ACEH, Berita HUKUM - Menyambut Hari ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia (RI) dan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia ke 69 tahun pada Pengadilan Negeri (PN) Langsa bekerja sama dengan Universitas Samudra (Unsam) Negeri Langsa yang dibantu pemerintah setempat pada, Sabtu (6/9) menggelar acara seminar Hukum Nasional dengan tema; Reformasi Hukum Acara Perdana, Perdata dan Adat di Aula Cakradonya Langsa, Aceh.
Acara tersebut bertujuan mendorong pemerintah khususnya Aceh, Indonesia pada umumnya untuk mereformasi hukum acara Pidana, Perdata terutama hukum adat. Menurut nara sumber hukum acara yang di gunakan saat ini produk peninggalan Belanda, tidak sesuai lagi diterapkan di Indonesia, perlu ada Reformasi.
Panitia pelaksana dengan 4 narasumber pakar Hukum Nasional di antaranya Dr. H. Supandi SH, M.Hum seorang hakim Agung pada Mahkamah Agung RI, Dr. H. Darwinsyah Minin SH, MS Ketua Prodi S2 Magister Hukum UNPAB Medan, Prof. Dr. A. Hamid Sarong SH, MH Guru Besar UIN Araniry Aceh, dan H. Badruzzaman Ismail SH, MH Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) serta seorang narasumber lokal yang juga ketua panitia penyelenggara Noor Ichwan Ria Adha SH wakil ketua Pengadilan Negeri (PN) Langsa.
Para peserta terdiri dari Ketua Pengadilan dari 24 kabupaten/kota di Aceh, Advokat, Mahasiswa, LBH dan Yayasan Advokat. Acara yang dibuka secara resmi oleh wakil ketua Mahkamah Tipikor Aceh Drs. Nardiman SH, MH berjalan sukses, semua peserta yang terdiri dari ketua Pengadilan Negeri dan akademisi terlihat sangat antusias mengikuti seminar.
Dr.H. Supandi mengapresiasi Cendikiawan, Akademisi khususnya mahasiswa fakultas hukum Unsam Negeri Langsa atas terseleggaranya seminar ini, "seharusnya ini kerjaan DPR. Hukum acara yang kita gunakan saat ini masih ada roh-roh dan nilai-nilai jajahan," ujarnya, Supandi juga menyebutkan diakhir abad 20 manusia yang paling sulit berubah yaitu profesi hakim," jelasnya.
Dengan demikian dirinya sangat berharap pada seluruh Pengadilan Negeri di Aceh untuk meninggalkan tradisi Hard copy untuk beralih ke Softcopy, untuk menjadi manusia jujur, "Sebagai perbandingan dulu untuk menuntaskan 20 perkara menghabiskan waktu 10 tahun, tapi dengan Softcopy MA bisa menyelesaika dalam waktu 5 Jam," katanya.
Sedangkan, Darwinsyah menambahkan, "hukum acara pidana yang digunakan saat ini bukan hanya warisan Belanda tapi juga produk Perancis yang sangat tidak sesuai lagi untuk di gunakan lagi di Indonesia, apa lagi di Aceh yang memiliki hukum adat dan Qanun Jinayah,' ucapnya.
Sementara, Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) dalam diskusinya memaparkan latar belakang peradilan adat untuk membangun akses masyarakat terhadap keadilan dari aspek filosofi, historis, yuridis, adat istiadat termasuk bagian HAM, acceptability, accountability, kesetaraan, cepat, iklas, keterbukaan untuk umum, praduga tidak bersalah dan berkeadilan. Dasar dasar yuridis hukum adat pasal 18B UUD 1945, UU No 44 tahun 1999, UU No 11 tahun 2006, Qanun No 4 tahun 2003, Qanun No 5 tahun 2003, Qanun No 3 tahun 2004, Qanun No 9 tahun 2008, Qanun No 10 tahun 2008, "Untuk itu Reformasi peradilan adat perlu di lakukan," ujar Badruzzaman Ismail.(bhc/kar) |