JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Terdakwa Timas Ginting dijatuhi hukuman selama dua tahun penjara. Kasubag Tata Usaha Direktorat Pengembangan Sarana dan Prasarana Kawasan (PSPK) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) yang telah dinonaktifkan itu, dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi pengadaan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Selain pidana badan, terdakwa Timas Ginting juga diwajibkan membayar denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan. Demikian vonis yang dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Gerdi Agusten dalam persidangan perkara tersebut yang berlangsung di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (27/2).
Vonis majelis hakim terhadap pejabat Kemenakertrans ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Sebelumnya, penuntut umum pada Kamis (9/2) lalu, meminta majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Timas Ginting dengan pidana penjara selama tiga tahun serta denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan.
Meski dijatuhi hukuman lebih ringan, terdakwa Timas Ginting melalui tim kuasa hukumnya menyatakan keberatan. Namun, mereka belum dapat menentukan sikap atas putusan ini. Pihak terdakwa pun menyatakan pikir-pikir. Hal serupa juga disampaikan JPU Dwi Aries.
Apalagi, kata dia, dalam putusan itu, majelis hakim tidak menyebutkan adanya nama Muhammad Nazarudin dan Neneng Sriwahyuni sebagai pelaku korupsi bersama-sama dengan Timas Ginting. “(Putusan) ini akan kami pelajari dulu, karena dari salinan putusan yang lengkap nanti, apakah memang tidak ada atau tidak terbacakan (keterlibatan Nazaruddin dan Neneng),” imbuh jaksa.
Dalam putusannya tersebut, terdakwa Timas Ginting dianggap telah menguntungkan diri sendiri dan orang lain. Ia terbukti melanggar Pasal 3 UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.
Namun, terdakwa Timas tidak terbukti menerima uang dari pihak rekanan dalam proyek tersebut, sehingga dia dibebaskan dari kewajiban membayar uang pengganti. Ia hanya terbukti menyalahgunakan kewenangannya sehingga memperkaya PT Alfindo, perusahaan yang dipinjam Muhammad Nazaruddin dan PT Korima sebagai pemenang tender, sehingga memperkaya orang lain dan perusahaan.
Atas perbuatan terdakwa negara telah dirugikan sebesar Rp 2,9 miliar. Proyek ini yang bersumber dari dana APBNP tahun anggaran 2008 bernilai Rp8,9 miliar. Namun, dalam putusan tersebut, Majelis Hakim sama sekali tak mengkaitkan terdakwa dalam melakukan perbuataanya bersama-sama dengan Nazaruddin dan istrinya, Neneng Sri Wahyuni.
Dalam menjatuhkan putusannya, hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk hal memberatkan, Timas dianggap tidak memndukung upaya pemerintah yang sedang gencar dalam memberantas korupsi. Sedangkan hal yang meringankan Timas telah mengakui perbuatannya, memiliki tanggungan keluarga, dan proyek PLTS tersebut telah selesai dikerjakan.(dbs/spr)
|