JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Tak kunjung selesainya rebalancing kontrak antara Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jaya dengan PT Pam Lyonnaise Jaya (Palyja), membuat PDAM Jaya akan mengajukan gugatan perdata terhadap Palyja. Saat ini, PDAM Jaya tengah menyiapkan poin-poin gugatan untuk Palyja dengan bantuan Kejaksaan Agung RI selaku pengacara negara.
Direktur PDAM Jaya, Mauritz Napitupulu mengatakan, rencana pengajuan gugatan ini berkaitan dengan dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang tidak adil, serta Palyja yang menolak untuk melakukan negosiasi ulang. "Kalau dari Aeatra sudah menyetujui untuk rebalancing kontrak. Didalamnya tidak menaikkan tarif sampai kontrak berakhir. Tetapi hingga sekarang Palyja belum menyetujui rebalancing kontrak ini," kata Mauritz Napitupulu di kantor PDAM Jaya, Kamis (8/9).
Saat ini, sambungnya, pihaknya tengah menyiapkan poin-poin untuk menyampaikan gugatan tersebut ke Pengadilan Perdata. Jika tidak dikabulkan, PDAM Jaya akan mengajukan banding ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia. PDAM Jaya juga meminta bantuan Kejaksaan Agung RI sebagai pengacara negara. "Tetapi saat ini masih dibantu mediasi oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Badan Regulator," ujarnya, seperti dikutip beritajakarta.com.
Dikatakan Mauritz, hal ini dilakukan, karena selama ini Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara PDAM dengan dua operator air di ibu kota itu dinilai tidak adil. Buktinya, PDAM Jaya memiliki hutang sekitar Rp 153 miliar atas imbalan air (short fall) yang dialirkan ke pelanggan. Hutang ini hanya selama tahun 2010 ke kedua operator. Hingga 2022, jumlah hutang bisa membengkak menjadi Rp 18,2 Triliun. "Ini kan tidak adil. Mereka yang memanajemen, mereka yang mengolah air, mereka yang investasi, tetapi ketika ada defisit PDAM yang harus membayar. Padahal kalau pun mereka ada untung tidak ada timbalbaliknya buat kami. Makanya kita perbaiki kontraknya agar sama-sama menguntungkan,” tandasnya.
Hal lain yang menjadi indikator ketidakadilan, ditambahkan Mauritz, adalah tidak adanya akuntabilitas PKS. Sekalipun memberikan pelayanan publik untuk warga Jakarta, kedua operator ini tidak bertanggung jawab ke warga. "Tidak pernah ada laporan pertanggungjawaban ke Gubernur, DPRD dan PDAM Jaya. Padahal warga kan tahunya yang tanggung jawab itu PDAM," tandasnya.(bjc/irw)
|