TRIPOLI (BeritaHUKUM.com) – Pertempuran sengit berlangsung di perbatasan kota Sirte, kubu pertahanan terakhir loyalis Moammar Khadafi. Pasukan perjuang Libya terus memborbardir kota tersebut. Upaya ini bagian dari strategi memporakporandakan pertahanan pasukan setia pemimpin Libya yang terguling itu.
Seperti dikutip BBC, Minggu (18/9), pasukan pemerintah sementara Libya itu, juga mengklaim makin mendekati kemenangan dalam pertempurang memperebutkan Sirte. Seorang juru bicara pasukan perlawanan anti Khadafi mengatakan, bandar udara dan sebuah markas militer di kota itu telah berhasil direbut.
Pertempuran sengit lain dilaporkan juga terjadi di kota lain yang juga masih dikuasai loyalis Khadafi, Bani Walid. Memang, sejak pasukan perlawanan menguasai mayoritas wilayah Libia pada Agustus lalu, keberadaan Khadafi belum dapat dipastikan. Tapi sisa loyalisnya tetap menduduki Sirte, Bani Walid serta beberapa kota lain. Sedangkan pasukan pejuang di bawah komando Dewan Transisi Nasional (NTC), mencoba mengambil alih kontrol terhadap seluruh penjuru negeri itu.
Berdasarkan laporan wartawan BBC, Alastair Leithead yang berada bersama pasukan perlawanan antikhadafi di dekat Sirte, menyatakan bahwa pertempuran berjalan lambat di tengah bombardir terhadap sasaran pendukung Khadafi yang sudah rusak untu kemudian diambil alih.
Meski demikian menurut Leithead pasukan NTC tetap masih berjarak dari gerbang timur kota itu, meski dari arah barat dan selatan diperkirakan jarak mereka lebih dekat. Muncul pula laporan yang belum dapat dikonfirmasi terkait pengambilalihan kota Harawa, sekitar 80 km timur Sirte, setelah terjadi negosiasi untuk menyerah.
Sementara muncul pula berita yang saling berlawanan terkait bom NATO diatas kota itu. Kepada BBC, juru bicara militer di Misrata mengatakan, sebuah pesawat NATO menembaki sebuah bangunan di Misrata yang menewaskan banyak pendukung Khadafi. Sebaliknya, menurut juru bicara Khadafi, Moussa Ibrahim, seperti dikutip kantor berita Reuters, serangan itu menewaskan 300 warga sipil Libia.
Pertemuan Diam-diam
Sementara itu, beredar kabar bahwa mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair pernah secara diam-diam menemui mantan pemimpin Libia, Kolonel Moammar Khadafi, terkait pembebasan pelaku pemboman Lockerbie.
Dalam kabar yang dimuat harian The Sunday Telegraph, Tony Blair yang turun dari jabatannya pada 2007 itu, pergi ke Libia menggunakan pesawat jet yang disediakan Khadafi pada Juni 2008 dan April 2009.
The Sunday Telegraph merilis kabar ini berdasarkan sejumlah dokumen yang ditemukan di Tripoli, Libia sejak Gaddafi digulingkan. Menurut Telegraph, dokumen yang mereka kutip menunjukkan bahwa pada 2008 dan 2009, Blair terbang ke Tripoli dari Sierra Leone dengan jet milik Gaddafi.
Dokumen-dokumen itu juga menunjukkan Blair kembali melakukan pertemuan dengan Gaddafi pada Juni 2010. Telegraph juga menulis bahwa rangkaian kunjungan Blair ini memunculkan kekhawatiran adanya konflik kepentingan antara peran Blair sebagai duta perdamaian Timur Tengah, konsultan bisnis sekaligus seorang filantropis.
Atas pemberitaan yang dimuat Sunday Telegraph ini, Tony Blair melalui juru bicaranya langsung membantah. Blair memang melakukan pertemuan-pertemuan itu, tapi bukan membahas masalah itu. Justru soal Abdelbasset Ali Mohmet al-Megrahi -terpidana pemboman Lockerbie- sengaja diembuskan Libia.
Blair sendiri, kata sang juru bicara, selalu menekankan masalah al-Megrahi adalah murni kebijakan pemerintah Skotlandia. "Tony Blair tidak pernah memiliki peranan, baik formal maupun informal, dibayar atau tidak, dengan Otoritas Investasi Libia atau pemerintah Libia. Blair juga tak memiliki hubungan komersial apapun dengan perusahaan atau institusi Libia," demikian pernyataan resmi juru bicara Tony Blair.
Dalam setiap kunjungannya, lanjut pernyataan itu, topik utama pembicaraan Blair adalah Afrika, karena saat itu Libia adalah ketua Uni Afrika. Selain itu masalah Timur Tengah dan cara Libia bereformasi dan membuka diri juga menjadi pembahasan antara Blair dan Gaddafi. "Libia, seperti selalu mereka lakukan, terus mencuatkan isu Megrahi. Namun seperti selalu dijelaskan Blair, soal Megrahi adalah murni urusan para petinggi Skotlandia," tambah pernyataan itu.
Diketahui, Al-Megrahi adalah satu-satunya terdakwa atas aksi pemboman pesawat Pan Am yang kemudian jatuh di Lockerbie, Skotlandia, Desember pada 1988 lalu. Aksi terorisme itu menewaskan 270 penumpang yang sebagian besar adalah warga negara Amerika Serikat. Megrahi yang menderita kanker stadium akhir, pada 20 Agustus 2009 dibebaskan dari penjara Skotlandia dengan alasan kemanusiaan.(bbc/sya)
|