JAKARTA (BeritaHUKUM.com) - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akan menjaring tokoh-tokoh nasional untuk dipersiapkan menjadi calon presiden (capres) dalam pemilihan presiden (Pilprtes) 2014 mendatang. Pucuk pimpinan partai tersebut telah resmi mengeluarkan perintah ini.
"Pimpinan partai sudah secara resmi menugaskan untuk melakukan pola rekruitmen tokoh nasional. Tapi ini tidak hanya untuk posisi presiden, melainkan untuk DPR kabupaten dan kota. Kami akan lakukan penjaringan serta penyaringan secara resmi," kata Ketua FPKS DPR Mustafa Kamal dalam jupa pers di Jakarta, Rabu (28/12).
PKS, jelas dia, merupakan partai yang memiliki banyak kader. Hal ini yang membuatnya memilih pola berbeda dari partai lain dalam pemilihan kandidat presiden. Untuk itu, partai ini akan memproses secara terus-menerus terhadap tokoh-tokoh pimpinan nasional.
"Kita ingin menjadi milik masyarakat bisa menjadi wadah berkumpulnya tokoh-tokoh bangsa, yang mendorong perubahan. Negeri ini krisis kepemimpinan, kami butuh penyegaran. Bisa saja tokoh lama dengan komitmen baru, bisa saja muncul tokoh baru yang memiliki visi dan misi jelas," imbuhnya.
Diungkapkan, tidak tertutup kemungkinan PKS akan melihat tokoh-tokoh di luar partai yang dipersiapkan menjadi capres. Bakal capres tersebut tentunya akan dibawa ke rapat majelis syuro. Nantinya, mereka akan melakukan pertimbangan dan memutuskan untuk dimajukan dalam Pilpres 2014.
Pada bagian lain, Mustafa Kamal menyatakan bahwa dibutuhkan kedewasaan berpolitik dari seluruh kepala daerah di Indonesia. Hal tersebut menyusul banyaknya kepala daerah yang pecah kongsi. Hal mestinya takkan terjadi, bila dalam tugas disepakati perjanjian dalam pembagian tugas yang jelas antara kepala daerah dan wakilnya.
Soal masalah ini, imbuh dia, nantinya bisa dimasukkan ke dalam revisi RUU Pilkada yang kini tengah digodok Komisi II DPR. Tak adanya pembagian tugas ini memicu disharmoni antara kepala daerah dan wakilnya. Sebuah kebuntuan di antara keduanya juga semestinya diselesaikan melalui UU.
"Di lapangan memang ada banyak disharmoni antara kepala daerah dan wakilnya sehingga sama-sama punya legitimasi melakukan tindakan-tindakan politik. Padahal, ada batasan-batasan, kebuntuan harus diselesaikan lewat UU," papar Mustafa.(tnc/rob)
|