JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Aksi mirip Gayus Halomoan Tambunan kembali terulang di jajaran Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Seorang pegawai di lingkungan tersebut berinisial DA melakukan aksi serupa. Bahkan, nilai penggelapan pajak itu melebihi dari yang pernah dilakukan Gayus.
"Inisial DA kalau tidak salah. Petugas Kejaksaan Agung sudah mendatangi kantor Dirjen Pajak pada Selasa (21/2) lalu. Para petugas tersebut telah menangkap dan menyita sejumlah dokumen dan komputer milik DA,” Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardoyo kepada wartawan di gedung DPR, Jakarta, Kamis (23/2).
Ketika ditanya mengenai nilai penggelapan dan perusahaan yang dutangani DA tersebut, Menkeu menyatakan bahwa dirinya belum mengetahui secara rinci mengenai kasus penangkapan salah satu pegawainya tersebut. Namun, ia berharap aparat penegak hukum tersebut untuk segera memproses bawahannya hingga tuntas.
Tapi dia mengingatkan petugas institusi hokum itu untuk melepas pegawai Ditjen Pajak tersebut, kalau dalam pemeriksaan tidak ditemukan bukti yang cukup adanya tindak pidana yang dilakukannya itu. "Saya minta untuk diproses lebih cepat. Kalau memang seandainya tidak bersalah, (DA) harus segera dilepas," tandas mantan Dirut PT Bank Mandiri tersebut.
Seperti diketahui, dalam kasus penggelapan pajak yang melibatkan Gayus Tambunan, Polri telah menerima data 151 wajib pajak (WP) yang pernah ditangani pegawai golongan III A itu. Data tersebut juga sudah pernah disebutkan Gayus, saat menjalani pemeriksaan terkait kasus mafia pajak dan mafia hukum.
Namun, Polri hanya membawa kasuspajak PT Surya Alam Tunggal (SAT) yang nilai kerugian negara hanya Rp570,95 juta. Hal ini tidak sebanding dengan temuan awal PPATK tentang aset Gayus sebesar Rp 28 miliar yang tersebut di lebih dari 20 rekening bank. Padahal, diketahui ada kasus 44 atau 151 perusahaan yang pernah ditanganinya itu.
Sebelumnya memang Gayus pernah mengatakan, asal-usul dana Rp 28 miliar yang ada di rekeningnya adalah dari sejumlah wajib pajak dan konsultan. Ada Roberto, PT Megah, dan tiga perusahaan dari Group Bakrie. Hal ini pun ditegaskan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Dalam persidangan yang berlangsung di PN Jakarta Selatan , majelis hakim secara jelas menyebutkan rincian aliran dana dari Group Bakrie, yaitu dari PT Kaltim Prima Coal (KPC) sebesar 500 juta dolar AS, untuk sidang banding PT Bumi Resouce mencapai 1 juta dolar AS, dan untuk mengurus sunset policy PT Arutmin dan PT KPC sebesar 2 juta dolar AS.(dbs/ind/bie)
|