandangan pakar yang lain, yaitu John Esposito menyatakan bahwa dalam menciptakan sistem politik yang baik kadang oposisi dipandang membawa implikasi negatif, yaitu sebagai kekuatan pengacau bukan sebagai kekuatan pembangun. Sejalan dengan pandangan John Esposito, Talcot Parsons juga berpandangan bahwa oposisi sebagai patologi social karena dapat menyebabkan disintegrasi. Dua pandangan tersebut, berseberangan dengan pandangan pakar politik lainnya, yaitu Lewis A. Coser yang berpandangan bahwa oposisi sebagai suatu interaksi sosial yang positif, karena dapat memperkuat struktur sosial di masyarakat.

Oposisi Politik di Indonesia Tahun 2014-2019

Arah perpolitikan di awal Pemerintahan baru Joko Widodo dan Jusuf Kalla di tahun 2014 memang belum terlalu terlihat jelas. Walaupun diawali dengan geliat politik yang begitu dinamis di parlemen, yang ditandai dengan pemilihan pimpinan MPR dan pimpinan DPR, yang di”menangi” oleh Koalisi Merah Putih dengan merebut Pimpinan DPR dan Pimpinan MPR.

Oposisi politik di parlemen juga belum terlihat jelas, mengingat komponen pimpinan alat kelengkapan DPR selain Pimpinan DPR, belum diketahui bagaimana komposisinya. Dapat dimungkinkan terdapat dua skenario yang akan terjadi. Pertama, seluruh pimpinan alat kelengkapan DPR akan diambil alih kembali oleh Koalisi Merah Putih, kedua, terdapat pembagian komposisi pimpinan atas setiap alat kelengkapan DPR antara dua koalisi yang terdapat di parlemen, yaitu Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat. Semua itu, tergantung pada komunikasi politik yag dibangun antara dua kekuatan politik terbesar di parlemen Indonesia.

Terlepas dari itu semua, penulis berpandangan bahwa arah politik khususnya oposisi politik di Indonesia dalam tahun 2014-2019 akan berjalan sangat dinamis. Terlebih Presiden terpilih Joko Widodo dalam kesempatan baru-baru ini telah melakukan suatu komunikasi politik yang cukup intensif dengan beberapa pemimpin lembaga Negara baik itu Ketua DPR, Ketua MPR, dan Ketua DPD. Hal ini tentunya akan memberikan angin segar dan cukup menurunkan tensi politik di Indonesia. Walaupun sekali lagi, oposisi yang di bangun di parlemen bisa sejalan dengan Pemerintah bisa juga berseberangan.

Dalam suatu tulisan yang dikemukakan oleh Ignas Kleden, sebenarnya oposisi itu sebenarnya bukan suatu yang harus ditakuti, dia bahkan dapat memberikan kebaikan bagi Pemerintahan dan perkembangan kemajuan bangsa itu sendiri. Oposisi sebenarnya dibutuhkan bukan hanya untuk mengawasi kekuasaan.

Namun oposisi diperlukan juga karena apa yang baik dan benar dalam politik haruslah diperjuangkan melalui kontes politik dan diuji dalam wacana politik yang terbuka dan publik. Selain itu, kehadiran oposisi dibutuhkan sebagai accountability atau pertanggungjawaban untuk lebih diperhatikan oleh pemerintah.

Kehadiran oposisi membuat pemerintah harus selalu menerangkan dan mempertanggungjawabkan mengapa suatu kebijaksanaan diambil, apa dasarnya, apa pula tujuan dan urgensinya, dan dengan cara bagaimana kebijaksanaan itu akan diterapkan.

Selanjutnya, Oposisi juga tidak saja bertugas memperingatkan pemerintah terhadap kemungkinan salah-kebijaksanaan atau salah-tindakan (sin of commission), tetapi juga menunjukkan apa yang harus dilakukannya tetapi justru tidak dilakukannya (sin of omission). Suatu kewajiban oposisi untuk melakukan kualifikasi apakah sesuatu harus dilakukan, atau tidak harus dilakukan, atau malahan harus tidak dilakukan sama sekali.

Pada akhirnya sebagai rakyat bangsa Indonesia, kita berharap bahwa setiap arah dan kebijakan dari Pemerintah Indonesia ke depan dapat memberikan dampak yang baik dan konstruktif untuk membangun kesejahteraan dan kemakmuran bangsa.

Selanjutnya adalah suatu langkah yang positif, apabila oposisi politik yang di bangun di Parlemen dapat memberikan keseimbangan dan pengawasan bagi pelaksanaan kinerja Pemerintahan Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun ke depan, sehingga setiap kebijakan pemerintah yang di buat selalu mendapatkan respon yang cepat dan tepat, sehingga keberadaan oposisi dapat sebagai wakil suara rakyat untuk dapat menyeimbangkan jalannya Pemerintahan Indonesia.

Daftar Referensi:
1. http://politik.kompasiana.com/2014/05/18/peta-perpolitikan-indonesia-pasca-pemilu-2014-653403.html, diunduh tanggal 21 Oktober 2014.
2. http://baltyra.com/2014/07/25/peta-kekuatan-politik-pasca-pilpres-2014.
3. Moch Nurhasim, Membangun Stabilitas Pemerintahan, diunduh dari http://nasional.sindonews.com/read/910135/18/membangun-stabilitas-pemerintahan, tanggal 23 Oktober 2014.
4. Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Restianrick Bachsjirun, Oposisi Adalah ‘Rahmat’, diunduh dari http://umum.kompasiana.com/2009/09/17/oposisi-adalah-rahmat-11811.html, 24 Oktober 2014.
6. Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
7. Yasril, Oposisi Dalam Sistem Politik Indonesia (Studi Pemikiran Nurcholis Madjid).
8. Ignas Kleden, Oposisi Politik di Indonesia, diunduh dari http://taufiknurohman25.blogspot.com/2011/02/oposisi-dalam-politik-indonesia.html, 9 Oktober 2014.(aa/bhc/sya)

Penulis adalah Perancang Undang-Undang di Sekretariat Jenderal DPR RI.



 
   Berita Terkait > Politik
 
  Dasco Gerindra: Prabowo dan Megawati Tak Pernah Bermusuhan, Saya Saksinya
  Moralitas dan Spiritualitas Solusi Masalah Politik Nasional Maupun Global
  Tahun Politik Segera Tiba, Jaga Kerukunan Serta Persatuan Dan Kesatuan
  Memasuki Tahun Politik, HNW Ingatkan Pentingnya Siaran Pemberitaan yang Sehat
  Syahganda Nainggolan Desak Jokowi Terbitkan Inpres Agar Menteri Tak Bicara Politik Sampai 2023
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2