JAKARTA, Berita HUKUM - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof. Dr. Mudzakkir., SH., MH menanggapi berbagai persoalan hukum yang diduga hanya berjalan di tempat, dan bahkan berlarut-larut tanpa kepastian hukum.
Seperti yang dilaporkan oleh mantan Direktur Blue Bird, Mintarsih Abdul Latief yang pekan lalu mendatangi Bareskrim Mabes Polri bersama kuasa hukumnya Kamaruddin Simanjuntak untuk membuat laporan terkait dugaan pemalsuan akta CV Lestiani dan PT Blue Bird, dimana Mintarsih jelas-jelas menderita kerugian.
"Kalau terkait masalah pidana pada umumnya mereka, penegak hukum itu masih timbang-timbang (menimbang), karena kalau diproses harus memerlukan biaya dan biaya yang keluar dari negara juga itu besar. Kalau tidak diproses juga itu kadang-kadang juga itu, apa namanya itu juga (hak) warga negara, jadi di situ dilematis," ujar Mudzakkir kepada wartawan di Jakarta, Minggu 20 Agustus 2023.
Hukum pidana, lanjutnya memang ternyata tidak didesain untuk memulihkan kembali kerugian aset atau keuangan yang diderita oleh korban, "Tapi adil itu parameternya adalah memasukan ke penjara," ungkapnya.
Sehingga kata Mudzakkir, uang atau aset tidak kembali tapi kompensasi dalam bentuk masuk penjara, "Ini kadang-kadang agak problem ya, memang meanset hukum pidana sudah mulai bergeser tidak seperti itu lagi, jadi esensi pokok yang dikembangkan sekarang itu yakni restoratif justice, itu diharapkan bergeser dari yang semula itu tujuannya memenjarakan orang supaya kapok, nah sekarang bergeser, tujuannya bertanggung jawab terhadap perbuatannya, termasuk bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatannya plus akibatnya," ujarnya.
Mudzakkir menjelaskan, "Ini yang dikembangkan seperti itu, atas dasar itulah maka mulai dikembangkan namanya berpikir atau paradigma yang restoratif justice dalam hukum pidana, hukum pidana tidak lagi membalas orang untuk masuk penjara, tapi hukum pidana memulihkan kembali kerugian-kerugian yang terjadi baik materil maupun imeteril dalam proses penegakkan hukum pidana. Itulah, KUHP baru, tapi nuansa membalas (memenjarakan) itu masih ada, masih sangat besar sekali. Tapi dulu saya sebagai tim itu, membalasnya ada, tapi membalas yang rasional, itu pilihan terakhir," paparnya.
Kemudian ditambahkan lagi, "Kalau dia bisa diselesaikan dengan cara memulihkan kembali, itu saya kira lebih bagus, dan itu yang diutamakan, negara tidak rugi, korban tidak rugi, terus kemudian tujuan juga tercapai, kalau orang berbuat kejahatan harus nanggung kerugiannya yang terjadi itu kan juga memberi efek jera kepada yang pelakunya, kan begitu. Memulihkan kembali itu yang lebih bagus, itu yang diutamakan," pungkas Mudzakkir.
Sebelumnya Mintarsih menjelaskan bahwa ketika ke Bareskrim sudah memberikan semua bukti-bukti terkait laporannya.
"Pada waktu itu sudah saya berikan semua bukti, jadi itu semua bukti asli saya perlihatkan, lalu fotocopy saya berikan dan disitu mulai saya beberkan mulai dari awal sampai akhir dan terkena pasal 266, 372 dan 374, hubungannya adalah dengan masalah awal," ujar Mintarsih, Rabu 23 Agustus 2023.
Dikatakan lagi bahwa, "Dimana saya keluar sebagai pengurus, tetapi kenapa kok harta saya dihilangkan, jadi bagi saya itu tidak masuk akal, tapi sekarang pengacara notaris yang membuat akte itu pada saat dipanggil oleh pak Kamarudin, mengatakan sebetulnya harta saya tetap ada, dengan penekanan seharusnya saya sebagai persero bukan semua habis karena saya mundur sebagai pengurus," ucapnya.
Lanjut Mintarsih, "Lalu semua saya berikan bukti-bukti, bahwa bagaimana permintaan saya untuk keluarganya pengurus, kemudian ada lagi mereka bikin akte, baru, tapi akte itu tidak diakui oleh tempat registrasinya, tidak diakui oleh kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, itu secara tertulis ditulis bahwa itu tidak terdaftar, itu artinya apa, kok bisa di dan tetap di anggap sebagai kebenaran kan kok sudah diakui tidak terdaftar tidak diakui namanya, demikian juga mereka pindah lagi dari persero komandita menjadi perseroan terbatas di situ juga terjadi lagi masalah," bebernya.
Mintarsih mengungkapkan lagi, "Dari Kemkumuham mengatakan ini bukan perpindahan atau meningkatan status dari CV menjadi PT, tapi ini sekedar pendirian PT baru, jadi ini artinya hak saya tetap ada, tapi kenapa kok di instansi pemerintah saja yang utama mengurus masalah hukum- hukun dan hubungannya dengan perseroan , kenapa kok semua mengatakan mereka salah tapi kok tetap di lanjutkan sebagai kebenaran dari mereka ini kan jadi pertanyaan," terang Mintarsih.
Kemudian langkah melaporkan ke Bareskrim Mabes Polri itu, kata Mintarsih untuk mendapatkan keadilan. "Bisa dibayangkan suatu perusahaan yang begitu lama oleh seorang kolongmerat, menurut saya sudah terlalu jelas kenapa yang sudah dibuat di belakang saya jadi tidak di depan saya, menghilangkan saham, menghilangkan hak saya, itu dilakukan tanpa saya ketahui, kok bisa tanpa saya ketahui kok bisa disahkan," ungkapnya.(bhc/mdb) |