JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menyidangkan perkara Pengujian Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu DPR, DPD, dan DPRD), Jumat (1/2). Namun kali ini pasal yang diajukan untuk diuji, yaitu Pasal 16 ayat (2), Pasal 12 huruf k, dan Pasal 68 ayat (2) huruf h. Perkara No. 11/PUU-XI/2013 ini dimohonkan oleh Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU). Sedangkan perkara No. 12/PUU-XI/2013 diajukan oleh Noorwahidah dan Zainal Ilmi.
Sidang pemeriksaan pendahuluan kedua perkara ini dipimpin oleh Ketua Panel Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar yang didampingi Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva. Hadir dari Pemohon 11, yaitu kuasa hukum Pemohon, Muhammad Solihin dan Santuso. Sedangkan Pemohon 12 diwakili oleh kuasa hukumnya, yaitu Saleh dan Dedy Cahyadi.
Sebelum Pemohon menyampaikan pokok permohonannya, Akil Mochtar mengajukan pertanyaan klarifikasi kepada Pemohon 11. Akil menanyakan bahwa benar atau tidakkah Pemohon Prinsipal Perkara 11, yaitu PKNU sudah pernah menguji pasal yang sama ke MK beberapa waktu lalu. “Dulu bersama-sama dengan PDP, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, Partai Kebangkitan Nasional Ulama, Banteng Kerakyatan, Partai Buruh, dan seterusnya itu pernah mengajukan pengujian Pasal 15, 16 ayat (1), 16 ayat (2), 16 ayat (3), 17 ayat (1), 17 ayat (2), 17 ayat (3), 17 ayat (4), dan 17 ayat (5) UU Nomor 8 Tahun 2012 (UU yang sama dengan yang diajukan saat ini, red). Lalu permohonannya dicabut, maka keluarlah Ketetapan Mahkamah Nomor 106/PUU-X/2012 hari Kamis tanggal 3, bulan Januari tahun 2012, pukul 15.56 diucapkan penetapannya,” ujar Akil memastikan.
Melalui ketetapan itu, MK mengabulkan permohonan penarikan kembali. Karena itu, Para Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan pengujian Pasal 15 dan lainnya, termasuk Pasal 16 ayat (2) yang kembali diajukan untuk diuji saat ini. “Itu konsekuensinya bahwa karena Saudara pernah menguji pasal ini kemudian ditarik, maka Saudara tidak dapat lagi mengajukan permohonan baru terhadap pasal itu,” tegas Akil mengingatkan Pemohon 11 terhadap ketentuan Pasal 35 ayat (2) UU MK.
Mendengar penjelasan Akil, kuasa hukum Pemohon 11, Muhammad Solihin menyampaikan bahwa ia dan rekannya belum mengetahui hal itu. Karena Pemohon 11 tidak bisa mengajukan kembali pengujian pasal yang sama, maka perkara yang diajukannya tidak bisa dilanjutkan.
PNS Lanjutkan Permohonan
Sedangkan untuk Perkara 12, Panel Hakim Konstitusi mempersilakan untuk melanjutkan proses persidangan dengan membacakan pokok permohonan. Kuasa hukum Pemohon 12, Saleh pun menyampaikan pokok permohonan. Para Pemohon 12 merupakan Warga Negara Indonesia yang menjabat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kementerian Agama Republik Indonesia.
Ketiga Pemohon, seperti yang disampaikan Saleh, merasa dirugikan hak dan kewenangan konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 12 huruf k, Pasal 68 ayat (2) huruf h UU Pemilu DPR, DPD, dan DPRD. Pasal-pasal tersebut merugikan karena mengharuskan PNS mengundurkan diri dari status kepegawaiannya yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali. “Bahwa frasa pegawai negeri sipil dan anak kalimat yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf k, Pasal 68 ayat (2) huruf h UU Pemilu sangat merugikan Pemohon karena pasal tersebut telah menghilangkan hak konstitusional dan menutup rapat-rapat kesempatan bagi Pemohon,” papar Saleh.
UU tersebut dianggap Pemohon telah menghilangkan sama sekali hak konstitusional Para Pemohon yang ingin menjadi peserta pemilu anggota DPD. Padahal, sebagai PNS Pemohon memiliki hak yang sama seperti warga negara lainnya sesuai perintah Pasal 27 ayat (1) UUD 1945.
Para Pemohon, lanjut Saleh, meminta agar PNS yang mendaftarkan diri sebagai anggota DPD seharusnya tidak perlu mengundurkan diri secara tetap dan tidak dapat ditarik kembali. Dengan kata lain, Pemohon meminta syarat mengikuti Pemilu anggota DPD diubah menjadi mengundurkan diri sementara dari jabatan PNS.(yna/mk/bhc/rby) |