JAKARTA, Berita HUKUM - Tim Cyber Crime Dirkrimsus Polda Metro Jaya menangkap tersangka ABC alias MPS alias MM (42) melakukan kejahatan lewat sosial media (sosmed). Ratusan anak menjadi korban kebrutalan seks lewat sosmed Facebook.
Tersangka selain mengajak berhubungan intim anak-anak berusia 10 hingga 15 tahun, juga diajak melakukan phone seks hingga video seks. "Ada 150 foto dan video anak-anak telanjang disimpan di Facebook tersangka. Dan tiga anak ternyata sudah disetubuhinya," kata Dirkrimsus Polda Metro Jaya, Kombes M. Fadil Imron, Senin (3/10).
Dikatakan, dalam melakukan aksinya tersangka menggunakan akun Facebook dengan menyamar sebagai wanita cantik yang memasang foto wanita seksi agar bisa berkenalan dengan korban anak-anak di bawah umur. "Tersangka ABC melakukan komunikasi dengan korban dan mengaku dapat melihat aura negatif, namun dengan syarat harus mengirim foto telanjang untuk didoakan, para korbannya menuruti saja permintaan ABC," jelas Fadil.
Banyak korban yang percaya begitu saja dan mengirim foto. Korban tidak keberatan karena percaya ABC seorang wanita. Namun setelah foto dikirim, ABC selanjutnya mengancam akan menyebarluaskan foto-foto tersebut jika korban menolak permintaanya. "Perintahnya untuk chat (perbincangan) seks dan mengirimkan video seks," ujar Fadil.
Selama satu tahun terakhir, ABC mengaku sudah 10 anak menjadi korbannya. Namun, polisi tak langsung mempercayainya dan menyelidikinya. Penyidik bahkan meminta bantuan Facebook. "Ternyata kami temukan 150 foto-foto vulgar anak di bawah umur. Pelaku ini juga mengaku ada beberapa korbannya yang sempat disetubuhi," papar Fadil.
Dijelaskan, aksi bejat ABC dilakukan setelah bercerai dengan istrinya setahun lalu. Tak ada kerjaan jebolan SMK jurusan tata boga berkenalan dengan dan menjalin hubungan dengan seorang anak bernama MPS (15). Selama berpacaran via Facebook akhirnya ketemu darat dan melakukan hubungan seksual hingga 7 kali. Namun hubungan itu ketahuan keluarga MPS.
Sejak itu tersangka tak pernah ketemu dan akhirnya mencari pengganti anak-anaknya lainnya melalui Facebook. Dalam aksinya ABC berpura-pura menjadi wanita dan meminta foto serta video vulgar pada korban yang masih anak-anak. Untuk meyakinkan para korban mengaku dirinya adalah wanita. Pelaku memasang foto profil perempuan cantik di akun Facebook miliknya.
"Kenapa korban yang dicari anak berusia 10 hingga 15 tahun karena tidak memiliki resiko tuntutan. Dan anak seusia gitu mudah dibujuk rayu, diberi janji-janji bahkan dengan tulisan yang menggoda akhirnya tertarik dengan tersangka," ungkap Fadil.
Kasus ini terungkap setelah orangtua dari salah satu korban ABC melapor ke polisi. Atas dasar laporan tersebut polisi melakukan penelusuran dan menangkap ABC di sebuah hotel di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat. "Penyidik menyamar menjadi wanita dan mengajak pelaku ketemu di hotel. Setelah pelaku tiba di hotel langsung kita ringkus," ucap Fadil.
Tersangka dibekuk dari patroli Cyber Crime yang dilakukan petugas, kemudian memancing tersangka dengan berpura-pura sebagai seorang perempuan. Ternyata ajakan tersebut disetujui tersangka dan meminta bertemu di hotel. Saat berada di kamar hotel tersangka langsung diringkus dan disita handphone miliknya yang digunakan untuk kejahatan.
Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sitait mengatakan kepolisian harus kita apresiasi kinerjanya karena telah berhasil mengungkap kasus ini karena kasus ini tidak mudah sebab harus perlu ahli IT yang bisa membongkar kasus ini. "Saya menyoroti perkembangan teknologi informasi media sosial sekarang di mana anak-anak remaja sekarang sangat tidak tahu tentang internet Sehingga harus di dampingi orang tua," jelasnya.
Anak-anak remaja sekarang banyak tidak terlindungi dari bahaya teknologi. "Sehingga peran orangtua sangat diharapkan memberikan perhatian serius, lewat FB, twitter dan teknologi informatika lainnya. Karena telah terjadi tsunami teknologi dan informasi yang sasaran korbannya anak-anak remaja," saran arist.
Tersangka dijerat Pasal berlapis yakni, Pasal 27 ayat 1 UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 82 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 4 ayat 1 UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.(bh/as) |